Mohon tunggu...
Febri surya
Febri surya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

🏴‍☠️

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Askara

24 Februari 2021   11:11 Diperbarui: 24 Februari 2021   11:22 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harapan masih saja sama ingin menjadi manusia yang berguna kelak, atau sekarang juga. Tiga bersaudara yang tinggal di kampung kecil pinggiran kota. Atma Ganendra, saya adalah anak tertua dari keluarga tersebut.

Di sekolah saya dikenal sebagi murid yang cukup pandai,saya selalu mendapat rangking pertama di kelas sehingga kebanyakan guru mengenalku dengan baik. Sayang nya saya selalu berpindah pindah sekolah karena mengikuti ayah. Sejak duduk di bangku kelas 8 saya sudah berkunjung ke sekolah sekolah lain untuk menjual kalender yang saya dagangkan, ya saya berdagang untuk memenuhi kebutuhan saya sendiri. Ketika naik ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, SMA . Saya tidak melanjutkan sekolah dulu di karenakan ikut pindah bersama ayah saya kepulau sebrang untuk merantau dan mencari penghidupan yang lebih layak . Nyatanya kehidupan tidak berubah dan masih seperti sebelumnya.

Secercah harapan tak jua terlihat,melihat tidak adanya perubahan kehidupan di pulau perantauan. Akhirnya Saya dan keluarga pun memutuskan untuk pindah lagi ke kampung halaman. Di kampung halaman saya melanjutkan lagi sekolah yang terputus satu tahun. Saya memiliki banyak teman baru,salah satu nya adalah Devano, Devano akhirnya menjadi teman yang sangat dekat dengan saya.

"Ma, kita main basket yu." Sahut Devano ketika pulang dari sekolah.

Saya pun menjawabnya. " Tapi aku gabisa main basket Dev."

"Ah,jangan bilang gabisa sebelum mencoba." Sahut Devano lagi.

" Yaudah ayo jam berapa dan dimana." Jawab saya.

" Jam 4 sore di lapang dekat rumahku,nanti aku kirimin aja lokasi rumahku." Kata Devano.

Dan saya mengangguk tanda mengiyakan perkataan Devano. Sesampai nya di rumah lembar lembar kertas sudah menunggu untuk diiisi tiap soalnya. Saya pun tertidur. Lalu terbangun dan langsung kaget karena melihat jam sudah menunjukan pukul empat sore, saya langsung mandi dan bergegas untuk pergi ke rumah Devano yang sudah saya lihat lokasinya di ponsel. Saya pun bergegas, Setelah beberapa saat turun dari angkutan umum dari kejauhan terlihat Devano sudah menunggu di depan rumahnya bersama kawan kawannya yang tidak kukenal. Saya pun menghampiri Devano, " maaf ya saya kesorean,soalnya tadi ketiduran pas waktu ngerjain soal hehe." Ucap saya kepada Devano sembari bersalaman dengan kawan kawannya.

" Santai aja Ma,ayo kita ke lapang." Jawab Devano dengan nada santai.

"Tapi aku tidak bisa bermain basket Dev." Ucapku lagi mengulangi perkataan ketika pulang sekolah.

" ah kamu Ma dari tadi saja kamu bilang seperti itu, kan udah aku bilang,jangan pernah bilang gabisa sebelum mencoba, udah ah yu dicoba dulu aja." Jawab Devano.

"Iya santai aja lagian ini cuma permainan biasa sembari kamu belajar." Pangkas kawannya melanjutkan perkataan Devano.

Ketika permainan di mulai,dengan rasa ragu aku pun ikut masuk didalam lapangan satu tim bersama Devano. Perasaanku yang malu karena tidak pernah sekalipun bermain bola basket,tetapi Devano dan kawannya menohok karena melihat permainanku yang menurut mereka sempurna ketika memainkan bola basket ,mulai dari dribling,passing dan juga shooting Devano dan kawannya melihatku bukan seperti pemain basket yang amatir.

"Ya kan Ma,jangan bilang gabisa sebelum mencoba, buktinya kamu bagus sekali dalam permainan tadi." Ucap Devano ketika beristirahat.

Kawan Devano pun ikut bicara, "bener,permainan kamu apik banget kalo dilihat dari sekarang ini, kamu bisa menjadi pemain basket terkenal." .

Saya pun hanya tersenyum dan menjawab, "aku emang gapernah main basket, tapi aku sering melihat permainan pebasket internasional di sosial media jadi aku tahu sedikitnya tentang gerakan gerakan nya hehe."

"Ah kamu,merendah untuk meroket." Sahut Devano. Sinar mentari pun mulai pudar dilahap langit yang sudah mulai gelap,kami pun saling berpamitan untuk pulang.

Selepas di rumah saya melamun sambil memikirkan perkataan Devanp dan kawannya tadi, aku pun semakin percaya diri untuk bermain basket lebih serius lagi dan berniat untuk mengikuti ekstrakulikuler basket.

Pagi pun tiba ,cahaya matahari menembus penutup jendela kamar, jantung pun berdebar , aku kesiangan!!, dengan sigap aku langsung menuju kamar mandi,setelah itu buru buru menyiapkan alat tulis untuk berangkat menuju sekolah, "sial' kata ku dalam hati, bisa bisa nya aku sampai terlambat begini. Sesampainya disekolah kulihat gerbang pun tertutup rapat, sekarang aku berada di depan sekolah dengan gerbang tertutup untukku. Setelah beberapa saat satpam pun menghampiri ku dan membiarkanku untuk masuk ke sekolah.

"lapor dulu ke piket,minta izin untuk mengikuti pembelajaran" tegas satpam.

Aku hanya mengangguk seraya berterimakasih kepada satpam karena telah mengizinkanku masuk. hari pun berjalan lancar ,aku di bolehkan untuk mengikuti pembelajaran. Bel itirahat pun terdengar begitu kencang, aku bermain bola basket di lapang bersama kawan ku Devano. Ketika sedang asik asiknya bermain, tiba tiba kaka kelas menghampiri ku, aku tidak tahu nama nya, dia pun lantas merebut bola dariku. Aku pun diam dan mencoba menghormati kaka kelas ku itu, walaupun dia bertindak seenaknya, ketika aku dan kawanku bergegas pergi dari lapang, kaka kelas ku pun berteriak memanggilku.

Aku pun mengangguk dan bertanya kenapa dia memanggilku, ternyata dia ingin aku dan kawanku bertanding basket dengannya.

"gimana dev,kamu mau ga tanding sama dia" tanyaku pada Devano.

" Atma, nama mu atma kan?" memanggilku dengan sangat lantang.

"ayo,itung itung latihan hehe" jawab Devano sembari berseringai

"boleh ka" jawabku pada kaka kelas itu.

Permainan pun di mulai dia bersama keempat kawannya bermain dengan sangat agresiff, aku,Devano dan kawan kawan ku sedikit kewalahan. akhirnya pertandingan pun dimenangi oleh kawanan kaka kelasku, tim ku kalah, tapi tidak mengapa jawabku pada tim ku. Dan kaka kelas ku pun mengajak bersalaman padaku, ternyata dia sudah direncanakan ini adalah ide temanku, ya dia menyuruh kaka kelasku itu untuk melihat skill ku di lapangan. Wisnu Yudha Dharma nama kaka kelas yang mengajakku bertanding barusan, dia adalah ketua ekskul basket disekolah ku.

" wah kebetulan kalo gitu, nanti sore selepas pulang sekolah kamu bisa datang ke sekolah pukul 3, kita latihan bersama di sekolah, dan jangan lupa minta surat ke sekolah untuk mengikuti ekskul kami." ucap Wisnu.

" bagus juga permainanmu, kalo boleh kamu bisa bergabung dengan kami." jelas Wisnu kepadaku

" emang niat saya ingin bergabung ka, hehehe" jawabku.

Sore pun tiba , aku kesekolah bersama Devano dan berlatih basket dengan anggota ekskul yang lain, ketika itu saya diajari banyak hal oleh pelatih basket sekolah ku. Angkasa adalah nama kesatuan tim sekolahku. Lima bulan pun terlewati disibukan dengan latihan basket ku. Untungnya kedua orang tua ku menyetujui dan bahkan mendukungku untuk mengikuti ekskul basket.

" biar ada kerjaan" ucapnya.

"daripada hanya di rumah terus" lanjut nya lagi.

"iya yah, doain ya semoga Atma bisa jadi pemain terkenal suatu saat nanti" jawabku.

Hari demi hari ,bulan demi bulan,permainan basketku menjadi lebih baik. Hal ini pun membawakanku pada kejuaraan yang di adakan setingkat Provinsi.

" nih Ma surat izin buat ikut kejuaraan basket se-Provinsi." Ucap Wisnu sembari memberikanku selembar kertas.

" Makasih banyak bang." Jawabku.

Disisi lain aku pun sangat tertarik pada sains. Banyak lomba yang telah ku coba dalam bidang sains walaupun tidak pernah juara namun aku tidak pernah menyerah. Dan diwaktu yang sama ada perlombaan sains yang ingin ku ikuti tetapi sayang jadwalnya bertabrakan dengan kejuaraan basket se-provinsi. Aku yang kali pertama bisa mengikuti kejuaraan basket,meninggalkan lomba sains yang sangat tidak ingin terlewatkan.

"Priiiiitttt." Bunyi peluit tanda permainan dimulai.

Dengan sigap dan tangkas,aku bermain dengan sangat hati hati dan penuh percaya diri,menempatkan diri seolah olah adalah LeBron James. Wisnu, dia menjadi tim cadangan karena pelatih ingin tim nya punya power yang lebih saat permainan sudah sampai puncak. Devano, dia langsung bermain denganku ,aku dan Devano bermain dengan sangat apik. Tapi tim lawan lebih apik lagi!! Kami sedikit kewalahan ketika bertanding dengan SMA NUSA BANGSA, secara dari postur tubuh tim mereka lebih tinggi daripada tim ku.

Keringat pun bercucuran,letih cape tetapi semangat kami masih membara, begitu juga denganku, karena ini pertama kali nya dalam hidupku ikut andil membela timku pada kejuaraan bergengsi ini. Babak awal dimenangkan oleh tim lawan, mereka sangat gesit,cepat dan memiliki pertahanan yang cukup kuat. Babak ke dua pun berjalan demikian dengan score tim ku yang tertinggal selisih 23 poin dari tim lawan. Wisnu dan beberapa pemain lain masuk lapang pada babak ke 3, menggantikan ku dan Devano. Wisnu menjadi peluang ema stim kami ,dia sangat handal meguasai bola dan jagonya three point. Baru saja masuk lapangan ring lawan sudah beberapa kali di jebol oleh diri nya sendiri, aku sangat terpukau melihat permainannya. Di sela-sela waktu, pelatih kami memberikan masukan pada ku dan kawan lainnya.

"menang bukanlah segala nya dalam permainan bola basket, dibutuhkan dedikasi dan disiplin agar menjadi yang terbaik." Tegas pelatihku diwaktu istirahat.

Babak terakhir aku diperbolehkan lagi untuk mengisi lapangan, dan pada akhirnya tim ku memenangkan petandingan ini. Betapa gembiranya Ketika tim yang kami perjuangkan bisa memeproleh kemenangan. tapi belum sampai sini,ini hanya permulaan karena didepan sana masih banyak tim tim sekolah lain yang harus kami taklukan agar sampai pada puncak kejuaraan ini.

Sore hari di SMA ANGKASA, seperti biasa aku menjalani Latihan basket ku bersama anggota yang lain di sela sela petandingan kejuaraan. Wisnu memberiku beberapa masukan agar aku bermain lebih baik lagi, dan pelatih ku juga mempercayaiku. Aku berlatih keras kawan dekatku, Devano pun begitu.

"kalo ada waktu kamu bisa ke rumahku, untuk berlatih besama." Pesan Devano pada ponselku.

Kami berdua pun melatih kekuatan,daya tahan dan kelincahan Bersama agar bisa lebih kuat lagi dalam bermain ,sebagai Latihan tambahan dari sekolah. Beberapa pertandingan telah kami lewati. Kami harus melawan SMA GARUDA. Agar bisa masuk semi final. Pelatih timku melatih kami dengan sangat keras agar bisa bermain dengan kebih sempurna lagi.

" Atma, kenapa nilai kamu pada turun gini?" tanya bapa kepadaku dengan nada yang sedikit keras.

" Iya pak,maaf Atma terlalu mentingin kejuaraan basket." Jawabku.

"tapi Ma bakal lebih baik kalo keduanya di prioritaskan, memang agak sulit, tapi kan nilai sekolah untuk kelulusan kamu juga nantinya." Bapa menjawab dengan suara yang begitu lembut.

Bapaku memang manusia yang paling bijak yang pernah aku miliki perhatian dia tidak lebay ,dia sangat menegerti tentang keadaan anak anaknya, dibalik sikap dinginnya, dia adalah orang yang sangat peduli padaku setelah ibu. dengan bapa berbicara seperti itu membuat aku sadar bahwa nilai pun sangat penting dan tidak boleh di sepelekan. Akhirnya aku tidak mempunyai waktu luang, hari hari ku diisi dengan Latihan dan belajar di waktu senggang ketika di rumah agar nilai ku tidak turun lagi.

Perebutan semifinalpun sudah sangat dekat, aku menjadi lebih percaya diri lagi berkat masukan dan Latihan yang di berikan pelatih. hari itu pun tiba.Devano menyambahi rumahku untuk bernagkat ke tempat pertandingan Bersama, kita diantar oleh orang tua nya.

Riuh pun terdengar di telinga kami tanda para penonton bersorak sorai mendukung sekolah kebanggaan mereka. Sekolah kami pun dipanggil untuk segera memenuhi lapangan . permanain pun berjalan sengat lancar, walaupun ada sedikit kendala karena teman se-timku, dharma melakukan pelanggaran dengan sengaja menginjakan kaki pada kepala tim dari SMA GARUDA, Ketika selesai melakukan slam dunk . pada penhujung permainan aku baru dibolehkan untuk mengikuti permainan , Devano dan WIsnu menjadi partnerku sejoli ku, aku banyak memberikan poin lewat three point menggantikan Wisnu si jago nya three point . akhirnya tim kami menang dengan selisih score yang sangat jauh. Kami pun merasa bangga atas pencapaian kami bisa sampai semifinal.

Hari ke hari pun berlalu kami dihadapkan lagi dengan tingkatan yang lebih tinggi, yaitu kami memperebutkan final, kami bermain dengan sangat disiplin, karena kekompakan tim yang bisa membawa kami pada kemenangan. Permainan pun terasa begitu lama, aku ,Devano dan Wisnu sangat sangat kewalahan. Berbagai Latihan dan masukan dari pelatih sedikit sedikit mulai pudar karena ego kami yang tinggi ingin mencapai final, permainan pun menjadi buyar ,tak terkendali, pelatih terlihat begitu sangat marah kepada kami. Kami pun banyak melakukan kesalahan dalam permainan, alhasil akhrinya kami kalah dalam pertandingan . pupus harapan kami untuk melanjutkan perjuangan ini sampai ke tahap final.

" sering saya bilang, jangan mementingkan dulu ego,akhirnya begini. Tapi ta apa, kalian hebat sudah sampai pada tahap ini, saya yakin di kejuaraan selanjutnya kalian pasti bakal lebih bisa lagi mengontrol ego kalian masing masing." Tegas pelatih kamu dengan nada keras, tetapi tetap bangga karena bisa mencapai tahap semifinal.

" maafin aku bang, aku tadi mainnya kurang focus dan malah meninggikan ego ku pribadi." Ucapku kepada Wisnu.

" Sudah Ma, ta perlu disesali lagian kita udah berhasil sampai sini, artinya permainan kita sebelumnya sudah bagus." Jawabnya.

" Bener tuh kata bang Wisnu, lagian masih banyak kejuaraab yang bisa kita hadapi Ma, santai lah hehe." Pangkas Devano.

Sejak saat itu aku menjadi sangat sering melatih diriku dengan atau tanpa ekskul, disisi lain nilai k u terus turun karena aku benar benar fokus pada permainan basketku, dan mengabaikan kegiatan atau tugas sekolah. Bapa ku benar benar memarahiku karena sebelum sebelumnya dia sudah mengingatkan ku untuk tetap fokus juga pada pekerjaan sekolahku. Namun aku membuat kesalahan yang begitu fatal sehingga bapaku melarangku untuk bermain basket lagi. Padahal aku pernah di undang ke recruitment pemain baru untuk membela tim basket nasional , tetapi aku harus menempuh Pendidikan terlebih dahulu. Jadi nya recruitment tersebut ditunda untuk ku.

" makannya a, kalo bapa udah bilang tuh dengerin dan lakuin, nanti lagi jangan seperti ini, mamah yakin ko aa bisa ngelakuin yang terbaik." Ucapan yang menjadi penenang untuk ku.

Waktu pun terasa begitu cepat, kali ini aku sudah di penghujung masa SMA ku. Seharusny aku mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian ujian sekolah yang pasti nya tidaklah mudah untuk ku lewati. Aku termasuk anak yang sedikit bandel,kesalahan itu ku ulang lagi, padahal aku sudah diperingati untuk tidak lagi mengikuti ekskul basket, tetapi aku masih mengikuti nya secara diam diam karena ada kejuaraan lagi yang harus ku ikuti,aku berlatih lagi dengan serius.

"Kamu yaking mau ngikutin kejuaraan ini? Bukannya kamu udah di larang sama bapa ya?" tanya Devano kepadaku

"Gak apa apa, kali ini harus ku buktikan bahwa dibasket pun aku bisa berprestasi" jawabku kepadanya.

Latihan pun ku selesaikan dengan sangat berat, penantian sudah di depan mata. Tim ku main pukul 07.00 pagi, membuat kami harus berangkat dari malam sebelumnya mengingat pertandingan berada di luar kota. Aku pergi tanpa izin orang tuaku, aku hanya izin untuk menginap di rumah Devano.

Pertandingan pun di mulai, tim kami bermain pertama, melawan SMA MEGA MENDUNG . permainan dimulai dengan sangat kotor, mereka selalu melontarkan trash talking pada kami. Sehingga tidak sedikit dari tim ku ada yang terbawa emosi bahkan aku pun mengalami nya. Alhasil permainan pun sangat kacau. Mereka bermain menggunakan emosi dan bola pun tidak terkontrol dengan sangat baik.

"Dika , mainnya fokus jangan terbawa omongan mereka." Ucap Wisnu kepada rekan satu tim ku.

Aku pun merasa kan hal yang sama dengan rekan rekan satu tim ku, ya aku masuk dalam jebakan mereka, aku yang terbawa emosi tak sengaja memukul kepala salah satu tim SMA MEGA MENDUNG. Dan lapangan pun riuh para pemain cadangan turun kelapangan untuk melereai rekan rekan ku yang terlibat baku hantam dikarenakan oleh kejadian ku barusan. hal itu membuat ku di keluarkan dari lapangan. Aku hanya merenungi kesalahan ku yang begitu fatal sehingga membuat ku tidak bisa bermain lagi. Pelatih pun menghampiri ku, terlihat mimik wajah nya yang begitu ingin memuntahkan kemarahannya pada muka bersalahku, nasihat nasihat tersebuh masuk ke kepala ku. Dan rasanya aku semakin bersalah telah melakukan hal yang bodoh tadi. Tim kami pun kalah pada awal petandingan kami di kejuaraan itu, tim kami gugur.

Pulang dengan membawa banyak kesalahan, kesalahan karena telah membohongi kedua orang tua, kesalahan karena bermain dengan tidak fair. Seharusnya bisa lebih baik dari sebelumnya tapi kesalahan tidak pernah luput. Dengan raut wajah yang terlihat sedih aku lalu pulang ke rumah langsung dari tempat pertandingan ku, tanpa menyinggahi rumah Devano. Aku membawa banyak perlengkapan basket ku pada ransel yang ku bawa.

Ibu terheran melihat wajahku yang muram Ketika sesampai nya di rumah, " kenapa a, ko cemberut gitu?." Lantas aku hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan ibu. Lalu bapa datang sepulang kerja nya, dengan bodohnya aku menyimpan tas yang berisi perlengkapan basket ku di luar kamar sehingga Ketika bapa pulang, dia melihatnya. Saat itu pun bapa sudah mengerti aku telah melakukan apa, sejak saat itu bapa tidak pernah mengobrol dengan ku dia selalu diam bahkan Ketika aku bertanya kepadanya. Aku sadar aku telah melakukan kesalahan yang begitu besar. Nilai pun Kembali merosot, padahal ujian sudah didepan mata, tetapi entah mengapa semakin mendekati hari ujian diriku malah semakin malas untuk belajar. Kukira basket akan menjadi cahaya bagi ku untuk menuntun ku menuju kesuksesan, begitu mungkin yang memenuhi pikiran ku saat ini. Sejak seusai pertandingan itu aku selalu menyalahkan diriku sendiri atas apa yang terjadi dalam hidupku, dalam hal apapun itu.

Ujian pun tiba, aku tidak punya banyak persiapan untuk ini. Devano menghampiriku, dia bertanya apakah aku belajar untuk ini di rumah, lantas aku hanya diam dan tertawa. Devano mengakui bahwa dirinya pun tidak mempersiapkan hal ini. Aku mengerjakan lembar demi lembar dengan sangat tidak percaya diri.

" nih Ma, ada contekan hihi, mau ga." Bisik Devano ketika ujian sedang berlangsung.

" engga ah, aku ga biasa mencontek hahaha." Membalas bisikan Devano. Karena aku tidak biasa mencontek dan aku hanya mau mengisi lembaran lembaran soal ujian itu dengan kemampuanku sendiri. Hari hari ujian pun ku lewati dengan rasa penuh tidak percaya diri. Karena nilai ku yang terus anjlok aku pun tidak termasuk siswa elegible, padahal masuk perguruan tinggi lewat jalur SNMPTN adalah salah satu impian ku, tapi harapan itu harus pupus karena kesalahanku. Hasil ujian pun di umumkan, aku tidak menyangka nilai ku tidak terlalu buruk, tetapi tetap saja tidak membuat hari ku menjadi lebih baik karena aku tidak bisa mengikuti SNMPTN. Aku hampir saja menyerah dihantui oleh rasa bersalahku. Sehari harinya aku hanya aku hanya bediam diri di kamar dan tak tahu harus melakukan apa lagi.

Sinar matahari menyoroti mata ku, membuatku terpejam. Lalu aku mandi untuk pergi ke sekolah, di sekolah wajah ku selalu murung rasa nya tidak ada lagi harapan untuk masuk PTN.

" udah lah Ma , gausah terlalu kecewa karena gabisa mengikuti SNMPTN." Ucap Devano yang seakan akan ingin memberi semangat.

" Tapi SNMPTN itu salah satu impian ku biar masuk perguruan tinggi negri Dev." Jawabku.

"kan masih ada jalur SBMPTN Ma , kenapa kamu ga coba memperjuangkannya." Devano memberiku saran agar mengikuti SBMPTN.

"tapi aku ga percaya diri kalo ikut SBMPTN." Jawabku.

" ah kamu, masa lupa sih sama perkataan aku waktu kita baru kenal." Devano yang berusaha mengingatkan ku pada perkataannya yang pernah dia berikan kepada ku.

Ku jawab dengan sigap, " jangan pernah bilang gabisa sebelum mencoba hahahahaha."

Karena ucapan Devano, aku pun menjadi percaya diri untuk mengikuti SBMTPN, dan semakin sadar bahwa harapan tidak hanya ada pada satu jalan. Melihat aku belajar lagi dengan serius, bapa sedikit sedikit mulai mendukung ku lagi.

"kalo ada kebutuhan untuk kamu belajar, bilang aja sama bapa ya.' Ucap bapa ku sembari menyemir sepatunya.

" makasih pa, nanti Atma juga bilang ko kalo ada butuh," jawabku dengan rasa gembira.

"aku harus bisa mengangkat derajat keluarga ini,jangan sampai aku hanya menjadi beban bagi mereka" ucapan hatiku mengatakan begitu. Tiada hari yang kulewati tanpa belajar. Siang dan malam aku berada di hadapan buku, untuk melatih kemampuan ku mengerjakan soal soal yang diharapkan keluar pada saat SBMPTN nanti. Aku pun mendaftar kan diri untuk mengikuti SBM. Setelah penantian yang cukup singkat aku pun dihadapkan pada soal soal untuk memenuhi syarat agar lolos SBMPTN dengan sempurna.

Hari itu aku diisi oleh perasaan yang sangat gembira karena soal soal yang telah ku pelajari Sebagian ada pada lembar soal SBMPTN. Percaya diri Kembali hinggap padaku. Dan hal itu juga mengantarkan ku pada gerbang Perguruan Tinggi Negri yang ku idam idamkan, aku lolos SBMPTN dengan hasil yang memuaskan.


Aku sangat berterimakasih pada Tuhan karena telah membukakan jalan yang baru untuk mencapai apa yang aku harapkan. Aku diterima di PTN yang aku impi-impikan. Orang tua ku ikut bangga melihat perjuangan yang telah aku lewati. Tentunya yang paling penting dukungan dan doa orang tua yang bisa mengantarkan mu pada apapun yang kamu mau ,walaupun tidak banyak dukungan secara materil, tetapi mereka mendidik ku dengan sangat baik. Dan Devano, dia berkuliah di luar negri, meski begitu aku tidak merasa minder pada nya, karena dia lah salah satu orang yang ikut membantu ku hinnga aku bisa menempuh jalan ini.


Walaupun harapanku menjadi pemain basket profesional telah pudar, tapi aku bisa mengenyam Pendidikan yang lebih tinggi . dan aku fokus untuk belajar agar apa yang aku impikan lagi bisa terwujud. Aku berkuliah sambil membuka kedai kopi Bersama teman teman baru di bangku kuliah ku,Limon dan Pramudya mereka adalah partner bisnis kedai kopi kami. Agar orang tua tidak begitu terbebani untuk membayar uang semester kuliah. Kedai kopi pun semakin ramai bahkan omzet nya bisa lebih dari cukup untuk membiayai diri sendiri dan membayar uang semesterku. Akhirnya aku dan partner memutuskan untuk membuka cabang.
Dengan berkat Allah SWT , doa orang tua yang maha dahsyat , dan tentunya perjuangan ku, bisa mengantarkan ku menjadi seperti saat ini. kini aku adalah mahasiswa tingkat akhir yang sebentar lagi akan lulus. Setelah menjalani perjuangan yang sangat Panjang, akhirnya aku lulus dan bangga nya lagi aku lulus dengan predikat cumlaude dengan IPK 3,8. Ketika aku lulus banyak pekerjaan yang menawari ku untuk bergabung. Dan aku memutuskan untuk mengambil pekerjaan di salah satu perusahaan motor. Aku tentunya meninggalkan usaha yang sudah aku rintis bersama kedua kawanku. Tapi mereka masih membuka bisnis tersebut dan kabar terakhir yang aku dapat Limon pun sudah bekerja di salah satu perusahaan milik negara, Pramudya melanjutkan bisnis kopi kami, dan memiliki banyak karyawan, sekarang Pramudya jadi boss nya hahaha. Devano,aku belum mengetahui lagi kabarnya saat ini, kabar terakhir kali yang aku dapat Ketika kami sama sama kuliah.


Tentunya hal ini tidak begitu saja aku dapatkan, diperlukan perjuangan dan pengorbanan untuk mengejar semua yang aku inginkan ikhtiar yang kuat, dengan doa orang tua juga tentunya. Pada akhirnya Perjuangan ku ini membuahkan hasil dan aku telah mengangkat derajat keluargaku, tapi perjuangan belum sampai disini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun