Mohon tunggu...
fatrisia
fatrisia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis dan Editor Lepas

Random thoughts. Ig @inifatrisia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

After The Rain

14 Juli 2024   17:22 Diperbarui: 14 Juli 2024   17:24 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan masih setia mengguyur daerah perkotaan. Menghentikan aktivitas luar ruangan yang sedang berlangsung. Tampak terlihat beberapa pengendara dan pejalan kaki memilih menerobos derasnya hujan.

Andai saja Wina, gadis yang saat ini berteduh di bawah warung kecil itu punya keberanian, pasti dia akan menerobos hujan itu. Andai saja dia tidak membawa beberapa buku ditangannya, mungkin dia juga akan berlari di bawah guyuran hujan. Masa bodoh jika nantinya dia demam. Andai saja tadi dia tidak lupa membawa payung, mungkin dia tidak akan diam dan berdiri bak patung sendirian sambil menyaksikan hujan.

Ah, andai saja.

Satu jam menunggu akhirnya hujannya sudah mulai reda. Pegal dan kram menjalar di kakinya. Wajahnya meringis. Lalu dia mulai merenggangkan kaki, berharap gerakan itu bisa  menormalkan rasa pegal agar dia bisa secepatnya pergi.

Begitu Wina akan segera pergi, sebuah payung disodorkan padanya. Bingung, dia menatap pemberi payung itu. Ternyata Zidan, teman sekelas yang tidak akrab dengannya.

"Payungnya buat aku?" tanya Wina, heran dengan tingkah Zidan.

Zidan mengangguk. Wina bertambah bingung. Untuk apa payung itu diberikan padanya padahal hujan telah reda? Lagipula, hal apa yang membuat Zidan tiba-tiba bersikap seolah mereka teman akrab?

"Tapi hujannya udah reda." Wina menunjuk ke atas, di mana langit biru cerah terlihat dengan jelas.

"Apa salahnya? Hujan kan nggak cuma datang hari ini. Dia akan datang besok, kemudian besok, besoknya lagi, setelah itu besok, sampai musimnya berhenti."

Wina mengerjapkan mata. Ini khayalannya atau benar-benar nyata? Apakah ini benar-benar Zidan si pendiam yang ada di kelasnya?

"Terima saja. Ini sebagai tanda bahwa kita telah menjadi teman akrab sekarang."

Dengan ragu Wina menerima payung itu. Zidan tersenyum, lesung pipit tampak menyembul di pipinya.

"Kamu nggak punya maksud lain kan?" Wina memicing mata. Takutnya Zidan punya niat jahat dibalik itu.

"Nggak ada. Hanya saja akhir-akhir ini aku mulai menyukai ibukota Austria."

Setelah mengucap itu Zidan langsung pergi. Meninggalkan Wina yang masih mencerna ucapannya. Apa hubungannya memberi payung dengan menyukai ibukota Austria?

Tunggu, seakan tersadar pada satu hal, Wina langsung melotot kaget. Ibukota Austria kan kota Wina! Nama kota yang sama dengan namanya. Berarti maksudnya Zidan mulai menyukainya? Benarkah? Ah, tidak mungkin.

Besoknya ternyata benar-benar hujan. Wina teringat perkataan Zidan, tidak bukan itu. Lebih tepatnya teringat perbincangannya dengan Zidan setelah hujan kemarin.

Tadi di kelas Zidan bersikap biasa saja. Tidak ada hal yang spesial. Seperti tidak pernah ada obrolan setelah hujan di antara mereka berdua. Wina memukul pelan kepalanya. Dia terlalu ge-er. Mungkin saja maksud perkataan Zidan kemarin itu bukan seperti yang dia pikirkan. Bisa jadi dia salah paham.

Hujan bertambah deras. Di tangan Wina ada payung pemberian Zidan. Payung berwarna abu-abu. Bukannya dipakai, benda itu malah menjadi objek yang menyita perhatian Wina.

Sebenarnya dia bisa saja segera pergi dengan payung itu. Menerobos hujan tanpa takut dirinya akan basah kuyup. Namun, hatinya enggan untuk pergi. Berharap setelah hujan dia akan bertemu lagi dengan Zidan. Lalu menanyakan maksudnya kemarin.

Benar saja, setelah hujan Zidan datang lagi. Di tempat yang sama seperti kemarin.

"Kenapa payungnya nggak dipake?" tanya Zidan.

Wina mengangkat bahu. "Mungkin hari ini aku emang nggak niat jalan-jalan di bawah hujan."

Zidan menganggukkan kepala. Lalu menatap birunya langit. "Kamu pasti bingung dengan maksudku kemarin."

Tepat sekali. Itu yang ingin ditanyakan Wina. Namun, dia memilih diam, menanti kelanjutan dari kata-kata Zidan.

"Kemarin kamu nggak salah dengar ataupun salah paham. Aku emang mulai suka ibukota Austria, kota Wina."

Wina sedikit kecewa dalam hatinya. Padahal dia mengira bahwa Zidan menyukainya. Ternyata hanya menyukai kota Wina, sebuah tempat, bukan dirinya. Ah, mengapa juga menumbuhkan harap yang lebih pada hatinya? "Oke. Kamu bebas suka sama kota Wina. Aku nggak punya urusan dengan itu."

"Tentu itu termasuk urusanmu."

Kalimat itu membuat langkah Wina terhenti. Niatnya yang ingin pergi mendadak hilang begitu saja.

"Kenapa? Kenapa hal itu termasuk urusanku?"

Zidan tak menjawab. Hanya tersenyum lalu pergi. Wina kebingungan dibuatnya. Sebenarnya maksud Zidan apa?

Besoknya lagi ternyata hujan. Seperti kemarin Wina tidak beranjak dari warung kecil itu. Dia menunggu sampai hujan reda.

Orang-orang yang melihat itu menatap aneh dirinya. Punya payung tapi tidak dipakai. Malah terlihat bukan seperti orang yang terjebak dalam hujan tapi terjebak dalam kebodohan.

Wina tidak peduli, yang dia tahu dia hanya menanti hujan reda. Lalu bertemu dengan Zidan dan bertanya kembali maksudnya kemarin.

Setelah hujan reda, Zidan datang lagi. Kali ini dengan senyum di wajahnya yang tampak berbeda. "Sebenarnya, aku tidak sungguh-sungguh saat mengatakan menyukai kota Wina."

Wina menatapnya bingung. Maksud Zidan sebenarnya apa? Tidak bisakah dia berbicara langsung pada intinya?

"Jadi intinya?"

Zidan tampak salah tingkah. Namun, tetap tersenyum memamerkan lesung pipitnya. "Aku suka sama kamu, Wina."

Selanjutnya Wina yang terlihat salah tingkah. Pipinya memerah. Dia menunduk. Ternyata pertemuan setelah hujan dengan Zidan beberapa kali itu membuatnya merasakan hal yang sama. Dia benar-benar menyukai waktu setelah hujan.

Noted: cerpen 2019 tapi direupload

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun