"Aku takut melawan Harimau Muda," tutur Landak, meringkuk dalam persembunyiannya.
Orangutan dan Kancil hanya bisa mengingatkan hewan-hewan lain akan bahaya yang mengancam, tanpa bisa beraksi. Tenggelam oleh kelemahan nan rentan dan benteng egoisme berselimutkan keserakahan.
"Semua sudah buta dan lumpuh!" teriak Orangutan dengan putus asa. "Kita melihat tapi membiarkan penghancuran!"
"Halah kamu iri. Coba kau dapat bagian, kau tak akan bilang begitu. Biarkan saja atau kau minta jatahmu kalau kau bisa masuk lingkaran mereka," sinis Landak.
Buta dan lumpuh sudah penghuninya. Maka eksploitasi alam terus berlanjut oleh pembangun. Mereka dapat remah-remah, sementara daging untuk pembangun dan penguasa.
Savana semakin rusak, sumber daya semakin menipis. Pemandangan tandus dan gersang dari segala arah.
Lalu bencana datang. Kemarau berkepanjangan melanda savana, diikuti oleh kebakaran hutan yang dahsyat. Api melahap segalanya, meninggalkan jejak hitam dan kepulan asap yang menyesakkan.
Hewan-hewan berlarian panik, mencari perlindungan yang tak mereka temukan. Banyak yang mati terpanggang, terjebak dalam kobaran api yang tak kenal ampun. Savana berubah menjadi neraka.
***
Savana oh savana. Ia hanya hamparan kering, hitam, dan berbara. Sungai-sungai telah menguap dan mengering. Â Hewan-hewan tercerai-berai, terusir dari rumah mereka, atau mati kelaparan.
Harimau Muda, yang dulu berkuasa, kini jatuh miskin. Ia mengaum di bukit kesenyapan. Sesekali turun mencari mangsa-mangsa lemah penuh amarah dan bara luka kejatuhan.