Aspek maysir pada asuransi konvensional (misalnya hilangnya manfaat bagi peserta jika ia membatalkan kontrak sebelum masa reserving period , misalnya 3 tahun) dengan cara membagi dana peserta ke dalam dua rekening. Karena rekening khusus yang menampung dana tabarru' yang ada tidak bercampur dengan rekening peserta, maka reserving period di asuransi syariah terjadi sejak awal. Kapan saja peserta dapat mengambil uangnya (karena pada hakikatnya itu adalahuang mereka sendiri), dan nilai tunai sudah ada sejak awal tahun pertama ia masuk. Sedangkan aspek riba (bunga) dieliminir dengan konsep mudharabah.Â
Seluruh bagian dari proses operasional asuransi yang di dalamnya menganut sistem riba, digantikannya dengan akad mudharabah atau akad lainnya yang dibenarkan secara syarii. Baik dalam penentuan bunga teknik, investasi, maupun penempatan dana ke pihak ketiga, semua menggunakan instrumen akad syarii yang bebas dari riba. Penghapusan ketiga aspek yang diharamkan di atas membawa konsekuensi pada mekanisme pengelolaan dana, underwriting , dan sebagainya. Berikut ini penjelasannya
Kerangka Hukum Asuransi Syariah di Indonesia
LANDASAN HUKUM NORMATIF ASURANSI SYARIAH
Dasar hukum asuransi syariah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hukum normatif dan hukum positif. Dasar hukum normatif adalah pijakan hukum yang melandasi filosofis lahirnya asuransi syariah, sedangkan dasar hukum positif terkait dengan landasan kelembagaan dan operasional asuransi
syariah. Secara umum dasar hukum normatif asuransi syariah hampir sama di setiap Negara, sedangkan hukum positif disesuaikan dengan konteks hukum yang berlaku di setiap negara. Dalam melahirkan suatu produk hukum menurut syariah Islam harus didasarkan secara hierarhis dari hukum yang paling tinggi menuju hukum- hukum lain yang lebih rendah. Sumber hukum tertinggi yang diakui oleh syariah adalah Al-Quran firman Allah, dan diikuti dengan hadits Nabi Muhammad s.a.w.
Hadits ini bisa bebentuk ucapan, perbuatan ataupun sikap Rasulullah s.a.w. Jika di dalam Al-Quran maupun hadits tidak ditemukan dasar hukum yang relevan, maka digunakan dasar hukum yang ketiga, yaitu kesepakatan para ulama atau ijtihad .
Disusun oleh:
Ferri setiawan Nim 202111167
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H