Mohon tunggu...
P.Aulia Rochman
P.Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penulis - Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menimbang Tanpa Ambang: Potensi dan Risiko Penghapusan Presidential Threshold di Pilpres 2029

11 Januari 2025   06:18 Diperbarui: 11 Januari 2025   14:39 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Thor Deichmann from Pixabay 

Potensi Positif

  1. Demokrasi yang Lebih Inklusif
    Dengan dihapusnya presidential threshold, lebih banyak calon presiden dari berbagai latar belakang, baik independen maupun dari partai kecil, dapat maju dalam kontestasi. Hal ini membuka ruang bagi keberagaman ide dan visi, yang dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses politik.

  2. Kesempatan Munculnya Pemimpin Baru
    Penghapusan batas ini memungkinkan munculnya figur-figur potensial yang inovatif, yang sebelumnya terhalang oleh dominasi partai besar. Kandidat dengan rekam jejak luar biasa di bidang tertentu, seperti teknologi, pendidikan, atau sosial, bisa memiliki peluang lebih besar untuk memimpin tanpa harus tergantung pada koalisi besar.

Risiko yang Mengintai

  1. Fragmentasi Suara dan Polarisasi Masyarakat
    Dengan banyaknya calon, suara pemilih bisa terpecah-pecah, yang berisiko meningkatkan polarisasi di masyarakat. Pengalaman Pilkada DKI Jakarta 2017 menunjukkan bahwa polarisasi politik dapat memicu konflik horizontal yang mengancam persatuan nasional.

  2. Kampanye Negatif dan Ancaman SARA
    Dalam kontestasi yang lebih terbuka, risiko kampanye negatif berbasis isu SARA meningkat. Ini terbukti dari dinamika Pilpres 2019, di mana isu agama dan rasial sering kali digunakan untuk menyerang lawan politik.

  3. Potensi Deadlock Antara Eksekutif dan Legislatif
    Tanpa presidential threshold, calon presiden yang menang tidak dijamin memiliki dukungan kuat di legislatif. Ini meningkatkan risiko kebuntuan politik yang dapat menghambat jalannya pemerintahan. Pengalaman negara-negara lain menunjukkan bahwa fragmentasi parlemen sering kali menjadi sumber ketidakstabilan politik.

Penulis saat tugas presentasi di Kampus Salemba, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia. Dokpri
Penulis saat tugas presentasi di Kampus Salemba, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia. Dokpri

Fakta Pendukung

  • Pilkada DKI Jakarta 2017: Polarisasi masyarakat yang tajam akibat isu SARA menjadi pelajaran penting tentang risiko kampanye negatif.
  • Pilpres 2019: Dominasi narasi berbasis identitas menunjukkan bagaimana politik dapat memecah masyarakat.
  • Studi Kasus Internasional: Beberapa negara yang mengadopsi sistem tanpa ambang batas menunjukkan peningkatan jumlah calon presiden, tetapi juga mengalami fragmentasi politik yang memperburuk stabilitas pemerintahan.

Dengan mempertimbangkan peluang dan tantangan tersebut, penghapusan presidential threshold harus diiringi dengan langkah mitigasi yang kuat untuk memastikan transisi demokrasi tetap terkendali dan mendukung ketahanan nasional.

Strategi Mitigasi

Agar penghapusan presidential threshold tidak membawa risiko besar bagi stabilitas politik dan ketahanan nasional, diperlukan strategi mitigasi yang terencana dan menyeluruh. Berikut adalah langkah-langkah strategis yang dapat diambil:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun