Ulat melihat Katak yang dikerubuni nyamuk dan lalat. Tak disantap nyamuk dan lalat itu. Nyamuk dan lalat bahkan sudah menawarkan diri disantap, tetapi Katak menolaknya. Hubungan macam apa yang telah terjadi antara mereka. Heran Ulat. Hukum alam tentang rantai makanan bahwa yang kuat memakan yang lemah tak berlaku di sini, di Rawa Terkutuk.
Ulat belum banyak tahu di tempat baru ini. Ia baru ditempatkan di Rawa Terkutuk, semacam penjara bagi makhluk-makhluk yang dikutuk dan dihukum. Semua penghuni rawa ini adalah yang kena hukuman. Lalat dihukum gara-gara maunya makan mewah selalu. Nyamuk dihukum gara-gara korupsi, mencuri hak milik orang.
Termasuk seekor kunang-kunang itu dihukum gara-gara suka masuk ke rumah orang tanpa izin. Sebelumnya adalah Putri Khayangan, tetapi sejak disita selendangnya.berubah jadi kunang-kunang. Kini sang Kunang-kunang saban hari mengitari setiap sudut rawa mencari selendangnya. Kunang-kunang itu menyibak dedaunan dan berhadapan dengan Ulat.
"Hei, Ulat apa ada liat selendangku di sekitar sini?" tanya Kunang-kunang.
"Beuh... Meneketehe! Hus, sono, sono, pergi!"
Kunang-kunang pergi datar. Menghampiri Katak yang kerubuni lalat dan nyamuk.
"Tuan Katak, tolonglah nyelam lagi. Siapa tahu selendangku disembunyikan di dalam rawa itu. Plisss... nyelam lagi yaaa... " pinta Kunang-kunang polos dan berkaca-kaca.
Katak tak tahan untuk tak menangis. Bukan karena luka hati gara-gara kata ulat tadi. Tapi sedih dan patah harapan melihat perilaku konyol Kunang-kunang. Harapannya dipertemukan dengan seorang putri yang tulus mencintainya agar lepas kutukannya dan kembali menjadi pangeran, pupus sudah. Ia malah bertemu Putri Khayangan berwujud Kunang-kunang yang lugu, dungu, konyol, dan sibuk dengan urusan sendiri. Ia tak bisa berterus terang pada Kunang-kunang itu, "Bagaimana mungkin selendang itu disembunyikan di Rawa Terkutuk jika pemiliknya di sini? Emang lagi main petak umpet?"
Ia tak mau berkata begitu. Pun, tak tega mengatakan semisalnya disembunyikan di Rawa Terkutuk ini, bagaimana bisa penghuni rawa mengenali wujud selendang itu sementara Kunang-kunang pun tak bisa mendeskripsikan selendang dengan bahasa yang bisa dipahami penghuni rawa. Sebuah benda yang disebut "selendang" tapi sangat-sulit dikenali wujud dan dipahami bisa membawa pemiliknya terbang melebihi kecepatan cahaya.
Katak dan penghuni rawa lain pun sudah sepakat tak berkata begitu. Akan mematahkan semangat dan harapan Kunang-kunang. Biarkan, biarkan Kunang-kunang dalam pencarian. Harapan adalah obat bagi mereka yang terluka untuk terus hidup dan beraktivitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H