Mohon tunggu...
Farhan Fakhriza Tsani
Farhan Fakhriza Tsani Mohon Tunggu... Akuntan - Seorang Pelajar

Tertarik pada sastra, isu sosial, politik, dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kampus Impian yang Tak Terimpikan

19 Oktober 2019   17:00 Diperbarui: 19 Oktober 2019   17:06 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski demikian, kekhawatiran itu tidak kupendam saja, melainkan menjadi cambuk agar aku lebih bersemangat lagi berjuang. Setiap pagi sejak pengumuman itu, aku selalu menyempatkan diri jogging selama 12 menit dan shuttle run tiga keliling secepat mungkin---kedua hal itu yang akan diteskan pada tahap kedua. Setiap hari aku berlatih dan berlatih, mencoba membagi fokusku antara USM dengan seleksi masuk perguruan tinggi negeri.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba. Aku berangkat ke lokasi tes di Cimahi bersama ibuku dan menginap di kamar kos kakakku yang kebetulan berkuliah di sana. Aku berangkat beberapa hari sebelum tes. Seleksi masuk perguruan tinggi jatuh sebelum hari tes kebugaran. Maka aku dituntut untuk bisa fokus pada keduanya.

Aku melaksanakan tes kebugaran di Lapangan Rajawali, Cimahi. Waktu itu aku datang pukul setengah enam dan kebagian giliran pukul sepuluh. Dengan penuh totalitas aku berhasil mencapai lima keliling lapangan bola dan melakukan shuttle run dengan cukup baik. Aku pulang dengan perasaan campur aduk antara cemas dan lega.

Singkat cerita, pengumuman pun tiba, aku berhasil lolos ke tahap tiga sekaligus terakhir. Namun bersama itu aku juga dinyatakan tidak lulus seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Aku sungguh kecewa. Kekecewaan itu kemudian menjadi dorongan untuk memaksimalkan satu kesempatan emas yang ada. Selalu kucamkan dalam diriku bahwa apapun yang kudapat adalah yang terbaik.

Aku melaksanakan tes tahap tiga yaitu Tes Kompetensi Dasar (TKD) yang pada dasarnya merupakan tes untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di BDK Cimahi. TKD terdiri dari tiga jenis soal: Tes Intelegensi Umum (TIU), Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP). Waktu itu aku langsung membeli buku soal-soal tes CPNS. Ketika mengetahui setiap karakteristik soalnya, aku merasa cukup kesulitan dalam TWK. Aku sama sekali tidak akrab dengan Pendidikan Kewarganegaraan dan UUD 1945, aku bahkan tidak ingat kapan aku terakhir memegang buku UUD 1945. Hal itu tidak membuatku putus asa dan menyerah. Aku membeli buku UUD 1945 beserta amandemennya dan melahap semua itu dalam waktu beberapa hari saja. Aku ingat dalam perjalanan menuju BDK Cimahi, buku itu tak pernah lepas dari genggamanku.

Tes berakhir dan tugasku setelahnya hanya berdoa dan berdoa. Doaku tetap sama: agar Tuhan memberiku yang terbaik. Aku telah gagal dalam tes masuk perguruan tinggi negeri, aku sama sekali tak punya ide ke mana lagi aku harus berkuliah kalau aku tidak lolos USM PKN STAN. Aku berdoa, orang tuaku berdoa, keluargaku berdoa.

Hingga suatu pagi, sepulang aku dari itikaf (ibadah tengah malam) di Bulan Ramadan, aku menerima kabar itu dari ibuku. Aku lulus. D3 Akuntansi. Kampus Jakarta. Perasaan senang dan lega juga puas bercampur menjadi satu. Aku tak tahu perasaan apa itu. Jika aku gambarkan, perasaan itu seperti perasaan seorang prajurit pejuang kemerdekaan yang akhirnya mendengar proklamasi kemerdekaan. Perasaan manis mencicipi buah perjuangan. Perasaan senang yang meluap-luap.

Maka ketika suatu hari aku duduk di dalam salah satu gedung PKN STAN dan menatap air mancur STAN yang ikonik itu, kilas balik perjuanganku untuk bisa duduk di sana selalu membuatku tersenyum. Jika kembali kurangkai segala hal yang membawaku ke sana, aku menemukan sebuah pola yang hanya bisa dijalankan oleh Tangan yang Maha Kuasa. Tak pernah sedetik pun PKN STAN masuk dalam pikiranku sebelum Aziz pagi itu mengajakku mendaftar, dan itu berarti hanya sekitar dua bulan sebelum aku lulus SMA. Yang menjadi ambisiku waktu itu hanyalah teknik sipil di salah satu kampus negeri. Namun tiba-tiba aku mengenal PKN STAN. Kemudian aku mendaftar. Lalu tes, tes, dan tes, dan lulus. Maskipun dulu aku bermimpi untuk masuk kampus negeri, namun ketika memulai kehidupanku di PKN STAN, aku mulai berpikir, selama ini aku telah salah bermimpi.

PKN STAN. Di sinilah tempatku seharusnya. Dan di sinilah aku!

Inilah wujud dari doa-doaku selama ini. Inilah yang selalu kuminta dalam doaku. Inilah yang terbaik bagiku. Dan aku benar-benar merasakannya, bukan semata-mata penghiburan atas mimpi yang tidak terwujud. Aku bernar-benar merasakannya!

Setelah lolos USM PKN STAN, orang tuaku berkata padaku bahwa sebenarnya mereka lebih menghendaki aku berkuliah di PKN STAN daripada di teknik sipil. Perkataan mereka itu membuatku mengerti kenapa aku bisa lolos menjadi empat persen dari ratusan ribu peserta USM PKN STAN: doa dan kerelaan orang tua adalah sesuatu yang tidak bisa diremehkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun