Berpegangan pada kedua bahunya, aroma parfumnya menguar, dengan lamat-lamat aku hirup aroma itu, berusaha menyimpannya hingga ke alam bawah sadarku.Â
Aku berharap bisa selalu mengenalinya bahkan hanya dari aroma parfum yang ia pakai. Hari ini tak ada sekolah, entah kemana Angkasa akan membawaku hari ini. Ia hanya mengajakku, tanpa memberi tahu kemana kita akan pergi. Katanya, "Aku yakin kamu bakal suka", aku hanya mengamini perkataan itu.
Ia memberhentikan sepedanya di depan taman dengan pohon-pohon besar di sekelilingnya. Dengan terheran-heran aku mengikutinya, ia terlihat semakin bersemangat, seakan-akan ia akan memberitahuku sebuah rahasia besar yang telah ia simpan selama sekian abad lamanya.
"Kita mau kemana sih?" tanyaku menjebol rasa penasaran.Â
"Sebentar lagi sampe kok" Ucapnya sambil tersenyum.
Ia berhenti di depan satu pohon besar dengan sebuah rumah pohon yang berdiri di atasnya. Siapa yang membangun rumah pohon di atas sana? Terlihat kokoh dan mengisyaratkan ketenangan.
"Disana rumah kita" ucapnya, dan tangannya menunjuk ke rumah pohon itu.Â
"Kamu suka, Cendana?" ia menoleh ke arahku.
Aku takjub.Â
"Serius? Suka banget" mataku tak berhenti berbinar.
"Kita bisa diem di rumah pohon itu dalam waktu yang lama, dan pulang waktu orang tuamu sudah tidur. Rasakan ketenangan di dalamnya" ia berucap dengan mata tertutup.