Kodrat yang tidak digubris oleh ibunya berjalan keluar rumah dan langsung menatap ke lahan pekuburan yang semakin terang. Rumahnya memang tidak jauh dari pemakaman desa kira-kira hanya sekitar seratus lima puluh meter jarak antara rumahnya dan kuburan desa. Di depan pintu gerbang kuburan yang sangat terang ia melihat bapaknya yang melambaikan isyarat ajakan agar Kodrat segera mendekat.
Kodrat yang masih jengkel dengan bapaknya lalu memalingkan muka, ia mengucek-kucek matanya, ia tidak ingin melihat bapaknya yang kasar lagi. Kodrat mengucek-kucek matanya tanpa henti, ia ketagihan mengucek matanya dengan kedua tangannya. Ia mengucek matanya terus-terusan sampai berdarah, lalu banyak air yang keluar dari matanya.
"Aku emoh weruh bapak, Aku emoh weruh bapak, Aku emoh weruh bapak..."
Ia mengucek matanya lebih keras dan lebih kencang lagi, darah bercampur air mata mengalir di pipi Kodrat yang polos. Sekejap Kodrat berhenti ia kesulitan membuka matanya lalu kembali mengucek matanya. Ia kesulitan membuka matanya lalu dengan gemas meraba bola matanya sendiri dan melepasnya dari rongga matanya. Ia tidak bisa melihat apa-apa tapi tangannya masih bisa bergerak, ia memasukkan bola matanya ke mulut dan mengunyahnya. Ia tidak akan lagi bisa melihat bapaknya. Halimun mengepul menutup bingkai, Kodrat bergegas pulang.
...
Surilang njot-njotan
Burung dara burung merpati
Burung dara burung merpati
Terbang melayang tinggi di awan
Hei sayang di sayang
...
Â
Farobi Fatkhurridho
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H