Mohon tunggu...
Fatkhiyatul Faizah
Fatkhiyatul Faizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi

hobi membaca novel fiksi dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlindungan Terhadap Anak dan Perempuan Korban Kekerasan Seksual

19 Juni 2023   15:30 Diperbarui: 19 Juni 2023   15:33 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

PEMBAHASAN

Definisi Kekerasan Seksual

 Menurut WHO, kekerasan dalam hubungan pasangan merujuk pada perilaku pasangan atau mantan pasangan yang menyebabkan cedera atau luka secara fisik, seksual, atau psikologis. Sementara itu, kekerasan seksual diartikan sebagai setiap tindakan lain yang menyangkut seksualitas seseorang secara paksaoleh siapapun tanpa memperhatikanhubungannya dengan korban dalam setiap keadaan.[5]

 Pengertian dan bentuk kekerasan seksual yang berlaku di Indonesia merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya pada Bab XIV mengenai kejahatan terhadap kesusilaan. Pasal yang menjadi focus adalah pasal 285 yang menyatakan bahwa, “barang siapa yang memaksa seorang wanita untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, akan dihukum karena melakukan tindakan perkosaan dan dan dapat dijatuhi hukuman penjara selama duabelas tahun.”[6]

 Sementara itu, hubungan seksual dengan perempuan dibawah umur diatur dalam pasal 287 ayat 1 yang menyatakan, “Siapa pun yang melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan di luar pernikahan, padahal ia mengetahui atau seharusnya mengetahuibahwaa perempuan tersebut belum genap lima belas tahun, atau juka usianya tidak jelas, bahwa belum saatnya untuk menikah, akan dihukum dengan penjara selama sembilan tahun paling lama.” Pasal 289-294 KUHP juga mengatur tindakan cabul sebagai salah satu kejahatan terhadap moralitas. Tindakan cabul diartikan sebagai segala tindakan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan seksual dan pada saat yang sama merusak martabat dan moral. Selain diatur dalam KUHP, pasal tentang kekerasan seksual juga terdapat dalam pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta pasal 5 dan 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan.[7]

 

Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Bebrapa bentuk kekerasan yang sering terjadi terhadap perempuan dan anak yaitu: (1) kekersan fisik, merujuk pada tindakan yang mengakibatkan rasa sakit, cedera, atau luka yang serius. (2) kekerasan psikis, merujuk pada tindakan yang menyebabkan ketakutan, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan kemampuan bertindak, perasaan tidak berdaya, atau penderitaan psikologis yang serius pada seseorang. (3) kekerasan seksual, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang tinggal dalam lingkup rumah tangga tersebut, dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istri untuk berhubungan seksual. Dengan kekerasan atau mengancam kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan tindakan cabul. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan. Sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan cabul.[8]

 

Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual

  • Ancaman hukuman yang tidak begitu berat dan sistem penegak hukum yang kurang efektif.
  • Asupan psikologis: konten kekerasan, seks, dan pornografi melalui berbagai media telah mempengaruhi pola piker masyarakat.
  • Pendidikan kesehatan reproduksi dan perlindungan diri seringkali ditolak atau dianggap terlalu sederhana sebagai pendidikan seks, sehingga menghambat persiapan perlindungan anak.
  • Sistem sosial yang masih mengandung kekerasan gender atau tokoh otoritas seringkali memicu meningkatnya praktik kekerasan seksual karena pelaku nkekerasan seksual seringkali dianggap tidak bersalah dan korban dianggap sebagai penyebabnya. 
  • Persepsi sosial yang berkembang dimasyarakat membuat koraban tidak berani melapor karena predator seringkali luput dari hukuman, sehingga mengakibatkan kekerasan baru naik.[9]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun