Mohon tunggu...
Febriantono Eddy Putranto
Febriantono Eddy Putranto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis yang senang membagikan artikel, karena Ilmu semakin dibagi akan semakin bertambah

Seorang Dokter Residen yang sedang melanjutkan S2 Spesialis di Jawa Timur. Tertarik dalam banyak topik, khususnya mengenai kesehatan, fiksi, ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen Fiksi] Mengurung Musuh Tak Kasat Mata

20 Agustus 2020   22:55 Diperbarui: 20 Agustus 2020   22:57 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak bisa diam saja. Dengan seluruh kekuatan badanku, aku hubungi temanku untuk membantuku memeriksakan diriku. Tidak ada yang berani menemuiku. Seperti zaman-zaman dahulu kala ketika ada penyakit yang menular, aku dikucilkan. Aku hanya bisa memohon ampun atas kesalahan-kesalahanku yang pernah aku perbuat.  

Lalu aku hubungi rumah sakit terdekat. Aku minta tolong untuk dilakukan pemeriksaan virus itu.

Tidak lama kemudian ambulan datang ke depan rumahku. Ada orang berbaju Hazmat mengetok pintu depan. Dengan sangat hati-hati, istriku membukakan pintunya untuk mempersilahkan orang tersebut masuk dan mengambil sampel swab dari dalam tenggorokanku melalui hidung dan mulut. 

Eugh, ketika tongkat berkapas tersebut dimasukkan rasanya aku mau muntah dan tanpa sengaja menitikkan air mata. Rasanya aneh sekali ada tongkat yang melintir ditengah-tengah kepalaku.

Setelah mereka pulang, aku mengurung diri di kamar tersendiri. Aku dan istriku hanya bisa berhubungan lewat aplikasi telekomunikasi. Dengan teknologi zaman sekarang, rasanya terobati dapat melihat wajahnya dari layar ponsel canggihku. Aku bisa melihat kebingungan dan kesedihan yang tercermin di mimik mukanya. Aku berikan senyuman terindahku dan lawakan-lawakan jayusku agar dia tetap terhibur.

Unik memang rasanya dikunci didalam kamar sendiri. Serasa tahanan. Makanan pun diantarkan di depan pintu, lalu aku buka supaya bisa ambil makanannya sendiri. Selesai makan, piring kotornya ku keluarkan hanya di depan pintu. Istriku mengantar dan mengambil makanannya dengan sarung tangan plastik, begitu pula denganku.

Jam-jam menunggu hasil swab keluar sangat mendebarkan. Badanku lemas, nafasku sudah semakin sesak.

Lalu hasilnya tiba.

Dan leherku serasa tercekik.

Aku letakkan kembali ponselku. Kumatikan, lalu kunyalakan kembali, hanya untuk melihat tidak ada perubahan dari tulisan tersebut.

"Ambulans akan datang menjemput anda dalam waktu 30 menit".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun