Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Namaku Ribut Pribumi

2 April 2017   16:06 Diperbarui: 4 April 2017   15:15 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ribut Pribumi lalu menoleh kepada Adem Pribumi, minta sokongan.

"Gimana, Ni. Arab benar-benar pergihhh. Gak bisa diandalkan," nelangsa Ribut Pribumi.

"Sekarang cuma Asing satunya lagi ini yang mau terlibat dengan Indonesia secara besar-besaran. Asing ini yang Ribut Pribumi curigai karena punya reputasi dan sejarah tak sedap. Tak bisa lagi mengandalkan Arab karena Arab udeh tak percaya, padahal kami percaya. Semprul. Sementara Amerika, pribumi sudah tak percaya. Sudah pribumi tinggalkan. Mengecewakan Amerika itu. Kapitalis serakah. Kini Asing ini harapan ya?"

"Tapi Asing ini, kapitalis juga lho. Ngakunya aja, gak. Beda dengan Amerika yang ngaku dirinya kapitalis. Asing yang mau terlibat dengan Indonesia ini ngakunya aja gak kapitalis padahal perbuatan kapitalis," kata Adem Pribumi.

"Nah Adem Pribumi, bagaimana menaruh harapan dan kepercayaan pada Asing ini agar tak ribut kami? Mereka punya modal, skill, dan mental baja! Paket klop buat menggilas pribumi.

"Kepercayaan masih sulit diberikan. Sulit. Rasanya memberikan kepercayaan pada mereka seperti melepas iman di dada lalu menaruh iman pada Asing. 😱😱😱"

"Coba dimengerti, Asing yang terlibat kerja sama kita ini tentu tak mau terlibat kalau tak ada untung besar. Setuju? Gak level untung receh kan? Nah, yang dikhawatirkan, terancam, tertindasnya ketika keuntungan besar yang dicari ini akan mengorbankan pribumi, menelantarkan, tak diberdayakan, dipinggirkan, tak dilibatkan. Asing ini lebih dicurigai mentingkan diri, pengusaha, perusahaan, sekelompoknya, dan masa bodoh sama pribumi. Hukum dan watak kapitalis ya gitu, yang ngasih modal besar ya untung besar. Hasil didepat sesuai usaha dan kemampuan. Jangan harap lebih diluar kemampuan. Betul?"

"Tapi ini negeri kami, bro. Mbok ya, kami dapat besar. Kami harusnya yang sejahtera. Hasil dibagi adil. Rata. Gak timpang," sangkal Ribut Pribumi.

"Kalo kalian dapat besar, minta adil, rata, bolehlah. Tapi mikir-mikir dulu itu. Karena mereka juga punya kepentingan ekonomi, maklumlah mereka mikir kepentingan mereka sendiri. Masak mereka mikir kepentingan pribumi. Itu bukan tugas mereka. Itu tugas negara kita.

"Mereka juga punya tugas mikir masyarakatnya sendiri. Jadi, negara kita bagian memikirkan masyarakat sendiri. Jangan minta mereka harus mikirin juga rakyat kita. Duh, jangan naif deh kalo mereka dituntut mikirin rakyat kita juga. Itu tugas negara kita, Mas Bro. Mereka berbisnis, sesuai aturan dan mana menguntungkan. Lu jangan naif ya. Maklum itu. Zaman kini muter karena ekonomi. Kalo gak, ayam bisa mati di lumbung padi!"

"Gimana maksudmu, 'ayam mati di lumbung padi?'" tanya Ribut Pribumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun