Mohon tunggu...
Fauzan Ravif
Fauzan Ravif Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Mahasiswa Hukum

Fauzan Ravif, Mahasiswa Fakultas Hukum UMJ angkatan 2019

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Delik Santet dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia

15 Agustus 2022   19:55 Diperbarui: 16 Agustus 2022   10:54 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto media untuk alat mensantet. Sumber: tirto.id

Hal ini berujuan untuk mencegah terjadinya penipuan terhadap masyarakat umum dari seseorang yang mengaku memiliki kekuatan supranatural atau kekuatan ghaib agar tidak terjadi kejahatan, mencegah masyarakat agar tidak mencari seseorang yang memiliki kekuatan supranatural atau kekuatan ghaib ntuk kejahatan,

 mencegah masyarakat umum agar tidak terjadi main hakim sendiri (eigenrichtin) terhadap orang yang memiliki kekuatan supranatural atau kekuatan ghaib,dan memberikan masyarakat umum agar dapat berfikir secara rasional dan objektif dalam menjalani kehidupan.

Pembuktian dalam pengadilan terhadap pelaku santet sering kali sulit dibuktikan dikarenakan negara Indonesia menjunjung tinggi asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevie lege poenali.

 Sulitnya pembuktian terhadap perbuatan tindak pidana santet dikarenakan santet merupakan perbuatan mistis yang abstrak dimana sulit untuk dibuktikan kebenaran materiilnya mengingat hukum acara pidana bertujuan untuk menegakkan kebenaran materiil. Sehingga dalam Pasal 252 RKUHP diklasifikasikan sebagai delik formil agar pelaku santet dapat dikriminalisasi akibat perbuatannya.

Dalam rumusan RKUHP 2019, dapat kita klasifikasikan bahwa tindak pidana santet merupakan tergolong sebagai tindak pidana (delik) formil. Delik formil merupakan sesuatu perbuatan pidana yang dianggap telah memenuhi semua perbuatan pidana yang dilarang tanpa melihat akibatnya.

Dalam rumusan RKUHP 2019 Pasal 252 mengklasifikasikan bahwa delik dalam pasal ini adalah delik formil dimana suatu tindak pidana dilihat dari perbuatan pidananya tanpa melihat akibat yang dilakukan tersebut seperti dapat mengakibatkan kesengsaraan atau kematian. 

Delik formil imi menekankan terhadap dilarangnya perbuatan, bukan terhadap akibat dari suatu perbuatan.Dalam rumusan Pasal 252 menjadikan delik formil mulai dari mempersiapkan kejahatan (ante factum), melakukan kejahatan (factum), dan setelah melakukan kejahatan (post factum).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun