Mohon tunggu...
Farobi Fatkhurridho
Farobi Fatkhurridho Mohon Tunggu... Freelancer - Saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Sudah saya bilang, saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surilah

3 Januari 2021   22:38 Diperbarui: 3 Januari 2021   23:12 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Adahh Addahh, Cocoteee, Drat!"

Kodrat tidak memedulikan teriakan teman-temannya, ia makin mendekat dan tepat di depan wajah Surilah. Surilah diam saja tidak seperti biasanya, ia juga melihat tepat lurus ke dalam kelopak mata Kodrat dengan pandangan kosong. Tak diduga tangan Kodrat yang mungil menuju pipi kanan Surilah yang keriput, Kodrat menyentuh pipi Surilah dan mengusapnya tiga kali. Seketika itu Surilah tersenyum melihat wajah Kodrat yang polos, Surilah tersenyum sampai gusinya nampak penuh dengan liur merah sehabis menginang.

Sejenak sebelum Kodrat membalas senyum Surilah, tangan Surilah sudah lebih dulu meraih pipi Kodrat dan mencubitnya sangat keras dengan cubitan kecil yang melukai kulit pipi anak kelas lima SD itu. Surilah mencubit Kodrat sambil tertawa lepas, ia tidak mengucapkan apapun, Kodrat seketika menangis meraung kesakitan tapi tidak bisa melepaskan diri dari cubitan Surilah. Surilah tentu saja tidak menghiraukan tangisan bocah itu dan mencubitnya semakin keras sampai pipi Kodrat berdarah.

"Ahahahhahaaaa hahahahahaaa cah bagus bocah baguss..." Surilah tertawa gembira sambil bersenandung. Saat itu Surilah benar-benar gembira.

Kurang lebih lima belas detik kejadian itu yang merupakan mimpi buruk bagi Kodrat seumur hidupnya, setelah selesai mencubit pipi Kodrat Surilah tidak begitu saja melepaskan bocah ini berlari kabur bersama teman-temannya. Pipi Kodrat yang berdarah diciumi oleh Surilah yang hampir tidak memiliki gigi, Surilah menciumi pipi kodrat dan menjilatnya dengan penuh liur berwarna merah itu.

"Awwaass, Ngalihlahhh, Emmooohhh, aaaaahhh, Jijihiii, Jijihiii.." Begitu teriak Kodrat memekik sepanjang lorong gang. Saat itu Surilah benar-benar terlihat gembira.

*

Seminggu berlalu dan warga desa mulai melupakan kejadian itu, orang tua Kodrat tidak ambil pusing karena mereka tahu percuma saja mempermasalahkan kejadian yang melibatkan anak-anak dan orang gila. Surilah masih seperti biasa, duduk-duduk sambil mengunyah sisa-sisa daun sirih dalam mulutnya, tidak ada yang memedulikannya. Hanya sudah tidak ada lagi anak-anak yang pulang sekolah melewati gang Surilah, mereka lebih memilih untuk mengambil jalan memutar meski lebih jauh yang penting mereka selamat dari cubitan Surilah.

Kodrat meriyang seminggu lebih. Dibawa ke Puskesmas, ia hanya diberi obat merah untuk mengobati lecet di pipinya yang lugu. Selebihnya adalah sakit-sakit yang tidak terduga, orang tua Kodrat pada awalnya memaklumi hal tersebut, mungkin Kodrat meriyang karena masih ketakutan dengan kejadian yang menimpanya, mungkin juga ia pura-pura meriyang agar tidak berangkat sekolah karena malu dengan teman-temannya.

Meskipun masih ogah-ogahan diajak ngobrol, nafsu makannya tidak berkurang. Itu sedikit banyak disyukuri oleh ibunya yang sudah mulai khawatir dengan keadaan Kodrat.

"Wis lah, Pak. Ngko digawa nggone Ustad Bangi bae.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun