Mohon tunggu...
Farid Hardiansyah
Farid Hardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Pemula

Penikmat Kopi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pengaruh Kebijakan Aspek Ketenagakerjaan dalam Penggunaan Artificial Intelligence Sebagai Pengganti Pekerja

21 Februari 2024   20:50 Diperbarui: 21 Februari 2024   21:05 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Globalisasi telah merambah pada segala sektor kehidupan di dunia ini. Dalam berbagai konteksnya, pengertian mengenai globalisasi dapat dipahami dan diartikan dari berbagai konsteks penggunaannya. Globalisasi terjadi dan berkembang tidak hanya sekali atau dua kali proses, namun perkembangan globalisasi merupakan proses yang panjang yang terjadi. 

Secara umumnya, globalisasi sebagai suatu proses mengalami suatu akselarasi sejak beberapa dekade terkahir ini, tetapi proses yang sesungguhnya sudah berlangsung sejak jauh di masa silam, semata-mata disuatu wilayah dan karena itu dikondisikan untuk berhubungan dan mengakui hubungan satu sama lain. 

Era disrupsi dalam bidang teknologi sudah sangat terasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimana satu orang dengan orang yang lain dalam melakukan interaksi tidak terhalang batas tanah, udara, laut. 

Selain itu perkembangan teknologi yang sudah sangat maju dalam bidang internet of things dan sekarang ini sedang berkembang yang dinamakan dengan Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan. Suatu perkembangan artificial intelligence yang bekerja dengan perpaduan rumus algoritma yang akan menjadi suatu pola yang terstruktur denga napa yang direncakan oleh si pembuat.

Pada perkembangannya, penggunaan teknologi artificial intelligence telah banyak digunakan diberbagai negara untuk menunjang suatu proses pekerjaan di sektor pemerintahan maupun sektor swasta. 

Pemanfataan artificial intelligence  dirasa sangat bermanfaat dalam penggunaannya dalam tataran praktik. Sebagai contoh dalam dunia bisnis usaha, dalam mendapat suatu keuntungan yang maksimal maka menggunakan rumus yang sederhana yaitu penggunaan modal yang rendah dengan mendapatkan laba sebesar-besarnya. 

Tentu saja dengan pemanfaatan artificial intelligence dalam membantu proses bisnis sangatlah baik dikarenakan pemanfaatan artificial intelligence untuk menggantikan peran manusia sebagai pekerja akan berdampak pada rendahnya beban anggaran yang dikeluarkan, daripada penggunaan manusia yang dijadikan sebagai pekerja. 

Salah satu contohnya adalah dengan penggunaan Robotic Process Automation (RPA). Sebuah perusahaan dapat menkonfigurasi perangkat lunak atau software "robot" untuk menangkap dan menafsirkan aplikasi untuk memproses transaksi, memanipulasi data, memicu respon dan berkomunikasi dengan sistem digital lainnya, RPA mampu mengerjakan pekerjaan berulang lebih cepat dan akurat dibandingkan manusia. 

Pada sebuah case study yang dikeluarkan oleh Infosys, implementasi RPA dapat menghasilkan penurunan Full Time Equivalent (FTE) sebesar 50%, dan menurunkan pekerjaan manual sebesar 58%. 

Aktivitas bot yang tersedia dan dari data-data tersebut dihasilkan Analisa bahwa dengan robot dapat meningkatkan waktu proses mencapai 70%. RPA juga bersifat non-instirusif dan memanfaatkan infrastruktur yang ada tanpa menyebabkan gangguan pada sistem yang mendasarinya yang akan sulit dan mahal untuk diganti. 

Dengan RPA, efisiensi biaya dan kepatuhan terhadap peraturan lisensi bukan lagi menjadi biaya yang membebani ketika akan mengimplementasikan sebuah integrasi antar sistem.

Pemanfaatan artificial intelligence dalam suatu proses pekerjaan memberikan suatu model baru dan suatu terobosan yang sangat baik dalam menjalankan suatu bisnis usaha. 

Namun disisi lain, timbul permasalahan yaitu bagaimana nasib dari suatu warga negara yang semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan disaat pembukaan lapangan pekerjaan yang tak kunjung baik dan banyaknya pengangguran. Bahwa kita ketahui bersama Indonesia sedang memasuki masa bonus demografi. 

Sebagaimana terungkap melalui hasil survei, penduduk Indonesia didominasi usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah mencapai 191,08 juta jiwa (70,72%). Jumlah itu jauh melampaui jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) sebanyak 63,03 juta jiwa (23,33%), dan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) sebanyak 16,07 juta jiwa (5,95%). 

Lebih lanjut, jumlah penduduk usia muda cenderung turun sebagai konsekuensi penurunan total fertility rate yang merupakan dampak dari berhasilnya pengendalian kuantitas penduduk melalui program keluarga berencana. Sedangkan jumlah penduduk lanjut usia cenderung meningkat sebagai dampak peningkatan kualitas hidup masyarakat yang tercermin dari peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia.

Dari data tersebut, maka pemerintah selaku regulator harus sudah siap dan sedia dalam membuat kebijakan dibidang ketenagakerjaan terkait dengan penggunaan teknologi dalam menjalankan suatu pekerjaan, sehingga masa bonus demografi yang dimiliki tidak terbuang sia-sia  namun tanpa mengurangi penggunaan teknologi dalam praktik yang telah ada. Paham Negara Kesejahteraan bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 

Menurut Teori Utilitarianisme dari Jeremy Bentham apa yang cocok digunakan atau cocok untuk kepentingan individu adalah apa yang cenderung untuk memperbanyak kebahagiaan. Apa yang cocok untuk kepentingan masyarakat adalah apa yang cenderung menambah kesenangan individu-individu yang merupakan anggota masyarakat itu. 

Hal inilah yang mesti menjadi titik total dalam menata hidup manusia, termasuk hukum. Perkembangan dunia usaha sangat erat kaitannya dengan aspek ketenagakerjaan. Seorang pelaku usaha yang memiliki pekerja dalam menjalankan kegiatan bisnis usahanya tunduk dan berdasarkan pada hukum ketenagakerjaan. 

Di Indonesia, ketentuan mengenai ketenagakerjaan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Dalam pembentukannya, Undang-Undang ini bertujuan untuk menamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. 

Secara filosofis, ketentuan yang mengatur tentang ketenagakerjaan dibentuk guna dalam rangka pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, Makmur, yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai hukum publik, proses pembentukan Hukum Ketenagakeraan melibatkan peran negara yang cukup dominan, sehingga diharapkan negara dapat tanggap dan menjadi fasilitator kedua kepentingan kelompok, yaitu anatara pekera/buruh dan pengusaha/majikan.

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi terkait tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 

Secara lebih spesifik Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi tentang Pekera/buruh adalah setiap orang yang bekera dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 

Pekerja sebagaimana dijelaskan dalam definisi diatas, penulis mendefinisikan pekerja adalah orang perseorangan yang melakukan pekerjaan pada orang lain guna mendapatkan suatu imbalan atau upah yang diberikan oleh orang yang memberi pekerjaan tersebut. Hal menunjukan bahwa adanya korelasi antara jumlah orang yang bekerja dengan tingkat ketersediaan lapangan pekerjaan. 

Hal tersebut dapat dimaknai bahwa semakin banyak lapangan pekerjaan yang dibuka maka harus sebanding dengan ketersediaan jumlah orang yang bekerja, begitu juga sebaliknya ketersediaan jumlah orang yang bekerja harus sebanding dengan lapangan pekerjaan yang ada, sehingga akan adanya suatu timbal balik yang sama dan seimbang antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah lapangan pekerjaan yang ada.

Memasuki era globalisasi ini, persoalan Ketenagakerjaan Indonesia diwarnai oleh timpangnya pasar tenaga kerja, ditandai oleh tingkat pengangguran terbuka yang makin meningkat dari tahun ke tahun pasca krisis ekonomi dan moneter di tahun 1997, penyebabnya antara lain pertumbuhan ekonomi yang tidak sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja. 

Dalam tataran praktiknya, yang menjadi permasalahan utama adalah ketika ketersediaan lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja, artinya jumlah tenaga kerja lebih banyak dengan ketersediaan lapangan kerja, hal ini menimbulkan suatu dampak yaitu banyak angkatan kerja yang tidak mendapat kesempatan bekerja atau menganggur. Hal tersebut tentu saja menjadi persoalan yang serius bagi bangsa ini dalam hal pembukaan lapangan pekerjaan. 

Beberapa paradigma mulai bermunculan dalam hal aspek ketenagakerjaan khususnya dalam hal peran pekerja dalam bekerja sesuai dengan target dan tujuan yang ingin dicapai oleh pelaku usaha sehingga menghasilkan suatu output pekerjaan yang maksimal dan meningkatkan kualitas hasil usaha yaitu antara lain sebagai berikut:

Kualitas Pekerjaan

Berbicara tentang kualitas pekerjaan berarti berkaitan dengan output yang dihasilkan. Pelaku usaha tentu saja menginginkan suatu hasil pekerjaan yang berkualitas dengan ongkos atau biaya yang seminimal mungkin, hal tersebut sudah menjadi rumus sederhana dalam suatu bisnis usaha. 

Seorang pekerja yang telah menghasilkan suatu pekerjaan dengan kualitas tertentu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah kompetensi dari pekerja, yaitu semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh pekerja, maka akan berbanding lurus dengan tingginya kualitas pekerjaan yang dihasilkan. Kemudian suatu pekerja yang berkualitas menghasilkan suatu hasil pekerjaan yang selalu meningkat kualitasnya baik dalam suatu hasil produksi berupa barang ataupun jasa.

Efektif dan efisiensi pekerjaan

Dalam menghasilkan suatu pekerjaan yang berkualitas, maka efektivitas dan efiesiensi pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja menjadi suatu pengaruh yang besar. Efektivitas dan efisiensi pekerjaan berkaitan erat dengan waktu yang dibutuhkan oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan dengan hasil pekerjaan yang dihasilkan oleh pekerja. Dalam menjalankan suatu bisnis usaha, seorang pelaku usaha atau pengusaha pasti akan lebih menekankan pada efektivitas dan efisiensi pekerjaan.

Hubungan antar pekerja

Hubungan antar pekerja begitu penting dalam berjalannya suatu pekerjaan yang memiliki hasil baik atau sebaliknya. Hal ini menitikberatkan kepada keharmonisan antar pekerja, dikarenakan pekerja sebagai entitas manusia yang mana manusia diciptakan dengan mempunyai akal dan perasaan. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi dalam hasil pekerjaan apabila terdapat hubungan yang kurang harmonis antar pekerja.

Upah 

Permasalahan upah telah menjadi pokok bahasan dari buruh terhadap pemberi kerja atau pemerintah. Persoalan mengenai kenaikan upah selalu menjadi isu yang selalu digaungkan oleh pekerja. Dari sisi pekerja, pasti menginginkan adanya kenaikan upah setiap tahunnya dengan tujuan agar para pekerja lebih sejahtera. Di sisi yang lain, pemberi kerja dalam menaikkan upah para pekerjanya harus lah memperhitungkan banyak faktor agar kegiatan bisnisnya dapat berjalan. Maka, untuk menjembatani itu semua, Pemerintah selaku regulator menentukan besaran upah minimum yang harus diterima pekerja sesuai dengan masing-masing wilayah yang ada di Indonesia.

Berdasarkan paradigma-paradigma dalam aspek ketenagakerjaan yang lebih spesifik pada sisi pekerja dapat diambil suatu benang merah yaitu penggunaan pekerja untuk melakukan pekerjaan telah maksimal atau belum, dengan perkembangan zaman yang menuntut hasil pekerjaan yang lebih cepat dengan kualitas yang baik. Apabila hal tersebut dikaitkan dengan perkembangan teknologi digital begitu menarik untuk dikaji dan dianalisa dari berbagai sudut pandang keilmuan.

 Adapun perkembangan teknologi dibidang artificial intelligence atau kecerdasan buatan disinyalir dapat menjadi mesin atau sistem dalam bekerja yang lebih efektif dan efisien. Artificial Intelligence atau Kecerdasan Buatan yang lebih dikenal dalam bahasa Indonesia (AI) adalah salah satu perkembangan teknologi yang menjadi perhatian bagi beberapa negara. 

Selain itu perkembangan artificial intelligence menjadi sebuah tantangan baru yang harus dihadapi dari berbagai dampaknya seperti yang telah disampaikan oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo, pada tanggal 1-4 November 2018 dalam pembukaan acara Indonesia Science Expo (ISE). Dalam acara tersebut, Presiden Joko Widodo menyampaikan kekhawatirannya terhadap ancaman-ancaman dari perkembangan teknologi baru.

Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan adalah teknologi yang berbentuk mesin yang dapat menirukan perilaku manusia serta dikembangkan dengan pengetahuan berpikir manusia dan dapat melakukan prosedur manusia.  Sealanjutnya, beberapa definisi AI yang disampaikan oleh beberapa ahli. Para Ahli mendefinisikan secara berbeda-beda tergantung pada sudut pandang mereka masing-masing. Ada fokus pada logika berpikir manusia saa, tetapi ada juga yang mendefinisikan AI secara lebih luas pada tingkah laku manusia. Stuart Russel dan Peter Norvig mengelompokkan definisi AI, yag diperoleh dari beberapa textbook berbeda, kedalam empat kategori, yaitu:

Thinking humanly: the cognitive modelling approach

- Pendekatan ini dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:

- Melalui introspeksi: Mencoba menangkap pemikiran-pemikiran kita sendiri pada saat kita berpikir.

- Melalui eksperimen-eksperimen psikologi.

Acting humanly: the turing test approach

- Pada tahun 1950 Alan Turing merancang suatu ujian bagi computer berintelijensia untuk menguji apakah komputer tersebut mampu mengelabuhi seorang manusia yang mengintrogasinya melalui tetetype (komunikasi teks jarak jauh). Jika interrogator tidak dapat membedakan yang diinterogasi adalah manusia atau computer, maka computer berintelejensia tersebut lolos dari turing test. Turing test sengaja menghindari interaksi fisik antara interrogator dan computer karena simulasi fisik manusia tidak memerlukan intelijensia.

Thinking rationally: the laws of thought approach

- Terdapat dua masalah dalam pendekatan ini, yaitu:

- Tidak mudah untuk membuat pengetahuan informal dan menyatakan pengetahuan tersebut ke dalam formal term yang diperlukan oleh notasi logika, khususnya ketika pengetahuan tersebut memiliki kepastian kurang dari 100%.

- Terdapat perbedaan besar antara dapat memecahkan masalah dalam prinsip dan memecahkannya dalam dunia nyata.

Acting rationally: the rational agent approach

- Membuat inferensi yang logis merupakan bagian dari suatu rational agent. Hal ini disebabkan satu-satunya cara untuk melakukan aksi secara rasional adalah dengan menalar secara logis. Dengan menalar secara logis, maka bisa didapatkan kesimpulan bahwa aksi yang diberikan akan mencapai tujuan atau tidak. Jika mencapai tujuan, maka agent dapat melakukan aksi berdasarkan kesimpulan tersebut.

Dari beberapa hal diatas tersebut, maka dapat penulis simpulkan bahwa definisi mengenai Artificial Intelligence begitu luas dan beberapa Ahli mendefinisikan secara berbeda-beda. Namun, secara garis besar dapat diketahui bahwa Artificial Intelligence merupakan kecerdasan buatan yang berupa pembuatan sistem digital atau mesin  yang dapat menirukan perilaku manusia. Penggunaan Artificial Intelligence menjadi arah teknologi masa depan yang akan terus berkembang dengan berbagai inovasinya. 

Salah satunya yang akan berkembang adalah terciptanya robot yang menyerupai dengan manusia dan dapat menjalankan aktivitas selayaknya dengan manusia. Apabila dikaitkan dengan aspek ketenagakerjaan, maka dalam konteks pekerja, sangat dimungkinkan apabila peran manusia dapat digantikan dengan pemanfaatan Artificial Intelligence. 

Hal tersebut sangat dimungkinkan mengingat persaingan dalam dunia usaha begitu ketat dan para pelaku usaha dituntut untuk terus mengembangkan usahanya ditengah perkembangan zaman yang begitu cepat. Adapun beberapa klasifikasi pekerjaan yang dapat dikerjakan dengan pemanfaatan teknologi Articial Intelligence adalah sebagai berikut:

Pekerjaan fisik yang terprediksi

Penggunaan robot dan juga kecerdasan buatan ini tentu akan membawa perubahan yang besar di dalam dunia industri itu sendiri. Dalam hal ini, berbagai pekerjaan fisik yang diprediksi akan mendapat dampak terbesar dari penggunaan robot dan juga kecerdasan buatan, salah satunya buruh-buruh pabrik yang bekerja di sektor industri. Mc.Kinsey bahkan berpendapat jika berbagai aktifitas kerja di sektor industri ini banyak ditangani oleh robot, terutama pekerjaan-pekerjaan teknik. 

Berdasarkan perhitungan, persentase pekerjaan yang akan tergantikan oleh robot dan kecerdasan buatan di bidang ini bahkan bisa mencapai hingga 78%. Ini tentu angka yang sangat besar dan akan membuat banyak pekerja kehilangan pekerjaan mereka di sektor industri. Hal ini kemungkinan sekaligus akan membawa perubahan besar-besaran dalam dunia industri itu sendiri.

Pemrosesan Data

Bukan hanya pekerjaan kasar saja yang bisa ditangani oleh robot dan juga kecerdasan buatan, namun berbagai pekerjaan yang berkaitan dengan pemrosesan data sekalipun dapat diselesaikan dengan baik oleh keduanya. Sistem yang cepat dan efisien tentu akan sangat dibutuhkan dalam pekerjaan yang satu ini. Robot dan juga kecerdasan buatan memiliki kemampuan yang baik untuk melakukan pemrosesan data, sehingga mereka akan bisa menangani berbagai pekerjaan yang berkaitan dengan hal tersebut. Keduanya bisa menyelesaikan berbagai pekerjaan yang berkaitan dengan sektor keuangan serta asuransi dengan baik. Di bidang ini, robot dan kecerdasan buatan diprediksi akan menggantikan sekitar 69% pekerjaan manusia.

Pengumpulan data

Selain pemrosesan data, robot dan kecerdasan buatan juga bisa melakukan pengumpulan data atau koleksi data. Hal ini membuat mereka memiliki kemampuan bekerja di bidang administrasi dalam berbagai sektor sekaligus. Di masa depan, robot dan kecerdasan buatan akan lebih banyak diandalkan dalam berbagai pekerjaan administrasi. Dengan kemampuan yang baik seperti ini, robot dan kecerdasan buatan diprediksi bisa menangani pekerjaan yang berkaitan dengan pengumpulan data ini sampai 64%. Ini tentu angka yang besar, mengingat koleksi data akan dibutuhkan dalam berbagai sektor sekaligus. Akan ada banyak orang yang kehilangan pekerjaan di bidang yang satu ini.

Pekerjaan yang berkaitan dengan cara berpikir manusia

Selain pemrosesan data, robot dan kecerdasan buatan juga bisa melakukan pengumpulan data atau koleksi data. Hal ini membuat mereka memiliki kemampuan bekerja di bidang administrasi dalam berbagai sektor sekaligus. Di masa depan, robot dan kecerdasan buatan akan lebih banyak diandalkan dalam berbagai pekerjaan administrasi. Dengan kemampuan yang baik seperti ini, robot dan kecerdasan buatan diprediksi bisa menangani pekerjaan yang berkaitan dengan pengumpulan data ini sampai 64%. Ini tentu angka yang besar, mengingat koleksi data akan dibutuhkan dalam berbagai sektor sekaligus. Akan ada banyak orang yang kehilangan pekerjaan di bidang yang satu ini.

Berdasarkan hasil kompetisi memahami kontrak yang dianalisis oleh guru besar hukum Stanford University, Duke University School of Law dan University of Southern California menyatakan pertama kalinya Pengacara Artificial Intelligence mengalahkan 20 pengacara manusia terlatih Amerika dalam mengidentifikasi 5 peranian (Non-Disclosure Agreements) dalam menganalisa informasi-informasi yang tidak berbeda. Dalam mengidentifikasi 30 sengketa hukum yang terdiri dari arbitrase, kerahasiaan, hubungan dan ganti rugi. Pengacara Artificial Intelligence yang bernama LawGeex AI mencapai 94 persen atas keakuratannya. Pada sisi lain pengacara manusia hanya 85 persen atas keakuratannya. LawGeex AI hanya membutuhkan waktu 26 menit untuk menyelesaikan tugasnya sebagaimana lebih cepat 66 menit dari rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh manusia.

Dalam hal penggunaan AI sebagai suatu pengganti manusia dalam beberapa pekerjaan tentu saja akan berdampak pada aspek ketenagakerjaan yang ada dimana selama ini pekerja dalam bisnis usaha dilakukan oleh manusia yang dengan seiring perkembangan zaman sangat dimungkinkan untuk diganti dengan robot dengan memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence. Dengan hal tersebut, maka Pemerintah sebagai lembaga eksekutif harus memanfaatkan kewenanganannya dalam politik hukum ketenagakerjaan untuk mengatasi tantangan ini kedepannya. Pemanfaatan Artificial Intelligence dapat berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi nasional apabila diimbangi dengan suatu kebijakan yang baik juga terhadap beberapa aspek yang dihadapi seperti misalnya aspek ketenagakerjaan yang akan berkesinambungan dengan angka pengangguran di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran yang sangat besar dalam merumuskan kebijakan terkait ketenagakerjaan diantaranya jumlah angkatan kerja produktif yang ada di Indonesia dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada.

Pada bagian pertama telah dikaji dan dianalisis mengenai perkembangan teknologi Artificial Intelligence dalam aspek ketenagakerjaan yang dimungkinkan beberapa pekerjaan yang sekarang dilakukan dan dilaksanakan oleh manusia akan digantikan perannya oleh suatu Robot Artificial Intelligence. 

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia saat ini yaitu ditengah perkembangan teknologi yang begitu cepat dengan dikaitkan dengan kondisi Negara Indonesia yang sedang mendapatkan bonus demografi. Bonus demografi merupakan kesempatan emas yang dapat dinikmati suatu negara, sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif rentang usia antara 15-40 tahun dalam evolusi kependudukan yang dialaminya.

 Bonus Demografi merupakan masa tansisi demografi yaitu terjadinya penurun tingkat kematian yang diikuti dengan penuruan tingkat kelahiran dan dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbugan ekonomi dengan memanfaatkan penduduk usia produktif secara optimal. 

Dengan demikian, bonus demografi akan menjadi kesempatan besar, jika banyaknya penduduk usia produktif seimbang dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. 

Bangsa Indonesia diperkirakan mengalami bonus demografi pada tahun 2012-2028. Hal tersebut menjelaskan bahwa Indonesia masih memiliki banyak waktu untuk menyiapkan penduduk usia produktif yang menjadi peran utama dalam pemanfaatan bonus demografi. Usia produktif tersebut berkisar 20-30 tahun, diusia tersebut mereka dapat menunjukkan jati dirinya di tingkat nasional. 

Berdasarkan data kependudukan di Indonesia terdapat 60 juta jiwa penduduk muda dari 200 juta jumlah penduduk Indonesia. Dengan semakin majunya teknologi dari waktu ke waktu, yang sekarang ditunjukkan dengan pemanfaatan Artificial Intelligence yang semakin kesini semakin digunakan dalam dunia pekerjaan. 

Dampak yang akan terjadi pada aspek penggunaan teknologi artificial intelligence ini adalah akan berkurangnya pekerja manusia yang dipekerjakan yang akan digantikan oleh artificial intelligence baik itu berupa sistem maupun dalam bentuk robot yang menyerupai manusia. Hal ini menimbulkan banyak penduduk yang akan kehilangan pekerjaannya dikarenakan dengan hal tersebut. Disamping itu, penggunaan teknologi dalam menjalankan suatu pekerjaan dinilai lebih efektif. 

Maka dampak yang akan timbul adalah banyaknya angka pengangguran dikarenakan penduduk pada usia produktif yang sedang dalam jumlah maksimal namun keberadaannya kalah dengan pemanfaatan teknologi, maka akan menimbulkan penggangguran yang berdampak pada beban anggaran semakin membengkak. Dalam tataran normalnya, harusnya pemanfaatan bonus demografi dengan banyaknya penduduk pada usia produktif dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong laju pertumbuhan yang lebih cepat dari sebelumnya.

Dari data yang ada, Negara Indonesia sangat diuntungkan dengan pemanfaatan bonus demografi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun potensi yang ada tersebut, akan tercapai apabila diimbangi dengan kebijakan oleh Pemerintah baik pula, dikarenakan bonus demografi apabila tidak dimanfaatkan secara maksimal akan menjadikan suatu pisau bermata dua, dikarenakan akan menimbulkan suatu dampak yang buruk untuk negara ini, yang semula diharapkan banyaknya penduduk yang produktif namun tidak diimbangi dengan kebijakan yang optimal dari Pemerintah yaitu menimbulkan dampak gelombang pengangguran massal dan semakin menambah beban anggaran negara. Maka dalam ini pemerintah perlu mengatur dengan bijak mengenai aspek ketenagakerjaan yang ada dengan dikorelasikan dengan majunya teknologi Artificial Intelligence yang dapat menggantikan peran manusia dalam menjalankan suatu pekerjaan.

Dengan dampak yang ada dari bonus demografi dengan dikorelasikan dengan pemanfaatan teknologi Artificial Intelligence maka Pemerintah harus membuat suatu kebijakan yang mengarah kepada bagaimana mengupayakan tetap tersedianya lapangan pekerjaan dengan jumlah penduduk usia produktif. 

Langkah konkrit yang dapat dilakukan yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas lagi baik dengan basis konvensional maupun berbasis digital. Hal ini penting dikarenakan dengan semakin luasnya pembukaan lapangan pekerjaan maka akan lebih banyak penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan. Kemudian dilakukan pembatasan penggunaan Artificial Intelligence dalam menunjang bisnis usaha yang berarti apabila memang pekerja dengan kualitas dan kompetensi yang ada masih mampu menjalankan kegiatan pekerjaan, maka lebih baik menggunakan pekerja yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun