Kunto's pov***
Sinar mentari mulai memasuki ruang-ruang kosong di kediamanku yang lebih mirip dengan kandang sapi. Tapi seharusnya ku syukuri hal itu, kehangatan keluargaku membuat aku nyaman hidup pada setitik rasa neraka di dunia. Ayam-ayam mulai berkokok, menandakan hari penuh siksaan dimulai. Rasanya ingin ku hilangkan mentari agar siang tak datang dan hari penuh rintihan dan ringisan tak menerpaku.
Ahiya, sebuah keluarga dari bangsa pirang itu akan datang hari ini. Mengingatnya saja membuat aku mual. Kepindahan mereka berarti bertambahlah penderitaan hidupku. Lebih banyak pekerjaan untuk bertahan pada hidup meski kata hidup tidak mencerminkan apa yang aku jalani. Aku ingat jelas kepindahan mereka karna persinggahan mereka dibuat tak jauh dari rumahku.
"Kunto, ayo mangan", teriak ibuku dari dapur.
"Nggih, bu", sahutku.
Cath's pov ***
Sudah sejak lahir aku hidup di daratan timur atau yang lebih sering disebut sebagai Nederlandsch Oost-Indie (Indonesia). Tak heran lagi, bahasa negara itu fasih ku lafalkan. Seharusnya beberapa jam lagi, kapal ayahku berlabuh di dataran Jawa. Tugasnya sebagai pengawas memang mewajibkan keluarga kami terus menerus berpindah dari pulau ke pulau.
Wangi harum mentega membuyarkan lamunanku. "ahh iyaaa klappertartku!", ujar ku sambil sedikit berlari menuju oven. Memanggang merupakan keahlian ku sejak remaja. Ya, bisa dibilang memanggang adalah salah satu hal yang dapat kulakukan untuk mengisi kehidupanku.
"Moeder,coba resep baruku deh", kataku sambil membawakan klappertart yang masih berasap dari oven.
"Bukankah kau selalu membuat klappertart dengan resep yang sama?", Tanya ibuku.
"Yang kali ini dengan cinta.", candaku.