Manfaat Kebijakan Insentif Pajak
Adanya kebijakan insentif pajak yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat dirasakan manfaatnya terutama oleh para pelaku usaha. Di tengah kelesuan daya beli masyarakat selama era pandemi, pemasukan yang diterima oleh para pelaku usaha menurun secara drastis hingga terjadinya kontraksi ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi. Tetapi, dengan adanya kebijakan insentif ini akan membantu cash flow wajib pajak yang tertekan karena terdampak krisis.
Insentif pajak yang dikeluarkan oleh pemerintah menurut Ajib Ketua Hippmi dapat bermanfaat bagi para pelaku usaha untuk memilki ruang likuiditas dalam mengerakan roda perekonomian. Diharapkan, dengan pemanfaatan kebijakan insentif pajak ini, mampu memberikan pertumbuhan ekonomi secara kumulatif bisa mencapai positif 2%.
Menurut Suryadi seperti yang di kutip oleh Kontan Kebijakan insentif pajak akan sangat bermanfaat jika pada praktikna dapat diberikan secara adil bagi semua pelaku usaha.Â
Jika itu tercapai, stimulus fiskal ini dapat menjadi daya bangkit ekonomi yang lesu di era pandemi. Selain itu, pemanfatan secara maksimal kebijakan fiskal ini dapat meringkan pelaku usaha dari kewajiban pajak yang diemban. Insentif pajak yang diberikan pemerintah cukup memberikan manfaat bagi wajib pajak dalam menjaga kelangsungan hidup usahanya. Apabila dunia usaha dapat bangkit kembali dengan adanya kebijakan ini, maka pemulihan ekonomi nasional dapat berlangsung lebih cepat dan memenuhi harapan semua pihak.
Â
Dampak Negatif KebijakanÂ
Kebijakan insentif fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah memang terkesan membantu para pelaku usaha. Namun, disisi lain kebijakan ini memiliki dampak yang tidak menguntungkan bagi an negara. Pada periode pertama kebijakan insentif pajak ini diberlakukan, negara mengalami penurunan secara dramatis pemasukan kas negara.Â
Pengurangan pemasukan tesebut menurut Sri Mulyani diakibatkan karena adanya kebijakan insentif pajak sehingga menimbulkan negative growth pada pemasukan negara. Sri Mulyani mengatakan realisasi penerimaan pajak hingga akhir Juni 2020 senilai Rp531,7 triliun atau 44,4% terhadap target APBN 2020 yang sudah diubah sesuai Perpres No. 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun. Sebagai perbandingan, realisasi penerimaan pajak selama enam bulan pertama pada 2019 tercatat senilai Rp604,3 triliun atau 38,3% terhadap target. Performa tersebut sekaligus tercatat mengalami pertumbuhan 3,9%.
Dengan turunya penerimaan negara tersebut akan berdampak pada penurunan tabungan nasional yang memicu naiknya tingkat suku bunga. Implikasi dari hal tersebut adalah terjadinya penurunan investasi yang masuk ke Indonesia. Tentu hal ini akan sangat merugikan bagi negara, sebab ketika tingkat investasi rendah akan berdampak pada rendahnya persediaan modal dan persediaan output.Â
Jika hal tersebut terjadi maka konsumsi dan kesejahteran ekonomi akan menurun. Selain itu, dengan adanya defisit tabungan nasional, orang-orang akan tergerak untuk meminjam dana dari luar negeri untuk mendanai investasi. Hal ini akan berimplikasi terjadinya defisit perdagangan. Â Negara secara tidak langsung menjadi berutang pada negara-negara asing sehingga utang luar negeri menjadi lebih besar.