Dalam perkembangan selanjutnya, dengan adanya pandemi Covid-19 pada tahun 2020 sampai tahun 2022 dimana digitalisasi sistem pembayaran meningkat dengan pesat di berbagai sektor, penggunaan KKP untuk pengelolaan APBN juga mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu signifikan. Peluncuran KKP Domestik dan pembayarannya menggunakan QRIS pada tahun 2022 menambah pilihan Satker untuk bertransaksi cashless selain KKP konvensional.
Pada tahun anggaran 2023, untuk meningkatkan transaksi baik UP Tunai, KKP konvensional dan KKP Domestik, proporsi UP Tunai tetap 60% sedangkan 40% terbagi untuk UP KKP konvensional dan KKP Domestik dengan memberikan kebebasan kepada Satker untuk menentukan proporsi KKP tersebut.
Dengan proporsi tersebut, diharapkan Satker secara konsisten dapat menggunakan KKP dalam pengelolaan UP di lingkup Satker masing-masing. Namun apabila Satker masih memerlukan perubahan porsi antara UP Tunai dan UP KKP, maka Satker dapat mengajukan dispensasi ke Kanwil Ditjen Perbendaharaan di tingkat provinsi yang diberikan secara selektif.
Sejauh mana penggunaan KKP secara nasional? Berdasarkan data per 31 Agustus 2023, sampai saat ini terdapat 3.665 Satker Pengguna KKP dengan nilai transaksi KKP konvensional dan KKP Domestik sebesar Rp638 miliar. Penggunaan KKP ini masih cukup rendah apabila dibandingkan dengan jumlah total Satker sebanyak 18.937 dengan total UP/TUP sebesar Rp5.613,54 miliar, yaitu hanya sebesar 11,37%, sedangkan untuk UP tersebut masih di-revolving setiap bulan. Bandingkan dengan total realisasi APBN per 31 Agustus 2023 untuk keseluruhan belanja barang dan belanja modal yang telah mencapai Rp311,48 triliun, yang pembayaran tagihannya menggunakan mekanisme LS dan UP.
Proporsi UP KPP yang ditetapkan sebesar 40% dari total UP Satker dengan harapan Satker dapat mengimplementasikan cashless melalui KKP, ternyata belum tercapai. Â Dari data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata Satker melakukan revolving UP Tunai dengan frekuensi yang lebih sering, daripada revolving UP KKP. Â
Bagaimana dengan implementasi transaksi Digital Payment (Digipay)? Berdasarkan data per 31 Agustus 2023, secara nasional terdapat 8.056 Satker dan 4.368 vendor yang sudah teregistrasi Digipay. Sedangkan untuk transaksi Digipay, sampai saat ini terdapat 8.182 transaksi dengan total nilai sebesar Rp441,507 juta dimana nilai transaksi terkecil Rp2.000,00 dan nilai transaksi terbesar Rp158,2 juta.
Dibandingkan jumlah Satker secara keseluruhan yaitu 18.937 Satker dari 89 Kementerian Negara/Lembaga, baru 42,5% Satker yang teregistrasi Digipay. Jadi dapat dikatakan bahwa implementasi Digipay masih rendah dan belum berjalan efektif, padahal penggunaan Digipay dapat mempermudah Satker dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk keperluan operasional sehari-hari, selain dapat memberikan kesempatan kepada vendor  selaku UMKM untuk berkontribusi dalam penyediaan barang dan jasa pemerintah.Â
Selanjutnya terkait penggunaan Cash Management System (CMS) berkenaan dengan implementasi virtual account, secara nasional sampai akhir triwulan II tahun 2023 dari 21.578 rekening virtual yang sudah dibuka, baru 10.188 rekening virtual yang tercatat telah menggunakan CMS, yaitu sebesar 47%. Sementara itu, 11.390 rekening virtual yaitu sebesar 53% belum menggunakan fasilitas CMS sama sekali.
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan CMS oleh Satker juga masih menunjukkan angka yang rendah, mengingat modernisasi rekening pengeluaran telah diluncurkan lebih dari 2 (dua) tahun lalu dan seharusnya CMS sudah digunakan dalam transaksi pengelolaan APBN. CMS yang merupakan pengembangan dari internet banking seharusnya dapat dilaksanakan.
Benarkah Satker Pengelola APBN 'Lebih Menyukai' Transaksi Tunai daripada Cashless?
Dari kondisi yang telah dijelaskan di atas, dapat diketahui adanya sebuah fenomena yang menarik terkait implementasi budaya cashless dalam pengelolaan APBN pada lingkup Satker Pengelola APBN yang tersebar di seluruh Indonesia, dimana secara keseluruhan menunjukkan tren yang sama yaitu masih rendahnya minat Satker dalam mendukung budaya cashless, dan sebaliknya mindset dalam menggunakan uang tunai masih tinggi.