Mohon tunggu...
Felicia Ivana
Felicia Ivana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

NIM: 46124010014 // S1 Psikologi // Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristoteles

23 Oktober 2024   18:54 Diperbarui: 23 Oktober 2024   18:54 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modul Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

1. Definisi Kepemimpinan Menurut Aristoteles

Menurut Aristoteles, kepemimpinan bukan hanya tentang mengambil keputusan atau memegang kendali. Ia mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni yang melibatkan kombinasi karakter dan kebajikan moral, yang semuanya disatukan oleh apa yang ia sebut sebagai phronesis, atau kebijaksanaan praktis. 

Aristoteles menekankan bahwa pemimpin yang baik tidak hanya harus memiliki pengetahuan teoretis, tetapi juga kemampuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam konteks nyata untuk mencapai tujuan yang baik.

Kebijaksanaan praktis ini, menurut Aristoteles, sangat penting dalam pengambilan keputusan yang etis dan efektif. Berbeda dengan sophia (kebijaksanaan kontemplatif), phronesis lebih berorientasi pada tindakan dan hasil.

 Pemimpin harus memahami situasi yang dihadapi, mempertimbangkan berbagai pilihan, dan kemudian membuat keputusan yang sesuai dengan nilai-nilai etika dan tujuan yang lebih tinggi, yakni eudaimonia.

2. Karakter dan Kebajikan

Bagi Aristoteles, karakter adalah fondasi utama bagi kepemimpinan yang efektif. Ia berpendapat bahwa kualitas seorang pemimpin harus mencerminkan kebajikan moral tertentu, seperti keadilan, keberanian, kedermawanan, dan kebijaksanaan. 

Kebajikan-kebajikan ini bukanlah sesuatu yang diwariskan secara genetik, melainkan hasil dari latihan dan pembiasaan. Aristoteles berpendapat bahwa "kita adalah apa yang kita lakukan berulang kali," dan dari sinilah muncul gagasan bahwa kebiasaan baik akan membentuk karakter yang baik.

Selain itu, Aristoteles menekankan pentingnya keseimbangan atau "mean" dalam menjalankan kebajikan. Seorang pemimpin yang baik harus dapat menyeimbangkan antara berani dan berhati-hati, dermawan namun tidak berlebihan, adil tanpa menjadi kaku. Kebajikan dalam kepemimpinan adalah tentang menemukan keseimbangan yang tepat dalam setiap situasi, dan kebijaksanaan praktis (phronesis) adalah instrumen utama untuk mencapai keseimbangan tersebut.

3. Eudaimonia: Tujuan Akhir Kepemimpinan

Aristoteles memperkenalkan konsep eudaimonia, yang secara kasar diterjemahkan sebagai kebahagiaan tertinggi atau kesejahteraan, sebagai tujuan akhir dari segala tindakan etis, termasuk dalam konteks kepemimpinan. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun