Mohon tunggu...
Farobi Fatkhurridho
Farobi Fatkhurridho Mohon Tunggu... Freelancer - Saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Sudah saya bilang, saya bekas mahasiswa sastra yang malas cari kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Samgong

6 Mei 2020   13:22 Diperbarui: 6 Mei 2020   13:35 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tumben sudah beberapa hari ini tidak ada yang datang protes" celetuk Burhan

"Yaiyalah mas, warga pada takut dihajar kayak kasus kemarin itu"

"Kasian amat ya, masalah snack sampe dihajar"

"Lho, bukannya sampeyan juga bodo amat"

"Iya juga si, tapi kalau ada perangkat desa terlibat, bukannya hidangan juga masuk anggaran desa"

"Lalu?"

"Ah, ndak, cuma perasaanku aja, Kades desa itu lagi sering ketemu pakbos tuh"

Sebenarnya aku agak malas harus berbicang dengan Burhan di Kantor, tapi perkataannya cukup mengganggu dan menarik untuk di usut. Ada urusan apa kades desa tersebut datang kemari, ataukah menanyakan desas desus tentang jalan tol atau meminta pembelaan atas apa yang menimpa warga desanya. Seketika naluri James Bondku memuncak dan ingin segera mengunjungi rumah warga dan beberapa perangkat desa yang mendapatkan siksaan dari aparat.

Aku tidak akan mencoba menanyakan hal tersebut pada orang-orang kantor, karena mereka sama liciknya terlebih Burhan. Namun tidak seperti biasanya ia memberi informasi seperti itu dengan santai tanpa diminta. Terkadang aku merasas kalau burhan tahu sesuatu tentang aku dan Roro dan dia ingin mencekik leherku dari belakang, tapi bertahun berlalu dan tidak terjadi sesuatu hal. Burhan adalah pegawai yang sering dipuji oleh kepala kantor, aku harus tetap berjaga dalam kondisi seperti ini.

Orang kantor sudah mulai melupakan dan mengurangi celotehnya tentang kebodohanku seminggu yang lalu. Kecanggungan perlahan kembali normal seperti semula lagi, namun Pakbos masih kadang sinis memandangku dan celoteh ketusnya tidak berkurang sedikitpun. Pada waktu jam makan siang aku sudah mulai bisa berbaur dengan pegawai yang lain setelah hampir tiga hari berturut-turut jadi bahan ocehan orang-orang sampai kupingku kuning merah.

Jam makan siang seperti biasa kantin Bu Jum menerimaku dengan apa adanya, mungkin dia orang yang tahu desas-desus kantor tapi bisa tetap ramah kepada semua orang yang berkunjung ke kantinnya. Burhan makan di mejanya sendiri seperti biasa Roro selalu menyiapkan makan siang untuknya. Aku tahu disisi lain Roro agak pelit, ia memang haus akan pujian, ia pasti tidak memperbolehkan suaminya makan selain makanan masakannya apalagi sampai mengidamkan makanan masakan orang lain Roro bisa marah besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun