Mohon tunggu...
Fauzan Attamimi
Fauzan Attamimi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama : Fauzan Attamimi NPM : 21013010365 Kelas : Bela Negara/G112 Prodi : Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Pendidikan Karakter dalam Mengatasi Ancaman Krisis Moral terhadap Bela Negara

15 Desember 2022   15:50 Diperbarui: 15 Desember 2022   15:59 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

LATAR BELAKANG

Di Indonesia, generasi muda sedang mengalami krisis moral, di mana sering dijumpai sikap tidak peduli dengan lingkungan, tidak peduli dengan orang lain, hilangnya sopan-santun, jauh dari agama, tawuran, penyalahgunaan narkoba, seks bebas dan berbagai perilaku menyimpang lainnya.

Pada saat ini di era globalisasi, manusia banyak mengalami perubahan dan perkembangan. Perubahan dan perkembangan tersebut selain berdampak positif tetatapi juga  dapat memberi dampak negatif dengan mengganggu tuntunan hidup manusia sehingga menyebabkan rusaknya akhlak dan moral pada manusia, khususnya generasi muda. Rusaknya moral pada generasi muda ditandai dengan masuknya budaya-budaya asing, seperti budaya barat, yaitu gaya hidup mewah yang dapat meracuni generasi muda, di antaranya hilangnya rasa malu, berpakaian tidak pantas, bahkan tidak segan melakukan perbuatan tidak senonoh.

Untuk mencegah dan mengatasi hal-hal yang tidak bermoral, maka diperlukan adanya pendidikan berkarakter. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan karakter saat ini memang dirasakan mendesak dapat dilihat dari situasi masyarakat dan bahkan situasi pendidikan di Indonesia menjadi motivasi pokok pengaruh implementasi pendidikan karakter.

Pendidikan karakter saat ini sangat penting untuk generasi muda, karena generasi muda akan menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan bangsa. Sebagai penerus bangsa diharapkan generasi muda dapat memberikan teladan baik sikap maupun tingkah lakunya. Generasi muda bukan hanya harus pintar secara intelektual dan moral sehingga mereka dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan.

PEMBAHASAN

Pengertian Krisis Moral

Moral berasal dari bahasa latin yakni ”Mos” (jamak: mores) yang berarti kebiasaan, adat. Kata mos (mores) dalam bahasa latin sama artinya dengan etos (etika) dalam bahasa Yunani. Di dalam bahasa Indonesia, kata moral diterjemahkan dengan aturan kesusilaan ataupun istilah yang digunakan untuk menentukan sebuah batas-batas dari sifat peran lain, kehendak, pendapat, atau batasan perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik maupun buruk

Pengertian moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya, akhlak, budi pekerti, susila; kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya, isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan. Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, keyakinan, diri sendiri, dan lingkungan sosial. Moral juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan seseorang untuk menilai benar dalam cara hidup seseorang mengenai apa yang baik dan apa yang buruk, yaitu pengetahuan dan wawasan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Krisis moral merupakan kemerosotan dalam bidang moral. Secara umum, krisis moral adalah kurangnya tingkat kesopanan, disiplin, tingkah laku, akhlak, serta pancasila yang rendah.

Penyebab Krisis Moral

1. Penyimpangan Sosial. Menurut James W.van der Zanden, “penyimpangan sosial merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai suatu hal yang tercela dan di luar batas toleransi.penyimpangan sosial umumnya disebabkan oleh proses sosialisasi yang kurang sempurna”. Retaknya sebuah rumah tangga menjadikan seorang anak tidak mengenal disiplin dan sopan santun. Hal ini di sebabkan karena orang tua sebagai agen sosialisasi tidak melakukan peran yang semestinya.

2. Longgarnya Pegangan Terhadap Agama .Dengan longgarnya pegangan seseorang peda ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan.

3. Pengaruh Budaya Asing. Keluar masuknya budaya asing menjadikan munculnya budaya-budaya baru dan menghapus budaya-budaya lama. Merasuknya budaya-budaya asing dalam kehidupan suatu bangsa membawa banyak sekali perubahan. Walaupun dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi budaya asing membawa dampak positif, namun dalam bidang pergaulan budaya asing membawa dampak yang negatif. Masuknya budaya clubing, minum-minuman keras, pergaulan bebas, juga narkotika sekarang menjadi budaya baru di kota-kota besar. Tidak hanya Anak-anak yang hidup dikota-kota besar yang mengalami tingkat krisis moral yang tingi bahkan Anak-anak yang tinggal di pedesaan yang mengenal adat istiadat yang kuat pun ikut terpengaruh budaya asing.

4. Kurangnya Pengawasan dan Perhatian Orang Tua. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya mendorong para laki-laki untuk terjun kedalamnya, bahkan para perempuan pun merasa memili hak yang sama untuk ikut terjun kedalamnya, sehingga dalam sebuah rumah tangga seorang anak kurang mendapat pengawasan dan perhatian dari orang tua mereka. Akibatnya, banyak dari mereka mencari kebahagiaan yang salah, seperti clubing, minum-minuman keras, pergaulan bebas, dan menghilangkan stres dengan obat-obatan. 

5. Lingkungan yang Buruk. Lingkungan yang buruk sangat berpotensi mengubah seseorang menjadi orang yang buruk dan demikian pula sebaliknya. Salah satu bagian dari lingkungan kehidupan manusia adalah teman pergaulan, karena itu kita dituntut bergaul kepada orang yang lebih baik dari kita guna mendapatkan kebaikan dari sahabat kita itu dan seandainya kita juga punya teman yang kurang baik, maka setiap pergaulan harus berniat untuk memperbaiki sahabat yang kurang baik agar kita tidak terpengaruh kepada hal-hal yang kurang baik atau buruk.

6. Rendahnya Tingkat Pendidikan. Crow and crow (1956) menegaskan “Belajar adalah perubah tingkah laku yang menyertai proses pertumbuhan yang semua itu di sebabkan melalui penyesuaian terhadap keadaan yang diawali lewat rangsangan panca indra”. Kurangnya pendidikan dan kemampuan diri dalam pergaulan dapat membuat seseorang keliru dalam mengambil jalan hidupnya, sehingga mereka mudah terpengaruh degan hal-hal baru seiring proses sosialisasi yang mereka alami. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam proses sosialisasi, karena pendidikan menjadi landasan perilaku seseorang.

7. Kurangnya Keefisienan dan Keefektifan Lembaga Sosial Masyarakat. Ada berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat. Tingginya tingkat kemiskinan mengakibatkan berbagai masalah sosial, seperti meningkatnya jumlah kriminalitas, kurangnya pendidikan, dan banyaknya jumlah penduduk yang kelaparan serta kurang gizi. Hal tersebut menarik sebagian besar perhatian pemerintah sehingga masalah mengenai krisis moral anak-anak di kesampingkan. Penerapan–penerapan norma dan sanksi yang kurang mengikat dari lembaga sosial mengakibatkan para pemuda mengabaikan aturan-aturan tersebut.

8. Media Masa atau Media Informasi. Kemajuan IPTEK melahirkan berbagai macam media yang mutakhir seperti televisi, handpone, internet dan lain-lain. Banyaknya informasi yang bisa di peroleh dari media tersebut menyebabkan banyak para anak-anak menyalahgunakan media tersebut. Banyaknya tayangan-tayangan yang tidak seharusnya di tampilkan oleh media masa. Tayangan media masa yang sering mereka lihat dijadikan kebudayaan baru yang dianggap sesuai dengan kemajuan zaman. Rasa tidak ingin ketinggalan zaman dari orang lain membuat para anak-anak melakukan kebiasaan baru yang sudah menjadi kebudayaan atau sering mereka jumpai seperti tayangan televisi dan lingkungan sosialisasi.

Dampak Krisis Moral

Dampak yang ditimbulkan dari krisis moral antara lain : Meningkatnya kekerasan pada Anak-anak; Penggunaan kata-kata yang memburuk; Pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan; Meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas; Kaburnya batasan moral baik-buruk; Menurunnya etos kerja; Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru; Rendahnya rasa tanggung jawab indvidu dan warga Negara; Membudayanya ketidak jujuran; Adanya saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan secara etimologi berasal dari bahasa latin “educatum” yang terdiri dari dua kata yaitu: E dan Duco dimana kata E berarti sebuah perkembangan dari dalam keluar atau dari sedikit ke banyak, sedangkan Duco berarti pengembangan atau sedang berkembang. Jadi, secara etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu. Sedangkan pengertian menurut UU No. 20 Tahun 2003 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecardasan, akhlak mulia, serta ketermpilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter, kharassein, kharax”, yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya di mana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri.  Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,budaya dan adat istiadat. Karakter merupakan sekumpulan tata nilai yang tertanam atau terinternalisasi dalam jiwa seseorang yang membedakannya dengan orang lain serta menjadi dasar dan panduan bagi pemikiran, sikap, dan perilakunya.

Pendidikan karakter adalah usaha atau bimbingan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar manusia berperilaku sesuai dengan norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat maupun dilingkungan keluarga.

Tujuan dan Manfaat Pendidikan Karakter

Fadlilla mengatakan bahwa “tujuan pendidikan karakter adalah untuk mempersiapkan anak supaya mempunyai karakter yang baik, yang mana nantinya anak dewasa sudah menjadi kebiasaan dalam kesehariannya”. Selain itu tujuan pendidikan karakter lebih intensif kaada nilai-nilai yang dapat tertanam dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Kemendiknas menyatakan bahwa tujuan pendidikan karakter yaitu :

1. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berhati baik, berpkiran baik, dan berprilaku baik.

2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikutur.

3. Meningkatkan peradaban bangsayang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas tentang tujuan dari pendidikan karakter dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari pendidikan karakter adalah penanaman dan pengembagan nilai-nilai positif untuk membentuk karakter, moral, dan akhlak yang sesuai dengan harapan juga mendasarkan dan memfasilitasi bentuk pendidikan yang baik dan positif sehingga peserta didik tumbuh menjadi pribadi yang unggul, bermartabat, dan memiliki wawasan luas.

Manfaat pendidikan karakter menurut Fadillah yaitu “menjadikan manusia agar kembali kepada fitrahnya, yaitu selalu menghiasi kehidupannya dengan nilai-nilai kebajikan yang telah digariskan”. Pendidikan karakter yang dilakukan pada usia dini adalah wujud nyata dalam mempersiapkan generasi yang berkarakter demi kemajuan dan kemakmuran bangsa. Menurut kemendiknas fungsi dari pendidikan karakter yaitu :

1. Membangun kehidupan kebangsaan yang multicultural.

2. Membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkonstribusi terhadap pengembangan kehidupan manusia.

3. Membangun potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik serta keteladanan baik.

4. Membangun sikap warga Negara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bnagsa lain dalam suatu harmoni.

Implementasi Pendidikan Karakter

 1. Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia di mana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Di dalam keluarga, manusia belajar memperhatikan keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu membantu, hingga penanaman etika dan moral. Dengan kata lain pengalaman interaksi sosial di dalam keluarga, turut menentukan pula cara-cara tingkah laku seseorang terhadap orang lain. Orang tua harus mendidik dan membimbing anak dengan benar, karena faktor keluarga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya krisis moral.

Kedua orang tua juga harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum serta kehidupan manusia. Yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satusatunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak yang secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sisni berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataean teoritis maupun praktis. Orang tua juga harus menerapkan kebiasaan baik sehingga kebiasaan tersebut terbentuk menjadi karakter yang baik.

2. Lingkungan Sekolah

Konsep dasar pendidikan karakter di sekolah atau madrasah pastinya harus didasari pada visi, misi, dan tujuan sekolah atau madrasah yang bersangkutan yang kemudian diimplementasikan ke dalam  kurikulum dan mata pelajaran, budaya madrasah baik di lingkungan guru maupun siswa, dan pengembangan diri melalui program pembiasaan dan pengembangan minat dan bakat siswa.

(a) Kurikulum/Mata Pelajaran. Adapun pengembangan kurikulum yang bisa dilakukan adalah : Memaksimalkan kembali proses intergasi nilai-nilai karakter ke dalam semua mata pelajaran, baik mata pelajaran yang secara konten mengajarkan nilai-nilai karakter dan kebajikan seperti halnya mata pelajaran PAI, maupun materi yang tidak secara konten mengajarkan nilai-nilai karakter seperti matematika dan sebagainya. Memaksimalkan kembali program pembiasaan baik yang bersifat ritual maupun non ritual selama proses pembelajaran. Memberikan penekanan kembali para pengejar PAI dan PPKN pada penanaman dan pengalaman nilai-nilai karakter, dan tidak hanya berfokus pada nilai saja. Memaksimalkan kembali proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dalam setiap mata pelajaran. Memaksimalkan kembali proses komunikasi antara guru dengan orangtua siswa untuk memantau sejauh mana perkembangan siswa sekaligus putra-putri mereka baik di lingkungan sekolah maupun perkembangan siswa selama di rumah. Memaksimalkan kembali reward (hadiah) terhadap sejumlah prestasi siswa tidak hanya dalam bidang akademik akan tetapi juga dalam bidang ibadah dan akhlak keseharian

(b) Budaya Sekolah Atau Madrasah. Anak akan belajar dari lingkungan terdekatnya, inilah yang kemudian harus semakin kita sadari untuk menciptakan sebuah budaya dan kultur sekolah atau madrasah yang positif bagi perkembangan karakter siswa. Menciptakan budaya di sekolah atau madrasah tentu harus diawali dengan adanya keteladanan (uswah) dari guru dan orang-orang yang berada di dalam lingkungan sekolah atau madrasah. Artinya keteladanan tidak hanya ditunjukkan oleh para guru akan tetapi juga seluruh karyawan yang ada di sekolah. Karena siswa akan belajar dari lingkungan terdekatnya.

(c) Pengembangan Diri. Yang di maksud dengan program pengembangan diri adalah berbagai macam program tambahan atau pengembangan (di luar proses pembelajaran reguler) yang diselenggarakan oleh pihak sekolah atau madrasah guna menunjang terwujudnya karakter dan budi pekerti siswa. Program pengembangan minat dan bakat siswa dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler adalah dimaksudkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa yang tentunya berbeda antara siswa satu dengan siswa yang lainnya. Oleh karenanya alangkah lebih bijaksana sekolah dan madrasah mengakomodir semua potensi yang dimiliki siswa.

3. Lingkungan Masyarakat

Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pembentukan karakter anak bangsa. Orang-orang inilah yang dapat memberikan contoh, mengajak, atau melarang anak dalam melakukan suatau perbuatan. Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan oleh masyarakat :

  • Membiasakan gotong royong, misalnya: membersihkan halaman rumah masing-masing, membersihkan saluran air, menanami pekarangan rumah.
  • Membiasakan anak tidak membuang sampah dan meludah di jalan, merusak atau mencoret-coret fasilitas umum
  •  Menegur anak yang melakukan perbuatan yang tidak baik.

Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Shihab (1996: 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan.

Setiap masyarakat, dimanapun berada pasti punya karakteristik sendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan masyarakat yang lain. Norma-norma yang terdapat di Masyarakat harus diikuti oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warganya dalam bertindak dan bersikap. Norma-norma tersebut merupakan aturan-aturan yang ditularkan oleh generasi tua kepada generasi berikutnya. Penularan-penularan itu dilakukan dengan sadar dan bertujuan, hal ini merupakan proses dan peran pendidikan dalam masyarakat. Lingkungan masyarakat juga merupakan lingkungan pergaulan seseorang. Jika masyarakat meperhatikan dan menerapkan norma-norma yang ada maka lingkungan pergaulan pun akan terasa aman dan nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Aisyah M. 2018. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya. Jakarta: Kencana.

Fadlillah, M. 2013. Pendidikan Karakter Anak Usia Dini. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/07/31/degradasi-moral-dan-prinsip-pendidikan-karakter/amp/

https://www.zonareferensi.com/pengertian-moral/

Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Kamal, Rahmad. 2014. “Implementasi Pendidikan Karakter di SD/MI”, Jurnal Madaniyah, Volume 1,Edisi VI, Hlm.20-34.

Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Mustamarudin, Ali. (n.d). Pentingnya Pemahaman Degradasi Moral di Kalangan Remaja. Retrived from https://www.academia.edu/29576607/Pentingnya_Pemahaman_Degradasi_Moral_Di_Kalangan_Remaja

Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Berdasarkan Pengalaman Di Satuan Pendidikan Rintisan), (Jakarta: Kementerian Pendiikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan,2011),hlm.2.

Subianto, Jito. 2013. ”Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam Membentuk Karakter Berkualitas”. Jurnal IAIN Kudus. Volume 8, Nomor 2, HLm. 337-351

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun