Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Yang Berjuang di Balik Sunyi

19 Agustus 2024   20:54 Diperbarui: 19 Agustus 2024   21:10 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri/Desain by bing image

***
Maya duduk di kamar kosnya yang sempit, ditemani oleh cahaya lampu belajar yang redup. Buku-buku teks berserakan di sekitarnya, membentuk benteng yang mengurungnya. Menjadi penjara bagi jiwanya yang semakin kecil dan terhimpit.

"Aku seperti ketarik dalam lautan," batinnya, menatap kosong ke buku yang terbuka. "Aku sesak sekali. Lelah sekali."

Maya mulai menarik diri dari teman-temannya. Ia menolak ajakan makan malam, nonton film, atau sekadar mengobrol santai. Ia mudah lelah. Tatapan dan obrolan teman-teman, baginya terasa menguras energinya. Ia lebih memilih menyendiri, menenangkan diri. Interaksi dengan teman-teman dirasa semakin menenggalamkannya.

Lalu kelelahan jiwa itu mengakibatkan Maya melakukan kesalahan fatal saat memberikan anestesi pada seorang pasien. Untungnya, kesalahan itu segera terdeteksi dan pasien selamat. Namun, bagi Maya, kejadian itu menjadi pukulan telak. Ia merasa sangat malu dan bersalah. Ia merasa tidak mampu.

"Aku enggak pantas menjadi dokter," isaknya menghakimi diri dalam kesendirian kamarnya. Air mata membasahi dasternya. "Aku hanya akan membahayakan pasien-pasienku."

Rasa putus asa semakin menghimpit Maya. Maya merasakan sekali dirinya seperti pelampung yang terus tenggelam tapi berusaha naik ke permukaan.

***

Maya berjalan menyusuri koridor rumah sakit, namun langkahnya terasa berat. Ia tidak berani menatap teman-temannya akibat kesalahan memberikan anestesi. Kesalahan adalah penghakiman. Kakinya terus ketarik ke dalam lautan yang terus ia lawan agar kuat.  Wajahnya pucat pasi, senyum yang dulu selalu menghiasi bibirnya kini lenyap sudah, digantikan oleh ekspresi getir yang memilukan.

"Maya, kamu baik-baik saja?" suara dr. Indra menghentikan langkahnya.

Maya mendongak, berusaha mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya untuk memberikan jawaban yang meyakinkan. "Saya baik-baik saja, Dok," ucapnya lirih, suaranya bergetar.

Dr. Indra menatapnya dengan tatapan penuh, namun Maya buru-buru mengalihkan pandangannya. Ia tidak ingin siapa pun melihat kelemahannya, tidak ingin siapa pun tahu betapa lemahnya ia kini. Ia harus kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun