Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penulis - Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Jadi Budak Perasaan! Seni Mengelola Emosi agar Hidup Lebih Tenang

3 Februari 2025   13:47 Diperbarui: 3 Februari 2025   14:34 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa regulasi emosi, hidup bisa jadi kacau. Coba bayangkan:

  • Kalau setiap dikritik, langsung ngamuk---bisa-bisa kehilangan banyak peluang.
  • Kalau sedikit-sedikit tersinggung, makin susah buat berkembang.
  • Kalau tiap ada masalah langsung stres, kesehatan mental bisa terganggu.

Sebaliknya, kalau kita bisa mengelola emosi dengan baik, banyak manfaat yang bisa didapat:

  • Meningkatkan kualitas hubungan sosial: Nggak gampang baper dan lebih bisa memahami orang lain.
  • Mencegah stres dan burnout: Hidup lebih tenang, nggak gampang tersulut.
  • Membantu pengambilan keputusan yang lebih baik: Nggak asal bertindak hanya karena emosi sesaat.
  • Meningkatkan kesuksesan dalam karier: Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang yang bisa mengatur emosi lebih sukses dalam pekerjaan karena lebih bijak menghadapi tekanan.

Jadi, regulasi emosi itu bukan cuma teori psikologi, tapi benar-benar kunci untuk hidup lebih stabil dan bahagia.

Sekarang kita sudah paham apa itu regulasi emosi dan kenapa ini penting. Pertanyaan selanjutnya: bagaimana cara kita membedakan antara respons yang sehat dan reaksi yang impulsif?

 Reaktif vs. Responsif -- Bedanya Apa?

Pernah nggak sih ngalamin kejadian kayak gini?

  • Lagi antri di kasir, orang depan lama banget. Langsung ngeluh keras-keras sambil ngelirik jutek.
  • Ada orang motong jalan di lampu merah, refleks klakson panjang sambil ngumpat.
  • Dapat kritik dari bos, langsung baper, kesel, dan resign dari grup WA kantor.

Nah, ini yang namanya reaktif. Spontan, meledak-ledak, dan sering kali berakhir dengan penyesalan.

Sebaliknya, orang yang responsif menghadapi situasi seperti ini dengan lebih tenang:

  • Antri lama? "Yaudah, sekalian latihan sabar."
  • Orang motong jalan? "Mungkin dia lagi buru-buru. Yang penting aku tetap aman."
  • Dapat kritik dari bos? "Oke, coba lihat bagian mana yang bisa diperbaiki."

Apa Bedanya Reaktif vs. Responsif?

Reaktif = Tanggapan spontan tanpa berpikir panjang, biasanya didorong oleh amigdala (bagian otak yang mengatur emosi cepat).
Responsif = Ada jeda untuk berpikir sebelum bereaksi, menggunakan prefrontal cortex (bagian otak yang bertanggung jawab untuk logika dan pengendalian diri).

Ilustrasi sederhana:
Reaktif: Ketika teman lupa bayar utang, langsung kirim pesan panjang penuh emosi: "Lupa ya kalau punya utang?! Gue bukan bank, tapi juga bukan orang bodoh!"
Responsif: Menghubungi dengan cara lebih tenang: "Bro, soal yang kemarin, kapan bisa beresin? Gue butuh buat keperluan lain."

Kenapa Banyak Orang Cenderung Reaktif? Karena otak manusia sudah diprogram untuk bertahan hidup!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun