Dari awalnya, bekas negara jajahan Jepang yang miskin menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-11 di dunia kala itu. Warga Korea meyakini keberhasilan ini tidak lepas dari "Keajaiban di Sungai Han".Â
Kemakmuran itu terus berlanjut. Hingga memasuki pertengahan 1997, Presiden Korsel kala itu, Kim Dae-jung, mendadak menyatakan Korsel di ambang kebangkrutan. Utang mencapai USD 150 miliar. Investasi asing ditarik, 17 dari 30 perusahaan besar bangkrut, pemecatan masal hingga angka bunuh diri meningkat 20-30 persen.
Pemerintah tak punya pilihan lain. Satu-satunya jalan dengan menerima paket bantuan International Monetary Fund (IMF). Meski begitu, ini bukan berarti masalah sudah selesai. Korsel harus segera memperbaiki perekonomian dan sektor keuangannya. Sekaligus melunasi utang IMF secepat mungkin. Dan di sinilah, rasa patriotisme dan 'gotong-royong' warga Korsel diuji.Â
Di awal tahun 1998, diinisiasilah "Gerakan Pengumpulan Emas". Seluruh elemen masyarakat dari kalangan atas sampai masyarakat menengah ke bawah turut berpartisipasi menyumbang emas yang dimilikinya dan ditukar dengan won.Â
"Mungkin ini terdengar bukan apa-apa. Tapi bayangkan, bila emas itu berasal dari warisan nenek moyang, atau cincin nikah. Itu dikumpulkan demi membantu negara," ucapnya setengah miris bercampur bangga.Â
Bahkan, seorang bintang bisbol yang terkenal kala itu Lee Jong-beom, datang membawa 31,5 ons emas, bernilai lebih dari $ 9,000. Emas itu semua dalam bentuk piala dan medali yang telah dimenangkannya selama lima tahun karirnya. Kemudian diikuti sejumlah tokoh lainnya.
Gerakan masif ini membuahkan hasil. Tercatat 3,5 juta orang (hampir seperempat populasi) ikut serta dan berhasil mengumpulkan emas sebanyak 225 ton, dan mendapatkan USD 2,1 miliar. Dana itu dibuat untuk membayar utang dan juga membantu perusahaan-perusahaan besar yang masih bertahan.Â
Krisis itu diakhiri dengan dibayar lunasnya utang IMF pada  Agustus 2001.Â
Semangat gotong-royong inilah yang terus diwariskan Korsel hingga sekarang. Termasuk ketika menghadapi pandemi corona ini. Dilansir dari The Korea Times, Senin (23/3/2020), Presiden Korsel saat ini Moon Jae-in dan pejabat tinggi pemerintah mengembalikan 30 persen dari gaji bulanan mereka selama tiga bulan. Gerakan ini pun ditiru pula oleh para politisi lainnya.Â
2. Menyelamatkan pilar perekonomian nasional
Dari cerita di atas, saya mulai memahami betapa krisis yang begitu besar bisa diselesaikan bersama dengan gotong-royong. Bahkan, Korea terhitung lebih cepat pulih dibanding Indonesia kala itu.Â