Sudah menjadi kebiasaanku berbicara dengan diary ketika aku merindukanmu.  Aku merindukan aroma tubuh itu. Â
Aroma rokok Gudang Garam Surya yang berpadu dengan aroma pewangi baju sehingga menimbulkan bau yang khas.Â
Intan menutup diarynya. Ia diam sejenak sambil sesekali memandang jam dinding yang menempel di tembok kamarnya. Waktu sudah hampir menunjukan pukul 2 pagi tapi ia belum juga bisa memejamkan mata sipitnya itu. Intan gelisah. Tumpukan buku di atas meja belajarnya bertanya mengapa ia begitu risau.
Cermin berbentuk persegi panjang yang terpajang di dekat meja belajarnya merekam semua kegundahanya. Baju yang tergantung di balik pintu memandangnya dengan penuh tanda tanya. Kamar yang berukuran sedang, kira-kira lima kali lima meter persegi itu serta semua benda di dalamnya menjadi saksi bisu bagaimana kegelisahan Intan malam itu.
Rupanya di balik kegelisahanya Intan menyimpan sejuta kerinduan terhadap seorang laki-laki yang akhir-akhir ini sering hinggap di pikirannya. Laki-laki itulah yang telah menumbuhkan kesadarannya, menumbuhkan semangatnya, meluluhkan hatinya, melunakkan sifat kakunya, meruntuhkan tembok egoisnya, dan yang jelas menghapus bahkan mematikan rasa cintanya pada laki-laki masa lalunya.
Intan meyakini laki-laki itu sebagai dewa penolongnya. Seseorang yang hadir di tengah-tengah Intan memiliki masalah berat, masalah hati tepatnya. Hati yang tersakiti karena orang yang ia puja sebagai calon bapak dari anak-anaknya kelak tetapi justru malah menghianati dirinya.
Sejak itulah ia membenci cinta. Baginya hanya orang bodoh yang mengatakan cinta itu indah. Dan hanya orang sakit jiwa yang menganggap cinta sebagai penyemangat hidup. Cinta baginya bukan hal yang bersifat kreatif tetapi destruktif, tidak pula indah melainkan menakutkan.
"Siapa bilang cinta itu indah. Cinta adalah musuh kehidupan. Ia tidak terlihat tetapi mampu menghancurkan segalanya. Ya, menghancurkan masa depan," Gerutu Intan di suatu malam.
Tetapi kebencian terhadap cinta itu perlahan sirna setelah ia bertemu dengan laki-laki hebat yang memiliki sejuta keunikan. Ia paling takut dengan kata-kata karena baginya kata-kata bisa menghancurkan, melukai bahkan membunuh seseorang. Â Laki-laki yang selalu menjadikan pengalaman sebagai guru terbaik.
Sekompleks apapun pengalaman hidupnya, selalu dimaknai, diajarkan kepada siapa pun oleh laki-laki itu. Intan memanggil laki-laki itu dengan sebutan laki-laki penjaga bunga karena ia yakin laki-laki itulah yang akan menjadikannya sekuntum bunga indah yang dikagumi banyak orang.
Namun, sudah dua hari ini Intan merasakan ada yang berbeda dari laki-laki penjaga bunga itu. Tiba-tiba sikapnya menjadi dingin, acuh tak acuh. Penjaga bunga itu juga selalu menghindar ketika bertemu dengannya. Kalau pun terpaksa bertemu laki-laki itu hanya diam. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Intan tahu benar sifat laki-laki itu. Ketika ia diam berarti ia benar-benar marah.