Mohon tunggu...
fatimah zahra nurbachriah
fatimah zahra nurbachriah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya mempunyai hobi membaca novel dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Stres Kerja pada Perawat dan Cara Menghadapinya

21 November 2024   22:54 Diperbarui: 22 November 2024   02:04 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://zonaliterasi.id/

Stress kerja pada perawat adalah topik yang relevan dan signifikan dalam konteks kesehatan, karena perawat sering bekerja keras dalam lingkungan yang penuh tekanan, dengan beban kerja yang tinggi, jam kerja yang panjang, serta tentangan emosional pada diri sendiri. 

Judul ini bertujuan agar mengetahui stress kerja pada perawat dapat mempengaruhi kesehatan dan fisik perawat, yang memungkinkan dapat mempengaruhi kualitas perawatan yang mereka berikan. Oleh karena itu, pembahasan yang saya bahas mengenai stres kerja pada perawat penting untuk mengidentifikasi penyebabnya, dan cara perawat untuk menghapinya atau mengola stres agar perawat dapat bekerja dengan efektif. 

Hal yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien, serta banyakny tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat menganggu penampilan kerja dari perawat tersebut. Selain dari tugas tambahan, beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi oleh waktu kerjanya.

Hasil penelitian (Novitasari, 2023), mengatakan Stress kerja merupakan hal wajar yang dimiliki petugas Kesehatan terutama di bidang pelayanan kepada masyarakat, namun hal tersebut dapat berdampak negatif pada hasil kerjanya. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. 

Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup untuk mengerjakan sesuatu pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

Hasil penelitian (Zaman et al., 2023), mengatakan bahwa stress kerja perawat berada diurutan paling atas pada empat puluh pertama kasus stres kerja pada pekerja. Hal ini bisa disebabkan oleh tugas-tugas perawat yang sering monoton dan kondisi ruangan yang sempit, biasa dirasakan oleh perawat yang bertugas di bagian bangsal.

 Tuntutan untuk bertindak cepat dan tepat dalam menangani pasien biasanya dihadapi oleh perawat diruang gawat darurat atau bagian kecelakaan. Perawat adalah profesi kesehatan yang mengkhususkan diri pada upaya penanganan perawatan pasien atau asuhan kepada pasien dengan tuntutan kerja yang bervariasi berdasarkan karateristik pekerjaan. 

Karakteristik perkerjaan tersebut meliputi karakteristik tugas, organisasi, lingkungan kerja fisik maupun sosial. Selain itu perawat kesehatan jiwa juga dituntut untuk lebih berhati-hati dan waspada dalam memberikan perawatan karena kondisi pasien yang labil dan sulit diperediksikan.

Adapun hasil penelitian dari (Spener et al., 2020), menunjukan bahwa faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan gangguan pola tidur yaitu shift kerja malam.

 Gangguan tidur merupakan pengalaman sehari-hari yang disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan, tahap perkembangan dan stresor psikososial, jadwal kerja, sekolah, dan perjalanan, penggunaan obat atau penyalahgunaan zat, dan kesehatan fisik serta mental, hal yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien, serta banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat menganggu penampilan kerja dari perawat tersebut.

 Selain dari tugas tambahan, beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi oleh waktu kerjanya.

Hasil penelitian (Mustakim et al., 2022), Sebanyak 39.3% responden yang mengalami stress kerja dalam kategori berat, menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia (P=0.036), status pernikahan (P=0.017), lingkungan fisik (P=0.023) dan dukungan sosial (P=0.004) dengan kejadian stress kerja. Namun tidak ditemukan hubungan bermakna antara jenis kelamin (P=0.132), masa kerja (P=0.458), konflik interpersonal (P=0.631), beban kerja (P=0.968), shift kerja (P=0.072) dan aktivitas di luar pekerjaan (P=0.068) terhadap stress kerja. 

Semakin banyak bukti yang menunjukkan dampak psikososial dan stress kerja terhadap kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja serta kinerja organisasi. Bagi individu, stress kerja berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental pekerja, penurunan kinerja, kurangnya pengembangan karir dan kehilangan pekerjaan.

            Hasil penelitian (ABDUL AZIZ AZARI, 2021), menunjukkan bahwa, sebagian besar perawat mengalami stress sebesar 57%, dan sebagian kecil tidak mengalami stress sebesar 43%. Selain itu, kinerja yang dimiliki oleh perawat sebagian besar baik sebanyak 55%, sedangkan 45% perawat memilki kinerja yang kurang. Berdasarkan uji Chi-Square didapatkan nilai sebesar 0.000 yang artinya terdapat hubungan antara stress kerja dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di Jember. 

Perawat yang dalam melakukan asuhan keperawatan sangat rentan sekali dengan stress, yang disebabkan oleh meningkatnya beban kerja, sehingga beban kerja yang tinggi dapat menyebabkan stress. Stress yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan yang terkait dengan kinerja perawat yang kurang optimal.

            Hasil penelitian (Parlinda et al., 2020), menunjukkan jurnalis perempuan yang mengalami stres kerja sebanyak 4 orang (4,7%). Faktor risiko yang berpengaruh terhadap stres kerja adalah tuntutan pekerjaan p-value = 0,005 (OR 0,833; 95% CI 0,697 - 0,997). Dari hasil wawancara dan observasi langsung oleh psikolog didapatkan keempat responden mengalami kecenderungan stres kerja ringan. 

Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja. Pada penelitian ini, dari jawaban pertanyaan tentang tuntutan pekerjaan, keempat responden dikategorikan ke dalam responden yang berisiko mengalami kecenderungan stres ringan menurut psikolog.

            Adapun hasil penelitian (Arif et al., 2021),menunjukan bahwa terdapat 4,9% karyawan kontrak di PT. X mengalami stres kerja sedang dan 2,4%-nya mengalami stres kerja berat. Menurut hasil uji statistik, faktor yang memicu stres tersebut adalah tuntutan pekerjaan (p value < 0,001), kontrol terhadap pekerjaan (p value = 0,016), dan hubungan interpersonal (p value = 0,021). ).

 Sedangkan faktor lainnya seperti usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja, dan lama kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat stres kerja pada karyawan kontrak di PT. X. Hasil wawancara dengan psikolog menyatakan bahwa faktor yang menjadi pemicu stres ketiganya adalah target harian yang sulit dicapai, sulitnya untuk beristirahat, serta hubungan yang menegangkan dengan atasan ataupun rekan kerja. 

Perusahaan hendaknya memberikan target yang realistis agar target harian dapat tercapai, waktu istirahat yang cukup sesuai dengan jadwal istirahat, serta memberikan pelatihan tentang kerjasama tim yang baik kepada karyawan kontrak.

            Hasil penelitian (Lastari et al., 2021), menunjukan sebanyak 65,1% memiliki pengetahuan cukup, 34,9% memiliki pengetahuan baik, sedangkan 44,2% responden memiliki kepatuan cukup, 55,8% responden memiliki kepatuhan baik. 

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan untuk mempertahankan dan lebih meingkatkan pengetahuan dan kepatuhan penggunaan handscoon dengan cara mengikuti sosialisasi tentang penggunaan handscoon.menyatakan masa kerja seseorang tidak berpengaruh terhadap kepatuhan perawat menggunakan handscoon, tetapi masa kerja memiliki kaitan yang erat dengan pengalaman yang didapatkan oleh seseorang dan tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh dalam pengetahuan yang cukup dalam menggunakan handscoon yaitu sebanyak 28 orang. 

Sebagian besar responden pada penelitian mempunyai tingkat kepatuhan yang baik dalam menggunakan handscoon sebesar 24 orang m23 menggunakan handscoon, tetapi sikap atau kemauan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi seseorang dalam penggunaan handscoon.

            Adapun hasil penelitian (Pramadewi et al., 2021), menyatakan mayoritas perawat memiliki kategori usia 26-35 tahun yaitu sejumlah 57 orang (77,0%) yang termasuk ke dalam kategori dewasa awal. Perawat pada rentang usia dewasa awal membawa perubahan yang bersifat positif yaitu dari aspek kesehatan dan kekuatan fisik sedang pada kondisi yang optimal. 

Produktivitas kerja perawat juga tinggi dikarenakan seseorang pada usia muda cenderung memiliki jiwa muda yang energik, bersemangat, dan lebih terampil. Perawat yang berusia lebih muda diharapkan dapat dijadikan sebagai regenerasi dan sumber daya manusia yang berkualitas dalam pemenuhan asuhan keperawatan yang bermutu dan profesional kepada masyarakat di pelayanan kesehatan. 

