Pendahuluan
Komoditi singkong menjadi salah satu objek pertanian yang harus ditingkatkan produksinya, baik sebagai farietas pangan berbsis sumber daya lokal selain dari padi dan jagung maupun sebagai produk olahan yang dapat dikembangkan menjadi bermacam jenis produk olahan.Â
Peningkatan produksi singkong menjadi sumbangsih ketahanan pangan nasional, di mana singkong telah menjadi salah satu farietas pangan yang berbasis pada sumber daya lokal. Singkong (Manihot esculenta) merupakan sumber bahan makanan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung.Â
Singkong tidak memiliki periode matang yang jelas, akibatnya periode panen dapat beragam sehingga dihasilkan singkong yang memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda – beda. Tingkat produksi, sifat fisik dan kimia singkong akan bervariasi menurut tingkat kesuburan yang ditinjau dari lokasi penanaman singkong (Anonim, 2014).
Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Singkong, pada awalnya ditanam untuk diambil umbinya dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan, namun seiring berjalannya waktu singkong dimanfaatkan sebagai bahan pakan dan industri.Â
Selain dapat dikonsumsi langsung dalam berbagai jenis makanan, yakni singkong rebus, singkong bakar, singkong goreng, kolak, keripik, opak, dan tape, singkong juga dapat diolah menjadi produk antara (intermediate product), seperti gaplek dan tepung tapioka (Rukmana, 1997).
Kabupaten Jember sebagai salah satu kabupaten penghasil singkong di Jawa Timur, dituntut untuk selalu meningkatkan produksi singkong, mengingat singkong telah menjadi salah satu jenis pangan yang mendukung ketahanan pangan nasional, dan telah menjadi bahan utama dari beberapa jenis makanan olahan.
Tututan untuk meningkatkan produksi singkong harus disertai dengan kebijakan regulasi yang mengarah pada perlindungan petani singkong. Kebijakan regulasi inilah yang nantinya akan menjamin terwujudnya kesejahteraan petani singkong di Kabupaten Jember.
Kabupaten Jember memiliki berbagai komoditas potensial di sektor pertanian, salah satunya adalah singkong (Tanuwijaya, 2013). Hal tersebut tampak dari produktivitas dan jumlah produksi singkong di Kabupaten Jember yang cukup tinggi.Â
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember diketahui bahwa produktivitas dan jumlah produksi singkong pada tahun 2012 berturut-turut sebesar 174,40 kw/ha dan 478.030 kw dengan total luas panen sebesar 2.471 ha (Badan Pusat Statistik, 2013). Sebaran potensi singkong di Kabupaten Jember cukup merata, yakni terdapat pada 28 kecamatan dari 31 kecamatan pada kabupaten tersebut, antara lain: kecamatan Kencong, Gumukmas, Puger, Wuluhan, Ambulu, Tempurejo, Silo, Mayang, Mumbulsari, Ajung, Rambipuji, Balung, Semboro, Jombang, Sumberbaru, Tanggul, Bangsalsari, Panti, Sukorambi, Arjasa, Pakusari, Kalisat, Ledokombo, Sumberjambe, Sukowono, Jelbuk, Kaliwates, Sumbersari dan Patrang (Badan Pusat Statistik, 2013; Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, 2013).
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian kandungan gizi dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta) berdasarkan umur panen diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Protein dalam 0,5 gram bahan yakni:
Sampel
Berat sampel (g)
Titrasi
blangko (ml)
Titrasi
sampel (ml)
N. HCl
Kadar
Protein
(%)
Singkong varietas
Adira
0,5179
0,14
0,94
0,01
2,45
Â
Â
0,80
Â
Â
Singkong varietas
Bogor
0,5111
0,14
0,68
0,01
1,88
Â
Â
0,70
Â
Â
Pada tabel di atas, hasil analisis kadar protein untuk dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar protein singkong varietas adira cukup tinggi dibandingkan dengan varietas bogor. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut.
Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Lemak dalam 5 gram Bahan.
