Mohon tunggu...
Farid Syahbana
Farid Syahbana Mohon Tunggu... -

author

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Gih

22 April 2014   23:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:19 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak jemu-jemu mata memandang

Aku namakan dikau juwita malam

Sinar matamu menari-nari

Masuk menembus kedalam jantung kalbu

Aku terpikat masuk perangkap

Apa daya asmara sudah melekat (JuwitaMalam)



Ketika dipertemukan lagu ini, Gih tidak lagi sekali ataupun dua kali menganggukan kepala, no more head banging, ia hanya memejamkan mata, menarik dan mengeluarkan nafas secara teratur, meletakkan kedua tangan saling bersilang dibawah dadanya, kemudian 1, 2, 3 dan 4.... lelap ia tertidur.

Memasuki alam bawah sadarnya, kita dibawa gih bertamasya, berjalan-jalan, mengunjungi yudi,reni, igo, ipul, sasha, dan lainnya. Ditengah ramai maupun kesendirian,mimpinya melampaui perjalanan Odisius menuju ithaka yang hilang di batas -batas horison kehidupan, mimpinya seakan membuka tabir yang memang sudah terang benderang sedari asalinya...

***

Yudi baru saja diputus kontraknya oleh perusahaan tambang batu bara, tempat ia bekerja menahun, tiga dekade lebih, di usianya yang memasuki hampir kepala 5, yudi dianggap tidak lagi produktif, sementara diwaktu bersamaan, tenaga-tenaga dari kumpulan sarjana muda  se-antero Indonesia dibidang yang sama dengan yudi, siap menggantikan posisinya dalam pekerjaan. Baru saja kemarin ia diputus kontraknya, pesangon yang dijanjikan perusahaan akan turun dalam tempo sebulan sedari kemarin, masih ia tunggu kepastiannya, tak banyak saldo yang tertera direkeningnya, gajinya selama ini hanya cukup untuk “hidup”. Uangnya terus berputar dan diputar untuk membayar kontrakan,  bayar makan sehari-hari,kebutuhan ketiga anaknya yang masih bersekolah, dsb. Dengan keadaan yang sedemikian itu, maka wajar yudi ketika duduk di ruang tamu keluarga, terlihat ia mengernyitkan dahi dan menggaruk ubun-ubun kepalanya, Post Power Syndrome, begitu sebutan untuk seseorang yang dulunya sangat berjaya, walaupun bisa bekerja untuk sekedar ‘hidup”, namun bekerja dinegeri ini tetap dipandang hal yang prestisius, karena saking sulitnya mencari pekerjaan,  namun kini, layaknya oposisi binner dengan keadaannya yang sekarang. Terluntang dan terlantung tidak berdaya menerima keputusan perusahaan tempat ia bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun