Gerakan hijrah menjadi salah satu bentuk transformasi agama yang di implementasikan dalam perubahan perubahan perilaku agama dalam wadah aktivitas kelompok (Rochimah, 2017). Gerakan hijrah ini digelontarkan mengingat bahwa perkembangan zaman atau globalisasi membawa dampak pengaruh terhadap kehidupan sosial, pergaulan bebas anak muda menjadi perhatian utama dalam gerakan hijrah.
Kehadiran gerakan hijrah secara tidak langsung menjadi agensi yang dianggap efektif sebagai transformasi dengan menjadikan asek agama sebagai wadah perubahan.Â
Gerakan keagamaan dinilai memiliki agensi yang kuat, yang mana Marx mengungkapkan bahwa agama menjadi candu atau inspirasi, sehingga peran agama sangat kuat dalam menciptakan perubahan dalam masyarakat (Morris, 2019).Â
Fenomena gerakan hijrah, cukup populer dikalangan generasi muda yang lekat dengan migrasi dari gaya yang kebarat- baratan (westernisasi) ke arah yang gaya hidup yang islami. Peranan dan posisi aktor milenial dalam gerakan hijrah secara kolektif telah membangun identitas baru sebagai umat beragama yang taat pada aturan Islam.
Generasi muslim milenial merupakan elemen masyarakat yang membentuk pola- pola dalam fenomena hijrah. Makna hijrah bagi generasi muslim milenial, berangkat dari adanya kesadaran kolektif tentang identitas diri yang merupakan bagian dari Islam, sehingga timbul kesadaran untuk berkonstribusi mengamalkan ajaran agamanya (Saputra, Pujiati, & Simanihuruk, 2020).
Gerakan hijrah bukan hanya sekedar gerakan dakwah keagamaan, lebih dari itu Hijrah telah berkembang menjadi sebuah tren sosial yang menarik untuk diikuti. Dalam jurnal Of Islamic Civilization (Addini, 2019), disebutkan bahwa Gerakan Hijrah semakin menguat dengan munculnya tokoh- tokoh dari kelompok Public Figure (artis) yang turut menunjukkan keberpindahannya dari yang tidak mengenakan hijab kemudian berhijab, serta terbentuknya komunitas- komunitas elit dalam mempelajari nilai- nilai keagamaan, seperti halnya yang dilakukan Zaskia Sungkar, Irwansyah dan kawan- kawan. Selain itu, baru baru ini muncul gerakan hijrah yang membawa nuansa humoris dan ramah yang disukai netizen khususnya kalangan milenial yaitu "Pemuda Tersesat".
Kelompok pemuda tersesat ini rame di media diperbincangkan, pasalnya aksi dan kreatifitas yayasan pemuda tersesat ini menjawab pertanyaan atau kegundahan anak muda terkait bagaimana islam menjawab hal hal seputar modernitas yang di jejerkan dengan agama. Selain itu, pemuda tersesat ini juga mengajak generasi muslim milenial untuk berdampingan, berkolaborasi, berkreasi bersama orang non muslim dengan toleransi yang baik. Yayasan pemuda tersesat ini diprakarsai oleh Tretan Muslim, Coki Pardede dan kolaborasi dengan Habib Husein Jafar al- Haddar.
Gerakan hijrah "Pemuda Tersesat" memanfaatkan media sosial seperti youtube, Instagram dan Twitter untuk kegiatan dakwahnya. Walaupun nama gerakan ini "Pemuda Tersesat", akan tetapi tujuannya bukan untuk sesat menyesatkan, melainkan untuk mengembalikan kita ke jalan yang lurus.Â
Hal tersebut timbul sebagai upaya ajakan agar orang lain melakukan hal yang sama. Kecanggihan teknologi serta ketersediaan internet yang memberikan fitur kebebasan dalam penyebaran informasi semakin memudahkan Gerakan ini merambah ke seluruh elemen masyarakat, bukan hanya pada kalangan artis/ Public Figure, namun juga merambah ke masyarakat secara umum.
Islam merupakan agama yang di anut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, namun Indonesia bukanlah negara Islam. Tingginya tingkat intoleransi generasi milenial hari ini dirasa cukup mengkhawatirkan ditengah berkembangnya fenomena gerakan hijrah pada media yang mengajak masyarakat untuk lebih mendekatkan diri kepada nilai nilai ke-Islaman.
Dari fenomenologi diatas, tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana gerakan hijrah yang merupakan New Social Movement dalam membangun konstruksi sosial di kalangan milenial.