Sampel
Berat sampel
(gram)
Berat labu
lemak kosong
(gram)
Berat labu
lemak setelah
oven (gram)
Kadar
Lemak
(%)
Singkong varietas
Adira
5,0632
158,3083
158,3505
0,83%
Singkong varietas
bogor
5,0404
162,8406
162,8914
1,00%
Pada tabel di atas, hasil analisis kadar lemak untuk dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar lemak singkong varietas bogor cukup tinggi dibandingkan dengan varietas adira. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut.
Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Abu Singkong (Manihot esculenta)
Sampel
Berat Sampel
(gram)
Berat cawan
setelah tanur
(gram)
Berat cawan
kosong (gram)
Kadar abu
(%)
Singkong varietas
Adira
2,5849
20,3241
20,3068
0,66%
2,5230
23,3023
23,3189
Singkong varietas
Bogor
2,6019
20,3241
20,6961
0,69%
3.1670
21.9689
23,3189
Pada tabel di atas, hasil analisis kadar abu untuk dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta), didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda yakni kadar abu singkong varietas bogor sebesar 0,69%, sedangkan varietas adira sebesar 066%. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut.
Tabel 4. Hasil Analisis Serat Kasar Singkong (Manihot esculenta)
Sampel
Berat
Sampel (gram)
Berat
Kertas saring (gram)
Berat
Setelah oven
Berat
Cawan kosong
Berat
setelah
tanur
Kadar
Serat
Kasar
Singkong varietas
Adira
0,4115
1,1820
1,1850
22,9543
22,9558
0,73%
Singkong varietas
Bogor
0,4026
1,4223
1,4246
22,2463
22,2484
0,57%
Pada tabel di atas, hasil analisis serat kasar untuk dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar serat kasar singkong varietas adira cukup tinggi dibandingkan dengan varietas bogor. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut.
Tabel 5. Hasil Analisis kadar air singkong (Manihot esculenta)
Sampel
Berat sampel (gram)
Berat kering (gram)
Berat cawan (gram)
Kadar air (%)
Singkong varietas
Adira
2,5849
21,1135
20,3068
66,20%
2,5230
24,2216
23,3023
Singkong varietas
Bogor
3,1670
23,4047
21,9478
53,99%
2,6019
21,8910
20,6961
Pada tabel di atas, hasil analisis kadar air untuk dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar air singkong varietas adira cukup tinggi dibandingkan dengan varietas bogor. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut.
Tabel 6. Hasil Perhitungan Proximat % Karbohidrat
Sampel
% Protein
% Lemak
% Abu
% Air
% Serat Kasar
Karbohidrat
Singkong varietas
Adira
2.45
0.83
0.66
66,20%
0,73
29.17
Singkong varietas
Bogor
1.88
1.00
0.69
53.99
0.57
46.87
Pada tabel di atas, hasil analisis perhitungan proximat karbohidrat untuk dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar karbohidrat singkong varietas bogor cukup tinggi dibandingkan dengan varietas adira. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan, bahwa kandungan gizi pada singkong (Manihot esculenta) dengan berdasarkan umur panen dalam 40 gram bahan. Singkong varietas Adira dengan umur panen pendek (7 bulan) mengandung kadar Protein 2,45%, Lemak 0,83%, Abu 0,66%, Air 66,20%, Serat Kasar 0,73, dan Karbohidrat 29,13%. Sedangkan singkong varietas Bogor dengan umur panen panjang (12 bulan) mengandung kadar Protein 1,88%, Lemak 1,00%, Abu 0,69%, Air 53,99%, Serat Kasar 0,57% dan Karbohidrat 41,87%. Varietas Adira memiliki kandungan gizi yang relatif berbeda dari varietas Bogor. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perbedaan adalah perbedaan varietas, lingkungan tempat tumbuh (tanah, iklim), umur panen dan penanganan pasca panen.
Waktu panen yang paling baik adalah pada saat kadar karbohidrat mencapai tingkat maksimal. Bobot umbi meningkat dengan bertambahnya umur panen, sedangkan kadar pati cenderung stabil pada umur 7-9 bulan. Hal ini menunjukan bahwa umur panen singkong fleksibel. Singkong yang berumur pendek berarti usia sejak mulai tanam sampai musim panen relatif lebih singkat yakni berumur antara 5-8 bulan.Â
Dalam seusia itu singkong dapat dipanen dengan hasil maksimal. Andaikata panennya ditunda atau diperpanjang dari usia sebenarnya akan timbul masalah yakni umbinya banyak berkayu. Jenis kedua yakni singkong yang berumur panjang antara 9-10 bulan. Bila dipanen sebelum usia tersebut, hasilnya mengecawakan karena umbinya kecil-kecil dan kandungan patinya sedikit. Jadi, paling tepat dipanen setelah berumur 12-18 bulan. Melebihi usia ini, hasilnya akan berkurang dan umbinya banyak yang berkayu (Roja, 2009).
Singkong tidak memiliki periode matang yang jelas karena ubinya terus membesar. Akibatnya, periode panen dapat beragam sehingga dihasilkan ubi kayu yang memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Sifat fisik dan kimia pati seperti bentuk dan ukuran granula, kandungan amilosa dan kandungan komponen non pati sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, kondisi tempat tumbuh dan umur tanaman (Rubatzky, 1998). Hasil analisis kandungan gizi pada dua jenis varietas singkong (Adira dan Bogor) terlihat hasil yang berbeda. Pada singkong varietas Adira memiliki kandungan gizi tertinggi yakni pada kadar air (66,20%), protein (2,45%) dan kadar serat (0,73%). Sedangkan pada varietas bogor memilki kandungan tertinggi pada kadar lemak (1,00%), kadar abu (0,69%) dan kadar karbohidrat (46,87%).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Singkong varietas Adira dengan umur panen 7 bulan diperoleh analisis kadar air 66,20%, lemak kasar 0,83%, protein kasar 2,45%, serat kasar 0,73%, kadar abu 0,66%, dan karbohidrat 29,17%. Sedangkan singkong varietas Bogor dengan umur panen 10 bulan diperoleh analisis kadar air 53,99%, lemak kasar 1,00%, protein kasar 1,88%, serat kasar 0,57%, kadar abu 0,69%, dan karbohidrat 46,87%.
SARAN
- Diharapkan agar masyarakat dapat mengkonsumsi singkong beradasarkan kandungan gizi dari setiap varietas dan dapat mengetahui waktu panen yang tepat.
- Diharapkan Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengaplikasi produk yang cocok berdasarkan kandungan gizi dari dua varietas singkong tersebut.
Â
Daftar Pustaka
- Angipora, M. P. (2002). Pengembangan Produk Pangan Fungsional Berbasis Ubi Kayu dalam Menunjang Ketahanan Pangan. MANAJEMEN PEMASARAN,Dasar-Dasar Pemasaran / Marius P. Angipora, 2002(2002), 1–99.
- Feliana, F., Laenggeng, A. H., & Dhafir, F. (2014). Kandungan Gizi Dua Jenis Varietas Singkong (Manihot esculenta) Berdasarkan Umur Panen Di Desa Siney Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal E-Jipbiol, 2(3), 1–14.
- Ii, B. A. B., & Singkong, A. (2017). Pengaruh Konsentrasi Ragi …, Ilham Putra Kholiq, Fakultas Pertanian UMP, 2017. 7–27.
- Nasir, M. A., & Wardhono, A. (2018). Studi Kelembagaan Perdagangan Singkong Di Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember. Bisma, 12(3), 361.
- Purnomo, B. H., Subayri, A., Kuswardhani, N., Teknologi, J., Pertanian, H., Pertanian, F. T., & Jember, U. (2015). MODEL SISTEM DINAMIK KETERSEDIAAN SINGKONG BAGI INDUSTRI TAPE DI KABUPATEN JEMBER System Dynamic Model of Cassava Supply for Fermented Cassava Industries in Jember Regency. 09(02).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H