Selain dari tugas tambahan, beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi oleh waktu kerjanya.
Hasil penelitian (Mustakim et al., 2022), Sebanyak 39.3% responden yang mengalami stress kerja dalam kategori berat, menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia (P=0.036), status pernikahan (P=0.017), lingkungan fisik (P=0.023) dan dukungan sosial (P=0.004) dengan kejadian stress kerja. Namun tidak ditemukan hubungan bermakna antara jenis kelamin (P=0.132), masa kerja (P=0.458), konflik interpersonal (P=0.631), beban kerja (P=0.968), shift kerja (P=0.072) dan aktivitas di luar pekerjaan (P=0.068) terhadap stress kerja.Â
Semakin banyak bukti yang menunjukkan dampak psikososial dan stress kerja terhadap kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja serta kinerja organisasi. Bagi individu, stress kerja berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental pekerja, penurunan kinerja, kurangnya pengembangan karir dan kehilangan pekerjaan.
      Hasil penelitian (ABDUL AZIZ AZARI, 2021), menunjukkan bahwa, sebagian besar perawat mengalami stress sebesar 57%, dan sebagian kecil tidak mengalami stress sebesar 43%. Selain itu, kinerja yang dimiliki oleh perawat sebagian besar baik sebanyak 55%, sedangkan 45% perawat memilki kinerja yang kurang. Berdasarkan uji Chi-Square didapatkan nilai sebesar 0.000 yang artinya terdapat hubungan antara stress kerja dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di Jember.Â
Perawat yang dalam melakukan asuhan keperawatan sangat rentan sekali dengan stress, yang disebabkan oleh meningkatnya beban kerja, sehingga beban kerja yang tinggi dapat menyebabkan stress. Stress yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan yang terkait dengan kinerja perawat yang kurang optimal.
      Hasil penelitian (Parlinda et al., 2020), menunjukkan jurnalis perempuan yang mengalami stres kerja sebanyak 4 orang (4,7%). Faktor risiko yang berpengaruh terhadap stres kerja adalah tuntutan pekerjaan p-value = 0,005 (OR 0,833; 95% CI 0,697 - 0,997). Dari hasil wawancara dan observasi langsung oleh psikolog didapatkan keempat responden mengalami kecenderungan stres kerja ringan.Â
Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja. Pada penelitian ini, dari jawaban pertanyaan tentang tuntutan pekerjaan, keempat responden dikategorikan ke dalam responden yang berisiko mengalami kecenderungan stres ringan menurut psikolog.
      Adapun hasil penelitian (Arif et al., 2021),menunjukan bahwa terdapat 4,9% karyawan kontrak di PT. X mengalami stres kerja sedang dan 2,4%-nya mengalami stres kerja berat. Menurut hasil uji statistik, faktor yang memicu stres tersebut adalah tuntutan pekerjaan (p value < 0,001), kontrol terhadap pekerjaan (p value = 0,016), dan hubungan interpersonal (p value = 0,021). ).
 Sedangkan faktor lainnya seperti usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja, dan lama kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat stres kerja pada karyawan kontrak di PT. X. Hasil wawancara dengan psikolog menyatakan bahwa faktor yang menjadi pemicu stres ketiganya adalah target harian yang sulit dicapai, sulitnya untuk beristirahat, serta hubungan yang menegangkan dengan atasan ataupun rekan kerja.Â
Perusahaan hendaknya memberikan target yang realistis agar target harian dapat tercapai, waktu istirahat yang cukup sesuai dengan jadwal istirahat, serta memberikan pelatihan tentang kerjasama tim yang baik kepada karyawan kontrak.
      Hasil penelitian (Lastari et al., 2021), menunjukan sebanyak 65,1% memiliki pengetahuan cukup, 34,9% memiliki pengetahuan baik, sedangkan 44,2% responden memiliki kepatuan cukup, 55,8% responden memiliki kepatuhan baik.Â