Mohon tunggu...
Farikhah IntanWulandari
Farikhah IntanWulandari Mohon Tunggu... Guru - Guru TK

menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Artikel

12 Desember 2022   21:45 Diperbarui: 12 Desember 2022   21:48 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

              Menurut Freud (Santrock, 2002) rentang usia antara 3 -- 6 tahun anak berada pada tahap phallic. Selama tahap phallic kenikmatan berfokus pada alat kelaminnya. Kenikmatanmasturbasi serta kehidupan fantasi anak yang menyertai aktivitas auto-erotik membuka jalanbagi tumbulnya Oedipus Complex. Dimana anak laki-laki ingin memiliki ibunya danmenyingkirkan ayahnya, sedangkan anak perempuan ingin memiliki ayahnya danmenyingkirkan ibunya. Perasaan-perasaan ini menyatakan diri dalam khayalan pada waktu

anak melakukan masturbasi.

              Pada usia 3 sampai 4 tahun anak sudah mulai menyadari tentang perbedaan alat kelamin yang berbeda antara anak laki-laki dengan anak perempuan serta menanyakan mengenai perbedaan tersebut. Pertanyaan yang sering muncul pada usia ini adalah "dari manadatangnya bayi". Perilaku seksual yang biasanya muncul pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun adalah : (1) Menyentuh bagian-bagian pribadi mereka di depan umum, (2) Menggosokgosokkan bagian pribadi mereka dengan tangan atau benda yang lain, (3) Mencoba untuk menyentuh paya dara Ibu atau wanita lain, (4) Mencoba untuk melepas baju mereka di depan umum, (5) Mencoba untuk melihat orang lain yang sedang telanjang dan (5) Mengajukan pertanyaan tentang bagian-bagian tubuh mereka beserta fungsinya. Pada usia 4 -- 6 tahun perilaku seksual yang pada umumnya muncul adalah : (1) Menjelajah bagian-bagian tubuh mereka sendiri dengan teman-teman seusianya, misalnya dengan bermain "dokter-dokteran", (2) Meniru perilaku orang dewasa, misalnya mencium, memegang tangan teman lawan jenisnya, (3) Menyebutkan organ-organ vitalnya dengan istilah mereka sendiri.

 

Saat anak bertanya sebaiknya yang dilakukan orangtua menurut Tretsakis (1993) adalah :

(1) Mempunyai kesediaan mendengar yaitu dengan menyimak dengan cermat setiappertanyaan anak agar dapat mengetahui dengan benar apa yang sebenarnya ingin diketahuioleh anak. Menjawab sambil lalu akan membuat anak merasa bahwa orangtua kurang tertarikdengan pertanyaan anak, sehingga ada kemungkinan anak akan malas bertanya lagidikemudian hari. Ini merupakan situasi yang sangat merugikan bagi orangtua maupunperkembangan kepribadian anak. (2) Jangan menangguhkan penjelasan, apabila anak bertanya secara spontan itu adalah pertanda bahwa anak siap belajar. Sebab itu janganlah menunda penjelasan dengan jalan mengalihkan perhatian anak. Anak akan bingung dan heran mengapa orangtua tidak bersedia menjawab pertanyaannya. Jadi jawablah pertanyaan anak segera setelah anak selesai mengutarakannya. (3) Jawaban yang diberikan wajar dan sederhana, jawaban yang diberikan orangtua sebaiknya tidak melampaui batas kemampuanpemahamannya. Jawaban yang terlalu mendetail dan panjang akan membingungkan anak.Pertimbangkan faktor usia dan tingkat perkembangan intelektualitasnya, agar jawaban yang

diberikan benar-benar memuaskan rasa ingin tahunya.

              Ada banyak alasan mendasar mengapa pendidikan seks secara dini bagi anak-anak perlu dan penting (Tretsakis, 1993) yaitu : (1) Pendidikan seks secara dini akan memudahkan anak menerima keberdaan tubuhnya secara menyeluruh dan menerima fase-fase perkembangannya secara wajar. Pendidikan ini akan membantu anak-anak untuk mampu membicarakan tentang seks dengan perasaan yang wajar. (2) Pendidikan seks secara dini akan membantu anak-anak untuk mengerti dan merasa puas dengan peranannya dalam masyarakat menurut jenis kelaminnya. (3) Pendidikan seks yang sehat cukup efektif untuk menghilangkan rasa ingin tahu yang tidak sehat dalam benak anak-anak. Anak-anak mengetahui kenyataan dan tahu bahwa orangtuanya menjawab pertanyaan mereka dengan tuntas akan merasa tidak takut atau malu-malu lagi untuk melibatkan diri dalam perbincangan dengan orangtuanya mengenai seks. (4) Pendidikan seks yang sehat, jujur dan terbuka akan menumbuhkan rasa hormat dan patuh terhadap orangtuanya. Apabila orangtua bersikap jujur, maka anak juga akan terdorong mempercayai mereka dalam hal lain di luar seks. (5) Pendidikan seks yang diajarkan di keluarga secara terarah cenderung cukup efektif untuk mengatasi informasiinformasi negatif yang berasal dari luar lingkungan keluarga.

(Sugiasih. Inhastuti. 2009. "Need Assessment Mengenai Pemberian Pendidikan Seksual yang Dilakukan Ibu untuk Anak Usia 3 -- 5 Tahun". Jurnal Psikologi, (Online, Vol.16, (http://cyber.unissula.ac.id/journal/dosen/publikasi/210700009/2918tutiassesmen.pdf, diunduh 2 Juni 2014)

Liputan6.com, Jakarta - Aparat kepolisian Polrestabes Surabaya, Selasa siang (6/5/2014), melakukan pemeriksaan tes psikologi terhadap Andri Lugito, pelaku pencabulan anak TK di sekolah Panca Jaya di kawasan Putat Jaya, Surabaya. Korban dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkari Polda Jawa Timur (Jatim).
Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Selasa (6/5/2014), sehari-hari pelaku bekerja sebagai petugas kebersihan TK dan SMP sekolah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun