Hal ini sesuai ketentuan Allah pada surat al-Maidah Ayat 89 yang artinya: "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka kifarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari, yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar), dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)".
* Bila habis masa empat bulan, dan suami tidak kembali kepada istrinya, istri memiliki hak untuk menentukan sikap. Jika dia tidak keberatan, dia tidak perlu mengajukan perkaranya ke pengadilan (hakim), tetapi jika dia tidak menerima kenyataan itu, dia memiliki hak untuk mengajukan perkaranya ke pengadilan (hakim).
* Setelah habis masa empat bulan waktu yang ditentukan hakim, dia memutuskan bahwa suami harus kembali kepada istrinya dengan membayar kifarat. Jika suami berkenan untuk kembali dan mampu melakukannya, dia harus kembali dengan cara menggauli istrinya. Namun, jika dia tidak dapat melakukannya secara fisik pada saat itu, dia cukup kembali dengan ucapan bahwa dia siap kembali kepada istrinya setelah semua hambatan yang menghalanginya hilang.
* Bila suami tidak berkenan untuk kembali karena hal yang rasional sedangkan dia mampu untuk menggauli istrinya, maka hakim menyuruh suami untuk men-thalaq istrinya. Jika suami menyatakan thalaq terhadap istrinya berlakulah talak raj'i sesuai jumlah yang ditetapkan satu atau dua.
Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, namun suami tetap diam, ada beberapa pendapat ulama tentang apa yang harus dilakukan setelahnya, antara lain:
1. Hakim berhak menceraikannya dalam kedudukan sebagai hakim dalam bentuk fasakh jika suami tidak kembali atau tidak mau kembali setelah empat bulan dan tidak pula menceraikannya. Pendapat ini dikemukakan oleh satu pendapat Imam al-Syafi'i, satu riwayat dari Imam Ahmad, dan sebagian ulama Hanafiyah.
2. Hakim tidak dapat menceraikan suami dari istrinya selain hanya memaksa, bahkan dapat memenjarakan suami sampai dia membuat keputusan antara kembali pada istrinya atau menceraikannya. Pendapat ini dikemukakan oleh satu pendapat Imam Syafi'i, Zhahiriyah, dan Imamiyah dengan alasan karena ayat urusan cerai itu dikembalikan kepada suami, bukan kepada hakim.
Mengenai bentuk perceraian karena Ila', para ulama berbeda pendapat, yakni:
1. Talak Raj'i, jika yang menjatuhkan talak adalah suami.
2. Talak Ba'in, jika perceraian itu dilakukan oleh hakim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H