Setelah mendirikan Syarikat Priyayi, hingga dibuang ke pengasingan, narasi lebih menjurus kepada semangat nasionalisme Hindia dan perjuangan Minke alias R. M. Tirtoadisuryo dalam menyejahterakan para pengusaha kecil pribumi.
Organisasi yang dibentuknya setelah Syarikat Priyayi meredup, yaitu Syarikat Dagang Islamiyah, melakukan sepak terjang dalam menguatkan solidaritas kaum pedagang pribumi di seluruh Hindia. Dikisahkan juga bagaimana koran "Medan" menjadi sarana propaganda pribumi dalam menuntut hak-haknya dan menyebarkan semangat persatuan pribumi. Buku ketiga diakhiri dengan diasingkannya Minke ke Pulau Kasurita, Maluku Utara, yaitu tempat asal istrinya: Prinses van Kasurita.
Pada buku keempat hanya menceritakan sepak terjang Minke dari sudut pandang orang lain. Ketika menulis ini, saya belum selesai membaca buku keempat. Sepertinya narasi komunisme sudah sangat tipis di buku keempat.
Saya tidak berniat menyusun tulisan ini menjadi tulisan ilmiah. Biar bagaimana pun, tulisan ini tidak lebih dari pandangan pribadi pembaca sebuah karya sastra.
Dan berangkat dari pandangan pribadi tersebut, dapat saya simpulkan bahwa karya ini benar mengandung gagasan komunisme, meskipun disampaikan secara halus.
Ketika saya berbicara tentang komunisme, yang dimaksudkannya adalah gagasan tentang kesetaraan dan perlawanan terhadap kekuasaan modal.
Tidak sedikitpun karya ini berpotensi mendorong kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh partai-partai komunis di dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan dalam suatu kesempatan, Minke berpesan kepada Trunodongso bahwa tidak segala hal dapat diselesaikan dengan parang. Meskipun akhirnya Trunodongso terlibat perlawanan fisik dan terusir dari rumahnya.
Nilai-nilai komunisme yang terkandung dalam karya ini rasanya bukan hal yang aneh. Pram sebagai seorang idealis tentu tidak ingin melahirkan karya tanpa napas pemikirannya. Kita kira banyak penulis melakukan hal yang sama.
Sekalipun pesan-pesan komunisme cukup kental, saya tidak dapati sebuah narasi yang menentang agama dalam tetralogi ini. Dalam buku pertama, dikisahkan pernikahan Minke dengan Annelies dilakukan secara Islam.
Selain itu, banyak juga narasi yang menggambarkan doa dan harapan Minke kepada Allah atas segala masalah yang menimpanya.
Dalam tetralogi ini memang ditemukan banyak narasi tentang kebencian kepada kekuasaan modal, namun tidak sedikit pun terkandung narasi kebencian terhadap agama. Bahkan buku ketiga mengisahkan Minke yang membentuk organisasi Islam untuk menyebarkan narasi nasionalisme di tengah kaum pribumi.