Penelitian ini juga memperoleh hasil yaitu mayoritas perawat memiliki jenis kelamin perempuan sejumlah 49 orang (66,2%). ). Perawat di Indonesia memang lebih didominasi oleh perawat perempuan yang dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi, hal itu mungkin terkait pendidikan keperawatan yang lebih banyak diisi oleh mahasiswa perempuan.

            Hasil penelitian (Rivelino et al., 2018), ) menyatakan bahwa keefektifitas komunikasi dalam timbang terima jika tidak dilakukan dengan benar maka akan menimbulkan beberapa masalah diantaranya keterlambatan dalam diagnosa medis, dan peningkatan kemungkinan terjadinya efek samping seperti munculnya kejadian nyaris cidera (KNC) dan kejadian tidak diharapkan (KTD), juga konsekuensi lain Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensifmenunjukan bahwa Kinerja perawat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan merupakan masalah yang sangat penting untuk dikaji dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja antara lain faktor individu pekerja, faktor organisasi, faktor psikologi.

            Hasil penelitian (Sartika, 2023),mengatakan bahwa stres kerja adalah suatu keadaan psikologis yang timbul karena adanya ketidaksesuaian antara beban kerja dan kemampuan individu untuk mengatasinya atau merupakan penyesuaian terhadap berbagai tuntutan baik yang bersumber dari dalam maupun luar organisasi yang dirasakannya sebagai peluang dan ancaman yang mempengaruhi keseimbangan fisik dan psikis, proses berpikir, serta emosi yang mengakibatkan kondisinya kurang prima untuk memberikan kinerja yang baik.

            Hasil penelitian  (Rosa Fitri Amalia & Eli Saripah, 2024), Stres setelah seharian bekerja adalah masalah umum yang dapat mepengaruhi banyak orang. Stres dapat berdampak pada kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup seseorang. Salah satu cara untuk mengatasi stres setelah bekerja adalah dengan bersantai. Bersantai dapat membantu pemulihan fisik dan mental, meningkatkan kinerja, dan memperbaiki suasana hati. 

Bersantai merupakan bagian penting dari kualitas hidup yang ideal. Kualitas hidup terdiri dari aspek kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Manajemen waktu juga penting untuk menjaga keseimbangan kerja dan santai. Bersantai memiliki banyak manfaat, termasuk mengurangi stres, meningkatkan kreativitas, dan mengurangi risiko penyakit.

            Adapun hasil penelitian (Panjalu Pramono, 2020.), menunjukan bahwa ini mencakup situasi di mana pekerja dihadapkan pada tugas atau tanggung jawab yang berlebihan, baik dari segi kuantitas maupun kompleksitas, sehingga mereka merasa kesulitan untuk mengatasinya. Beban kerja yang berlebihan dapat mengakibatkan kelelahan fisik dan mental, merugikan kesejahteraan individu dan meningkatkan tingkat stres. 

Ketidakpastian dalam pekerjaan dan perubahan organisasional dapat menyebabkan stres Ketidakpastian mengenai masa depan pekerjaan atau perubahan yang tidak 8 terduga dalam struktur organisasi dapat menciptakan rasa tidak stabil dan khawatir di antara pekerja. Hal ini dapat memicu stres karena individu merasa sulit untuk merencanakan atau memahami konsekuensi dari perubahan tersebut.

            Hasil penelitian (Yuli Asih et al., .), menyatakan bahwa strategi coping adaftif akan mengurangi distress jangka pendek dan panjang, termasuk penghindaran situasi yangmenimbulkan distress, memecahkan masalah, dan berdamai dengan situasi. Namun, bila berlangsung terus, penghindaran dapat merugikan dan mencegah terjadinya pemecahan masalah dan berdamai dengan situasi. 

Strategi coping maladaptif efektif untuk jangka pendek tetapi akan menimbulkan kesulitan dalam jangka panjang. Strategi maladaftif ini dapat berupa penggunaan alkohol dan zat yang berlebihan, melepas emosi melalui perilaku histrionic atau agresif, dan mencederai diri sendiri dengan sengaja.

            Hasil penelitian (Hermawan, 2022), menunjukan bawah elemen utama yang memengaruhi tingkat stres kerja adalah tuntutan tugas. Tuntutan tugas ini mencakup tugas-tugas spesifik yang harus dilakukan seseorang, dan jenis pekerjaan tertentu cenderung menciptakan tingkat stres yang berbedabeda. Task demands, atau tuntutan tugas, merujuk pada persyaratan dan tantangan yang terkait dengan pelaksanaan suatu pekerjaan atau tugas tertentu. 

Tuntutan tugas ini mencakup berbagai aspek yang harus dipenuhi atau diatasi oleh individu dalam konteks pekerjaan mereka. Tuntutan tugas dapat bersifat fisik, kognitif, atau emosional, dan dapat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan dan lingkungan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

 

1, M., Luthfi, E., Andini, N., & Sofiany, I. R. (2022). Stress Kerja pada Perawat Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono. In Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia (Vol. 17, Issue 2).

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jkmi

ABDUL AZIZ AZARI, M. I. Z. (2021). STRES KERJA DAN KINERJA PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN DI JEMBER. MEDICAL JURNAL OF AL QODIRI, 6(1), 1--8.

https://doi.org/10.52264/jurnal_stikesalqodiri.v6i1.64 

Arif, M., Malaka, T., & Novrikasari, N. (2021). HUBUNGAN FAKTOR PEKERJAAN TERHADAP TINGKAT STRES KERJA KARYAWAN KONTRAK DI PT. X. Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat) Khatulistiwa, 8(1), 44. https://doi.org/10.29406/jkmk.v8i1.2639

Hermawan, E. (2022). MONOGRAF STRES KERJA PENERBIT CV. EUREKA MEDIA AKSARA.

Lastari, N. W. U., Krisnawati, K. M. S., & Puspita, L. M. (2021). GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PERAWAT MENGGUNAKAN HANDSCOON DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WANGAYA. Coping: Community of Publishing in Nursing, 9(2), 165. https://doi.org/10.24843/coping.2021.v09.i02.p06

Novitasari, D. (2023). Pengaruh Stress Kerja terhadap Kinerja Perawat di Kota Bengkulu. EKOMBIS REVIEW: Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 11(2). https://doi.org/10.37676/ekombis.v11i2.3623

Panjalu Pramono, G. (n.d.). PENGELOLAAN STRES KERJA: Integrasi Alam Bawah Sadar dan Teknik Hypno Self dalam Lingkungan Kerja yang Sehat Oleh.

Parlinda, M., Malaka, T., & Novrikasari, N. (2020). HUBUNGAN TUNTUTAN PEKERJAAN TERHADAP KEJADIAN STRES KERJA PADA JURNALIS PEREMPUAN DI KOTA PALEMBANG. JURNAL MEDIA KESEHATAN, 13(2), 89--99. https://doi.org/10.33088/jmk.v13i2.571

Pramadewi, K. L. A., Sri Krisnawati, K. M., & Swedarma, K. E. (2021). GAMBARAN TINGKAT STRES KERJA PERAWAT DI RUANG ISOLASI COVID-19 RSUD BALI MANDARA. Coping: Community of Publishing in Nursing, 9(5), 581. https://doi.org/10.24843/coping.2021.v09.i05.p11

Rivelino, R. K., Program, H., Keperawatan, S. I., Kedokteran, F., Sam, U., & Manado, R. (2018). HUBUNGAN TIMBANG TERIMA (OPERAN SHIFT) DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP BANGSAL RSU GMIM PANCARAN KASIH MANADO (Vol. 6, Issue 1).

Rosa Fitri Amalia, N., & Eli Saripah, N. (2024). BUNGA RAMPAI MANAJEMEN STRES. www.nuansafajarcemerlang.com

Sartika, D. (2023). STRES KERJA.

www.penerbitwidina.com

Spener, R., Rizald, H., Rompas, M., & Doda, V. D. (2020). HUBUNGAN ANTARA BEBAN, MASA KERJA DAN SHIFT KERJA DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA PERAWAT DI RUANGAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM GMIM PANCARAN KASIH MANADO.

Yuli Asih, G., Hardani Widhiastuti, Ms., & Rusmalia Dewi, P. (n.d.). STRES KERJA.

Zaman, B., Miniharianti, M., & Rabial, J. (2023). HUBUNGAN BEBAN DAN STRES KERJA PERAWAT DALAM MENANGANI PASIEN GANGGUAN JIWA DI RUANG UPIP RSUD TGK. CHIK DI TIRO. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, 11(01), 1--5. https://doi.org/10.47794/jkhws.v11i01.462

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun