Mohon tunggu...
Febby Litta
Febby Litta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dreamer

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Kasih Usang

4 Oktober 2015   13:47 Diperbarui: 4 Oktober 2015   13:54 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami menikah. Dengan bantuan saudara yang tinggal di desa di pinggiran kota, masing-masing dari kami mendapatkan kartu identitas baru. Kami menikah secara resmi di KUA tetapi dengan identitas baru. Nama tetap sama. Lainnya palsu.

Pernikahan sederhana, hanya disaksikan oleh beberapa teman dekat. Dengan wali nikah pejabat setempat. Orang tuaku maupun orang tuanya tidak ada yang tahu. Tak aku ijinkan mereka tahu. Takut mereka mendapat serangan jantung lalu mati di tempat.

Tak ada perayaan, pun pelaminan. Diijabkan, tanda tangan, lalu pulang. Mudah dan cepat namun tetap menelan biaya yang banyak. Mereka, para pejabat itu tahu benar kelemahan kami. Memanfaatkan apa yang bisa dimanfaatkan. Aku harus berhutang sana-sini dan berbohong pada keluargaku untuk mendapatkan biayanya. Sedangkan dia? Aku tak bisa mengandalkannya.

Entah pernikahan apa ini namanya. Asli atau palsu. Aku tak lagi memikirkannya. Yang aku pikirkan saat ini adalah bagaimana bisa bertahan hidup dan menyiapkan kelahiran anak pertama kami.

***

Aku memanggilnya Kemuning. Ku pandangi wajahnya dalam hening, dia begitu mirip dengan ayahnya. Hidungnya, bibirnya, matanya, rambutnya mirip ayahnya. Hanya kulitnya saja yang sama denganku berwarna kuning.

Persalinan berjalan lancar. Aku masih cukup bugar. Semua kesakitan hilang mendengar tangisnya yang menggelegar. Aku timang dia dengan sayang. Kuciumi sepuas hati karena tiga hari lagi aku harus melepasnya pergi.

Kami sudah menemukan orang tua untuknya. Masih ada hubungan saudara dengan suamiku. Mereka kelihatan baik. Suami istri yang sudah mapan namun belum memiliki keturunan. Mereka bersedia mengadopsi anak kami namun tetap mengijinkan kami menjenguk dan mengetahui perkembangannya. Tentu saja sebagi om dan tantenya.

Menurutku ini yang terbaik. Kemuning akan dibesarkan oleh orang yang tepat. Kami belum sanggup membesarkannya. Hutang semakin menumpuk. Suamiku masih kuliah sedang aku baru lulus belum bekerja.

***

Setengah tahun sudah aku bekerja di Ibu Kota. Kelahiran Kemuning membawa keberuntungan padaku. Aku mendapat pekerjaan 3 bulan setelah melahirkannya. Meskipun harus pergi jauh meninggalkan suamiku, bagiku tak apa. Gajinya lumayan. Dalam dua bulan saja aku bisa melunasi semua hutang-hutangku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun