Tadinya saya berharap bisa terus menuliskan hal-hal positif terkait penanganan dan segala rupa tentang Covid-19.
Namun ketika mengamati manajemen krisis penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintahan Jokowi kok agak susah menggambarkan sisi positifnya.
Walaupun sebenarnya masih ada sedikit kabar positif, seperti pemerintah akan lebih serius terkait pengaturan jarak dan pencegahan rakyat untuk tak memicu kerumunan dengan cara penegakan hukum.
Tetapi tetap  kebijakannya itu masih, ngawang-ngawang dan kentang, ya kena tanggung, dan terkesan seperti kehilangan arah.
Kebijakan darurat sipil yang dicanangkan Jokowi dalam Rapat Terbatas penanganan Covid-19, Senin (30/03/20) agak membingungkan masyarakat.
Padahal kita punya Undang-Undang Khusus untuk menangani wabah, entah apa yang di pikiran asministrasi Pemerintahan Jokowi.
Saya memahami posisi Jokowi sebagai Presiden sangat berat, karena bukan hanya kesehatan yang harus diperhatikan, tapi berbagai sektor lain juga seperti sosial dan ekonomi harus menjadi perhatiannya.
Saya mencoba memahami tindakan tidak melakukan karantina wilayah yang saat ini dipilih Jokowi, karena untuk menopang sektor ekonomi agar tetap bisa berkegiatan sehingga roda perekonomian nasional bisa terus bergulir, dan masyarakat menengah bawah bisa terus mengais rejeki secara mandiri.
Di saat yang bersamaan Jokowi memerintahkan para pembantunya untuk segera menurunkan jaring pemgaman sosial yang sudah ada selama ini seperti Program Keluarga Harapan (PKH).
Begitupun Kartu Pra Kerja, ia modifikasi sedikit agar mampu memberikan bantuan pada sektor informal. Dan untuk sektor formal rencananya, bekerjasama dengan Jamsostek Ketenagakerjaan akan memberikan insentif dengan jumlah tertentu kepada mereka yang bekerja di sektor formal.
Sebelumnya, Pemerintahan Jokowi pun sudah mengeluarkan arahan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan stimulus kepada lembaga keuangan Bank maupun Non-Bank agar mereka bisa memberikan keringanan bunga dan penundaan pembayaran cicilan selama satu tahun, kepada para pemilik kredit yang usahanya terdampak Pandemi Covid-19.
Namun kebijakan ini hanya berlaku di atas kertas saja, faktanya di lapangan lembaga-lembaga keuangan tersebut seperti sepakat untuk menolak seluruh permintaan penundaan pembayaran angsuran sampai pihak pemilik kredit membuktikan sebaliknya, bahwa usaha mereka memang terdampak oleh pandemi Covid-19.
Lucunya lagi kemudian ada ujaran dari Jubir Presiden, bahwa penundaan Kredit ini di utamakan bagi yang positif terinfeksi Covid-19.
Sungguh aneh, di awal ucapan Jokowi tak seperti itu. Bikin kebijakan dalam saat seperti ini kok mencla mencle.
Saya pikir Jokowi akan bertindak taktis menghadapi krisis ini, seperti ketika ia berbicara kebutuhan nvestasi dan Ibukota Baru.
Rakyat membutuhkan arahan yang jelas, taktis dan mudah dipahami. Misalnya,
"jika dalam 10 hari penambahan kasus dan korban meninggal akibat infeksi Covid-19 tak menunjukan penurunan atau melambat, maka akan dilakukan karantina wilayah di daerah Jabidetabek misalnya. Seluruh biaya hidup golongan bawah akan dijamin oleh pemerintah, kita udah siapkan dananya untuk itu, masing-masing  dapat sekian berupa kebutuhan pokok dan sebagian uang tunai"
Begitu misalnya, kebijakannya itu sebisanya harus komprehensif tak parsial seperti saat ini. Hal seperti ini harus cepat dilakukan agar tak terlambat seperti Italia
Memang benar tak hanya Indonesia yang seperti kebingungan , semua negara jugaterlihat kebingungan, karena kondisi seperti ini tak pernah terjadi sebelumnya.
Tak terbayangkan bahwa pandemi seperti itu akan terjadi dalam era modern seperti saat ini, walaupun beberapa ahli epidemologi pernah memperingatkan hal ini.
Bahkan Bill Gates Founder Microsoft sekaligus Philantropis pernah berbicara tentang kemungkinan pandemi virus terjadi, berulang kali. Ia menyoroti tak siapnya dunia menghadapi wabah ini.
Beberapa negara  seperti China, Korea Selatan, Taiwan dan Singapura di awal Covid-19 ini menyebar, membuat kebijakan yang bagus untuk mengurangi atau menekan penyebaran virus ini.
Namun hal itu terlambat dilakukan oleh Italia dan Amerika Serikat, seperti yang ditulis dalam jurnal ilmiah terbitan Harvard Bussines Review berjudul  "Lesson From Italy's Response Coronavirus"  yang ditulis Profesor Garry P. Pisano, Rafaella Sadun, dan Michael Zanini.
Setelah membaca jurnal tersebut kok saya menjadi agak takut, karena jika diamati apa yang dilakukan Pemerintah Italia saat merespon penyebaran virus Covid-19 sebagian besar terjadi juga di Indonesia.
Italia tak memiliki kebijakan menyeluruh dalam menghadapi penyebaran Covid-19, kebijakannya dilakukan secara gradual mulai dari sosial distancing hingga kemudian lockdown terpaksa dilakukan.
Hal ini dilakukan karena banyak pihak terutama para politisi dan ekonom yang diawalnya tak menginginkan perekonomian negaranya tertekan.
Hal ini baik, jika dilakukan dalam kondisi normal karena semua pihak bisa mengukur kedalaman kondisi yang ada  sehingga kemudian bisa membuat keputusan yang paling cocok.
Namun kebijakan tersebut tak berlaku dalam kondisi seperti saat ini menghadapi penyebaran virus yang sangat masif dan cepat.
Butuh kebijakan yang holistik dan cepat, dalam membuat sebuah keputusan.
Kemudian Italia juga melakukan kebijakan yang parsial. Italia hanya melakukan lockdown di wilayah utara , yang merupakan zona merah tanpa menutup jalur yang ke arah selatan.
Akibatnya warga yang ada di utara melakukan exodus ke arah selatan padahal tanpa mereka sadari, mereka sudah terinfeksi dan kemudian menyebarkannya ke wilayah selatan Italia.
Akibatnya penyebarannya menjadi meluas ke seluruh wilayah Italia. Pemerintah Italia mengikuti penyebaran virus, bukan mencegah penyebarannya.
Miris jika melihat kesalahan yang dilakukan oleh Italia, terlihat sama dengan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia saat ini.
Jangan sampai yang terjadi di Italia terjadi di Indonesia terkait penangangan pandemi Covid-19 ini, karena Italia negaranya relatif lebih kecil dan mereka memiliki sistem kesehatan yang sangat baik.
Sementara Indonesia, wilayahnya sangat luas, penduduknya lebih banyak, dan sistem kesehatannya pun  jauh lebih buruk dari Italia.
Kemungkinan lebih buruk dari Italia bisa saja terjadi di Indonesia, jika seluruh penanganan dan memitigasi dampaknya mencla mencle tak jelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H