Mohon tunggu...
Maria de Lourdes
Maria de Lourdes Mohon Tunggu... Lainnya - Maria de Lourdes

just my opinion

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Sub Sektor Ekonomi Kreatif Khususnya di Bidang Musik di Indonesia

21 Desember 2020   21:18 Diperbarui: 21 Desember 2020   21:34 6780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada era penerbitan, sekitar 1600-an, mesin cetak sederhana sudah ditemukan. Lalu, musik sudah mulai dapat dimainkan ulang dalam bentuk kertas yang berisi  catatan nada atau komposisi lagu yang diterbitkan. Era penerbitan musik ini terus berlangsung hingga abad ke-18. Pada pertengahan sampai pada akhir abad ke-18, seorang komposer, Wolfgang Amadeus Mozart, mulai mencari peluang komersial untuk memasarkan karya musiknya dan dapat dipertunjukkan kepada khalayak umum. Setelah Mozart meninggal, istrinya meneruskan upaya komersial Mozart dengan melakukan penjualan naskah musik milik Mozart, pertunjukan atau konser memorial. Sampai pada abad ke 19, industri musik dipenuhi oleh para penerbit lembaran musik. 

Era industri rekaman musik dimulai pada tahun 1875, tentunya tepat saat mesin perekam suara pertama dan fonograf telah ditemukan. Pada tahun 1800 sampai 1900, bentuk media rekaman suara terus berubah. Selain ditemukannya mesin perekam suara, perkembangan dan penyebaran radio dan industri penyiaran pada tahun 1920, juga turut serta cara  khalayak mendengarkan musik. 

Tempat-tempat pertunjukan tetap berjalan dan tetap melakukan pertunjukan secara langsung. Namun dengan radio, kelompok musik diberikan kesempatan untuk lebih dikenal oleh khalayak umum yang lebih luas dalam skala nasional bahkan dunia. Era rekaman musik ini terus berkembang hingga tahun 1948. 

Seperti muncul proses rekaman multitrack pertama a (sound-on-sound overdubbed). Hal ini mengubah pandangan bahwa perekaman musik tidak selalu harus dilakukan secara live, seluruh anggota tidak harus berkumpul pada satu ruangan dan memainkan komposisinya bersamaan. Kemudian, muncullah label rekaman yang berperan menjadi penghubung. 

Label rekaman ini mempekerjakan  orang untuk mencari bakat-bakat baru dalam bidang musik. Orang tersebut akan menempatkan musisi dengan tepat dan dengan lagu yang tepat, pada studio yang tepat dan dengan produser yang tepat, untuk meluncurkan rekamannya pada waktu yang tepat. 

Orang ini dikenal dengan Artist & Repertoire Representatives (A&R reps). Dalam kesuksesan musisi-musisi yang mendunia terdapat A&R yang mendukung dan membantunya. Label juga berperan membantu komposer dari industri penerbitan, musisi dari industri pertunjukan, dan membuat piringan hitam untuk industri rekaman. 

Akhirnya industri rekaman dapat mengalahkan industri penerbit lembaran musik sebagai kekuatan terbesar industri musik. Pada era 1950-an, industri musik sudah menemukan bentuk yang terdiri dari gabungan komposisi musik, rekaman musik, promosi, hingga pertunjukan. Semua kegiatan tersebut dilakukan untuk mendapatkan perputaran uang dari musik yang diterbitkan. 

Pada pertengahan 1970-an industri musik diperkenalkan dengan kaset dan piringan hitam. Selanjutnya pada era 1990-an muncul cakram padat (CD) yang menjadi tanda kesuksesan industri musik. Pada tahun 2001, penjualan CD mencapai puncaknya. Sebelumnya,  pada tahun 1990, internet sudah mulai muncul namun belum dapat digunakan oleh masyarakat. Setelah dapat digunakan oleh masyarakat, format musik digital mulai digemari oleh masyarakat. 

Ekonomi kreatif bidang musik di Indonesia memiliki perkembangan yang pesat. Dimulai dari musik berbahasa Melayu dengan alunan keroncong yang direkam saat awal tahun 1900-an. Musik berbahasa Melayu tersebut mulai digeser karena adanya pengaruh aliran musik dari luar negeri seperti musik  jazz dan rock. Masyarakat menilai bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan kebudayaan asli Indonesia.

Di tahun 1940, terdapat suatu perusahaan rekaman Batavia bernama Tio Tek Hong. Perusahaan rekaman ini menjadi pelopor subsektor industri kreatif bidang musik di Indonesia. Tahun 1950, musisi solois bergenre pop seperti Adi Bing Slamet, Titiek Puspa, Rachmat Kartolo, Nien Lesmana, Koes Plus, dan Panbers. 

Sementara pada tahun 1990, mulai muncul band bergenre pop di Indonesia, seperti: Dewa, Slank, Gigi, Anang, dan masih banyak lagi. Di era ini muncul pengaruh indie atau independen yang artinya band atau orang itu menciptakan lagu sesuka dia dengan genre apapun tanpa label, mandiri, dan bebas. Pas Band merupakan band yang berhasil merilis album dengan tradisi indie pertama di Indonesia yang membuat band bergenre rock lain mengikutinya. Di era 2000-an, musisi bergenre pop yang ada di Indonesia sudah terbilang banyak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun