Mohon tunggu...
Fatiya NazlaPutri
Fatiya NazlaPutri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hobi saya membaca buku dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Membongkar Framing Media : Kabut Asap Pekanbaru dalam Sorotan Berita

18 Maret 2024   12:29 Diperbarui: 18 Maret 2024   12:44 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber data : BPS Kota Pekanbaru 

          Framing adalah proses pilihan dan pemaknaan yang digunakan dalam pengumpulan, pengolahan, dan pengumpulan informasi. Dalam berita, framing dapat digunakan untuk menjelaskan masalah, mengatur prioritas, dan mengatur kebijakan publik. Framing dapat mempengaruhi bagaimana masalah tersebut diterima dan ditanggapi oleh pembaca.

          Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, telah menjadi masalah yang sangat penting dan perlu dihadapi. Berita yang berkaitan dengan kabut asap ini seringkali menggunakan framing yang berbeda untuk menjelaskan masalah ini. Dalam artikel ini, kami akan menggunakan metode analisis framing text berita untuk mengidentifikasi dan memahami framing yang digunakan dalam berita terkait kabut asap di Kota Pekanbaru.          

Analisis Berita Kabut Asap di Kota Pekanbaru

Berita yang berkaitan dengan kabut asap di Kota Pekanbaru seringkali menggunakan framing yang berbeda. Berikut hasil framing text berita yang menggunakan framing yang berbeda: 

Berita 1 : Pekanbaru Diselimuti Kabut Asap, Pj Wali Kota: Kurangi Aktivitas di Luar Ruangan

Media : Kompas.com

Penjelasan : Pekanbaru saat ini diselimuti kabut asap yang merupakan kabut asap kiriman dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di provinsi tetangga, yang membuat kualitas udara di Pekanbaru berada di level tidak sehat. Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Muflihun, mengingatkan masyarakat Pekanbaru untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan, mencatat pokok-pokok isi berita, dan meminum air putih banyak dan sering. Kesimpulan dari berita tersebut adalah bahwa Pekanbaru saat ini diselimuti kabut asap yang merupakan kabut asap kiriman dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di provinsi tetangga, yang membuat kualitas udara di Pekanbaru berada di level tidak sehat. Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Muflihun, mengingatkan masyarakat Pekanbaru untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan, mencatat pokok-pokok isi berita, dan meminum air putih banyak dan sering.

Berita 2 : Pencemaran Udara Pekanbaru karena Kabut Asap Masuk Status Paling Parah di Indonesia 

Media : Liputan6.com 

Penjelasan : Pencemaran udara di Pekanbaru, Riau, disebabkan oleh kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di berbagai provinsi di Pulau Sumatra, seperti Jambi dan Sumatra Selatan (Sumsel). Kabut asap terbawa pergerakan angin ke ibu kota Provinsi Riau dan tertahan karena minimnya hujan. Pencemaran udara ini berlangsung hampir sepekan dan kualitas udara berada di level tidak sehat. Pemerintah Kota Pekanbaru mengeluarkan surat edaran memakai masker jika keluar rumah. Pekanbaru menempati peringkat ketiga secara nasional sebagai daerah terpapar kabut asap Karhutla. Kualitas udara di Pekanbaru mencapai 160 PM2.5, yang menimbulkan kondisi berbahaya. Masyarakat disarankan untuk menggunakan masker jika beraktivitas di luar rumah, terutama bagi mereka yang memiliki penyakit pernapasan seperti asma, TBC, dan lainnya. Sekolah diminta mengurangi aktivitas anak di luar ruangan, dan anak-anak disarankan untuk belajar mengajar tetap di dalam ruangan. Pihak sekolah juga diminta mengurangi aktivitas anak di luar ruangan. Pemberitahuan ke Warga Pria yang pernah menjadi juru bicara Satgas Covid-19 di Riau mengatakan bahwa langkah yang terbaik saat ini adalah mencegah terjadinya kebakaran hutan. 

Kabut asap tipis di Pekanbaru, Sumatra, yang diduga berasal dari aktivitas Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) di Sumatra bagian selatan. Kabut asap ini diduga kiriman dari sejumlah provinsi tetangga, serta terdapat titik panas di sejumlah kabupaten di Riau. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, terpantau ada 86 titik panas sebagai indikator kebakaran lahan di Riau. Jumlah titik panas di Riau belum ada apa-apanya dibandingkan dengan provinsi lain seperti Sumatra Selatan, Jambi, Bangka Belitung, dan Lampung. Di Sumatra Selatan terpantau 2.734 titik panas, Lampung 404 titik, Bangka Belitung 219, dan Jambi 194. Titik panas juga terpantau di Bengkulu 9 titik, Sumatra Barat 39 titik, dan Kepulauan Riau 7 titik. Adapun total titik panas secara keseluruhan di Pulau Sumatra ada 3.692 titik panas indikasi Karhutla. Menurut analis BMKG Stasiun Metrologi di Pekanbaru, Sanya Gautami, besar kemungkinan kekaburan udara di ibu kota Provinsi Riau merupakan campuran uap air dan partikel kering (asap).

Berita 4 : Kabut Asap di Pekanbaru Menyelimuti Pemukiman, Ini Penjelasan BMKG Pekanbaru  

Media : TribunPekanbaru.com 

Penjelasan : Fenomena kabut asap di Pekanbaru, Riau, menyelimuti pemukiman warga pada Selasa (2/3/2021). Kabut asap disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Riau. Pantauan BMKG Pekanbaru menunjukkan bahwa kabut asap lebih tebal dari hari-hari sebelumnya sejak musim panas terjadi karhutla di Riau. Warga Pekanbaru telah mengalami kesakitan akibat bau asap yang menyengat masuk ke hidung, dan gedunggedung mulai terlihat samar karena kabut asap. BMKG Pekanbaru menjelaskan bahwa kondisi tersebut masih pada level haze, dan akumulasi polutan di udara akan cenderung banyak dan mengakibatkan kekaburan udara pada beberapa hari berikutnya. 

Berita 5 : Kabut Asap Semakin Pekat di Pekanbaru-Riau, Kualitas Udara Berbahaya, Jarak Pandang 300 Meter  

Media : Kompas.com 

Penjelasan : Semakin pekatnya kabut asap yang mengelilingi Kota Pekanbaru di Provinsi Riau, yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Menggunakan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), berita menunjukkan bahwa jarak pandang di Pekanbaru pada waktu 07.00 WIB hanya 300 meter, yang menunjukkan kualitas udara yang tidak sehat hingga berbahaya. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Pekanbaru, kualitas udara berada di level tidak sehat hingga berbahaya, dengan angka di atas 300. Peningkatan polusi udara dan kabut asap di Pekanbaru yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan mengakibatkan penurunan kualitas udara dan jarak pandang.

Berita 6 :Pekanbaru Tetapkan Status Siaga Darurat Bencana Kabut Asap 

Media : Liputan6.com 

Penjelasan : Pekanbaru menetapkan status siaga darurat bencana kabut asap. Kabut asap disebabkan kebakaran lahan di sejumlah daerah di Riau, yang menyelimuti Pekanbaru dan menyebabkan ribuan orang terserang penyakit saluran pernapasan akut atau ISPA. Pemerintah Kota Pekanbaru berencana meliburkan sekolah kalau asap tak kunjung berkurang. Selain itu, Pemerintah Kota Pekanbaru juga menetapkan status siaga darurat bencana kabut asap. Dengan ini, sudah ada sembilan kabupaten dan kota di Riau menetapkan status serupa karena kebakaran lahan belum teratasi. Status ini dimulai Senin siang, 5 Agustus 2019, dan berlangsung hingga Oktober 2019. Pemerintah Kota Pekanbaru berencana meliburkan sekolah kalau asap tak kunjung berkurang. Selain itu, pemerintah juga mengumumkan bahwa penduduk yang menderita penyakit saluran pernapasan akut atau ISPA tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan bermotor. 

Berita 7 :Langit di Pekanbaru Putih Karena Asap, Terpantau 882 Titik Api di Sumatera, Terbanyak di Sumsel 

Media : Tribunpekanbaru.com  

Penjelasan : Kondisi kabut asap di Pekanbaru dan provinsi Riau yang semakin tebal pada hari Selasa, 3 Oktober 2023. Langit di Pekanbaru putih karena asap, dan terpantau sebanyak 882 titik api di Sumatera, terbanyak di Sumatera Selatan. Forecaster On Duty Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, Sanya G mengatakan bahwa jumlah titik api atau hotspot di Sumatera terpantau sebanyak 882 titik, tersebar di 8 wilayah Sumatera. Wilayah Sumatera Selatan mengalami 706 titik api, Lampung 76 titik, Bangka Belitung 30 titik, Sumatera Barat 22 titik, Riau 21 titik, Jambi 17 titik, Bengkulu 8 titik, dan Sumatera Utara 2 titik 

Berita 8 :Ada 2.169 Titik Api di Riau pada 2023, Waspada Angin Pembawa Asap ke Malaysia & Singapura 

Media : TEMPO.CO   

Penjelasan : Pada tahun 2023, di Provinsi Riau ada 2.169 titik api yang menghanguskan lahan seluas 2.029,15 hektare akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Gubernur Riau, Syamsuar, mengatakan bahwa lahan terbakar tersebut tersebar di berbagai kabupaten dan kota, dan berpotensi mengirimkan asap ke wilayah Provinsi Riau sampai ke Malaysia dan Singapura. Dia menyebutkan bahwa angin dari tenggara ke barat laut-utara yang berpotensi mengirimkan asap ke wilayah tersebut. Syamsuar juga mengatakan bahwa pemerintah Riau masih berupaya dalam mengendalikan karhutla di wilayah itu, serta membangun posko Satgas Karhutla di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta posko lapangan di lokasi karhutla. Dia juga menyiapkan seluruh sumber daya manusia dan sarana prasarana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, seperti alat berat eskavator, mesin pompa pemadam, selang, kendaraan operasional, membangun sekat kanal, embung, menara pemantau api, dan lain-lain. 

Berita 9 :BMKG Catat 1.492 Hotspot Karhutla di Sumatera, Pekanbaru Mulai Diselimuti Asap 

Media : Beritasatu.com 

Penjelasan : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat sebanyak 1.492 titik panas (hotspot) kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera. Kebakaran tersebut terdeteksi di 8 provinsi, dengan jumlah terbanyak di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang berjumlah 1.117 titik. Di Provinsi Jambi tercatat 58 hotspot, Bengkulu 2, Lampung 150, Sumatera Barat 13, Sumatera Utara 8, Bangka Belitung 30 titik, dan Riau 114 titik. Sementara itu, kabupaten Riau yang memiliki hotspot karhutla tersebut tersebar di 9 kabupaten, yakni Kabupaten Kampar 1 titik, Kuantan Singingi 7, Pelalawan 5, Rokan Hilir 3, Rokan hulu 17, Indragiri Hilir 37 dan Indragiri Hulu 44. Sebagian wilayah, termasuk Kota Pekanbaru, memiliki jarak pandang yang kabur sekitar 3-5 kilometer. Cuaca di Kota Pekanbaru dan sekitarnya cenderung cerah hingga berawan, dan terjadi potensi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang di sebagian wilayah. Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Ramlan menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh pergerakan asap karhutla dari provinsi tetangga. Riau mengalami kabut asap akibat kebakaran yang terjadi di beberapa wilayah di Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu. Di samping itu, banyak juga kabut asap yang terjadi di sekitar Jambi dan Palembang, yang menambah akumulasi kabut asap di Riau, karena arah angin dari tenggara. 

Berita 10 :Kebakaran hutan dan lahan kian meluas dan kabut asap semakin parah, BNPB kewalahan padamkan api 

Media : Bbc.com  

Penjelasan : Kebakaran hutan dan lahan yang semakin luas dan kabut asap yang semakin parah di Indonesia. Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo, menyarankan pemerintah untuk berhenti berpolemik tentang kabut asap antarnegara, karena kondisi dampak asap kebakaran hutan dan lahan sudah "sangat parah". Dia juga menyarankan pemerintah untuk tidak meragukan keselamatan warga dan jangan sampai ke tingkat tragedi yang terjadi tahun 2015. Kata Henri, proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan "perlu waktu lama" karena jumlah helikopter yang terbatas. Dia juga menilai bahwa asap karhutla tidak hanya berasal dari Indonesia tapi juga Malaysia. Direktur Eksekutif ICEL, Henri Subagiyo, mengatakan bahwa kondisi cuaca yang panas dan kering membuat kebakaran hutan dan lahan semakin parah. Dia juga menilai bahwa kondisi ini akan mempengaruhi kesehatan warga, khususnya anak-anak dan lansia. 

Data yang Relevan untuk Analisis Kabut Asap di Pekanbaru

Data yang ditunjukkan dalam gambar dapat membantu dalam menganalisis kabut asap di Pekanbaru, Riau, meskipun tidak secara langsung. Berikut beberapa poin penting:

Curah Hujan dan Hari Hujan:

  • Curah hujan yang rendah dan jumlah hari hujan yang sedikit dapat mengindikasikan kondisi kering, yang meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan.
  • Data menunjukkan bulan Januari, Februari, dan Agustus memiliki curah hujan yang relatif rendah.
  • Penurunan curah hujan di bulan-bulan tersebut dapat dikaitkan dengan musim kemarau, yang berpotensi meningkatkan risiko kebakaran.

Kelembaban Udara:

  • Kelembaban udara yang rendah dapat mempermudah terjadinya kebakaran dan memperparah kabut asap.
  • Data menunjukkan bahwa kelembaban udara di Pekanbaru relatif rendah, dengan rata-rata di bawah 85%.
  • Kondisi ini dapat mempermudah penyebaran asap dan meningkatkan dampak kabut asap pada kesehatan masyarakat.

Suhu Udara:

  • Suhu udara yang tinggi dapat mempercepat proses pengeringan vegetasi, membuatnya lebih mudah terbakar.
  • Data menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara di Pekanbaru cukup tinggi, yaitu sekitar 27C.
  • Suhu tinggi dapat memperparah kondisi kering dan meningkatkan risiko kebakaran.

Tekanan Udara:

  • Tekanan udara yang rendah dapat meningkatkan penyebaran asap dan memperparah kabut asap.
  • Data menunjukkan bahwa tekanan udara di Pekanbaru relatif rendah, dengan rata-rata di bawah 1010 mb.
  • Kondisi ini dapat menyebabkan asap bergerak lebih mudah dan memperluas jangkauan kabut asap.

Data Lainnya:

  • Data lain seperti jumlah titik panas, arah angin, dan kondisi vegetasi dapat membantu dalam analisis yang lebih komprehensif.
  • Kombinasi data curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, tekanan udara, dan data lainnya dapat membantu dalam:
    • Memprediksi potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
    • Memantau penyebaran kabut asap.
    • Mengevaluasi dampak kabut asap pada kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Kesimpulan:

Analisis framing text berita menunjukkan bahwa kabut asap di Pekanbaru merupakan isu kompleks dengan berbagai sudut pandang. Media massa memainkan peran penting dalam menyampaikan informasi dan mendorong solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Data yang ditunjukkan dalam gambar dapat memberikan informasi penting untuk analisis kabut asap di Pekanbaru. Meskipun tidak secara langsung menunjukkan tingkat keparahan kabut asap, data ini dapat membantu dalam memahami faktor-faktor yang berkontribusi dan memperkirakan potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan. 

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Rosalina Kumalawati S.Si., M.Si., dosen pengampun mata kuliah Meteorolodi dan Klimatologi, karena telah memberikan waktu dan kesempatan kepada saya untuk artikel ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun