Mohon tunggu...
Farach Feby
Farach Feby Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi INISNU Temanggung

Mahasiswi INISNU Temanggung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pesona Jalur Klasik Prabu Brawijaya V

8 November 2022   17:24 Diperbarui: 8 November 2022   17:35 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Penulis : Farach Feby ( Mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan PAI INISNU Temanggung,Jawa Tengah )

Gunung Lawu merupakan salah satu gunung yang terletak di Pulau Jawa  diperbatasan antara Pulau Jawa Tengah dan Jawa Timur dan memiliki ketinggian 3.265 mdpl (10.712 ft).Gunung ini terletak di antara tiga kabupaten besar yaitu Kabupaten Karanganyar  Jawa Tengah; Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan,Jawa Timur.

Gunung lawu berada di posisi ke 76 sebagai gunung tertinggi di dunia dan memiliki tiga puncak yang sudah tidak asing lagi bagi para pendaki yaitu Puncak Hargo Dumilah sebagai puncak tertingginya,Hargo Dumiling yang diyakini oleh masyarakat setempat menjadi tempat moksanya Ki Sabdo Palon dan Hargo Dalem yang juga dipercaya sebagai tempat pamoksan dari Prabu Brawijaya Pamungkas atau yang kita kenal sebagai Prabu Brawijaya V.

Beliau merupakan ayahanda dari Raden Patah (1475-1518) yang nantinya dikemudian hari mendirikan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yaitu Kesultanan Demak.Dengan munculnya kerajaan Islam pertama di Jawa sekaligus menjadi awal kemunduran dari Kerajaan Majapahit.

Gunung Lawu dicap sebagai salah satu gunung keramat atau sakral di Pulau Jawa karena selain dijadikan sebagai jalur pendakian.banyak dari kalangan peziarah dan para pelaku spiritual yang berkunjung ke gunung ini dengan tujuan untuk bertapa,mencari wangsit,atau melakukan lelaku ritual dan lain sebagainya.

Adanya keterkaitan antara Prabu Brawijaya V dengan Gunung Lawu ini didasari dengan adanya cerita bahwa dahulu Kerajaan Majapahit itu harus menghadapi peperangan dengan Kerajaan Keling dari Kediri yang mana dipimpin oleh seorang raja bernama Girindra Wardhana pada tahun 1478.

Karena keadaan yang sudah mulai terdesak maka Prabu Brawijaya V beserta para pasukannya menuju ke Gunung Lawu dan menghabiskan sisa umur beliau dengan menjadi pertapa dan berakhir moksa.Tempat Petilasan Prabu Brawijaya V dikenal dengan nama Pringgondani.

Terdapat lima jalur resmi pendakian di Gunung Lawu yaitu jalur via Cemoro Kandang,via Cemoro Sewu,via Candi Cetho,via Jogorogo dan via Singo Langu. Pesona keindahan Gunung Lawu sudah tidak diragukan lagi dan bagi sebagian orang yang pernah berkunjung ke sana mengatakan.bahwa Gunung Lawu  memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh gunung-gunung lainnya.

Tidak bisa kita pungkiri bersama bahwa setiap gunung tentu memiliki ciri khasnya masing-masing.Tinggal bagaimana kita sebagai seorang yang terdidik untuk bisa menempatkan dimanapun kita berada.

Pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho menjadi jalur yang paling digandrungi oleh para pendaki gunung,kalangan spiritual dan pencinta alam karena pada jalur ini selain menyuguhkan keeksotisan alamnya juga banyak terdapat peninggalan jejak-jejak sejarah seperti adanya Candi Cetho yang diperkirakan dibangun pada tahun 1397 Saka atau 1475 Masehi.

Candi tersebut biasa digunakan sebagai tempat ritual tolak bala atau yang biasa kita kenal dengan istilah ruwatan,kemudian terdapat candi yang asal katanya berasal dari bahasa Jawa "kethek" yang artinya adalah kera.Posisi dari Candi Kethek ini berada di sebelah kanan pada jalur pendakian,namun jarang dikunjungi karena tempatnya yang lumayan jauh dari tempat parkir kendaraan.

Lalu ada Pasar Dieng atau Pasar Setan.Selain itu juga terdapat petilasan  dari masa peradaban Kerajaan Majapahit dari Prabu Brawijaya ke-V.Jalur via Candi Cetho ini dikenal dengan trek terpanjang diantara jalur lainnya.Namun jangan khawatir,dijalur ini  tersimpan banyak keunikan dan pesona keindahan yang menawan didalamnya.

Alokasi waktu dari awal mula pendakian sampai turun membutuhkan dua hingga tiga hari.Hal tersebut bergantung sesuai dengan perencanaan dari masing-masing para pendaki.Estimasi waktu dari basecamp sampai puncak diperkirakan 10 hingga 14 jam perjalanan atau itupun bisa lebih dan untuk sampai ke puncak kita harus melewati beberapa pos yang terdapat disetiap jalur pendakian.

Basecamp  dan Pos Simaksi

       Sebelum menuju ke pos 1 terdapat basecamp bernama Andika Rahayu yang  bisa digunakan sebagai tempat istirahat dan mempersiapkan berbagai logistik yang akan dibawa.Selanjutnya kita diharuskan untuk melakukan pendaftaran,membayar biaya masuk dan parkir di pos registrasi atau pos simaksi.

Pos 1 ( Mbah Branti )

Di awal pendakian setelah dari pos simaksi  dilanjut menuju ke gapura yang dibagian atasnya terdapat plang selamat datang Gunung Lawu via Candi Cetho.Trek yang dilalui menuju ke pos 1 masih cukup landai dan terdapat saung yang difungsikan sebagai warung kemudian kita akan mendapati juga gazebo untuk tempat istirahat bagi para pendaki.

 Setelah itu menuju ke Candi Kethek,perjalanan dari basecamp sampai ke Candi Kethek sekitar 10-15 menit jika jalan santai.Setelah dari Candi Kethek jalan yang dilalui yaitu bertangga dan nantinya para pendaki akan disambut dengan dua buah patung kembar di sebelah kanan dan kiri tangga.

Naik lagi ke tangga selanjutnya kita akan melihat dua payung bewarna kuning keemasan yang identik dengan kesan atribut dari zaman kerajaan yang juga berada di sisi kanan dan kiri tangga.Selanjutnya para pendaki akan sampai di Sendang Partirtan Sapto Resi Pamoksaan Brawijaya V atau sumber mata air berupa kolam yang memiliki tujuh lubang pancuran air.

Dari basecamp sampai ke sendang ini berkisar 20 hingga 25 menit.Sekitar 10 menit dari sendang terdapat warung di kiri jalan. Posisi  pos 1 ini berada di ketinggian sekitar 1.702 di atas permukaan laut (1.702 mdpl).Kondisi medannya masih tergolong landai dan diperkirakan jarak dari basecamp hingga ke pos 1 berkisar 764 meter atau membutuhkan waktu kurang lebih 40-50 menit jika di tempuh dengan jalan santai.

Pos 2 ( Brak Seng )

Kemudian setelah melewati pos 1 dilanjutkan menuju ke pos 2 yang berada diketinggian (1.906 mdpl ).Pada pos ini mulai memasuki daerah hutan yang  banyak ditumbuhi dari jenis pohon puspa dan pohon damar.Jarak tempuh dari pos 1 hingga ke pos 2 diperkirakan sekitar 1.034 meter.Ada  lahan yang cukup luas dan terdapat shelter yang bisa menampung 5 hingga 6 tenda.

Pos 3 ( Cemoro Dowo )

       Medan yang dilalui akan lumayan terjal dari pos 2 menuju ke pos 3,karena di pos 3 ini berada di ketinggian 2.251 mdpl.Di pos ini nantinya akan dijumpai banyak tanaman akasia gunung yang ada disisi kanan dan kiri trek.Dari pos 2 ke pos 3 jarak tempuhnya sekitar 723 meter.Para pendaki yang kehabisan perbekalan air minum dapat mengisi ulang air minumnya karena pada  pos 3 ini terdapat sumber mata air.

Pos 4 ( Penggik )

Perjalanan dari pos 3 hingga ke pos 4 berjarak kurang lebih 824 meter.Jalurnya masih cukup menanjak dengan ketinggian 2.550 mdpl.Namun,para pendaki tidak perlu khawatir jika melakukan trek pada siang hari,lalu melewati pos ini,walaupun cuaca sedang panaspun tidak akan terasa begitu menyengat dikulit.karena pada pos 4 masih banyak ditumbuhi pohon pinus gunung yang fungsinya sama seperti atap untuk melindungi dari panas teriknya matahari.

Di pos 4 juga dapat menampung kurang lebih 3 sampai 4 kapasitas tenda dengan ukuran sedang.

Pos 5 ( Bulak Peperangan )

Untuk jalur perjalanan antara pos 4 sampai ke pos 5 medannya tidak seterjal pada pos-pos sebelumnya.Jarak tempuh dari pos 4 sampai ke pos 5 adalah 1.541 meter.Pada pos ini pendaki dapat menyaksikan dan menikmati keindahan sabana yang banyak ditumbuhi dengan pohon pinus dan lahannya yang membentang luas.

Tidak ada shelter,namun para pendaki dapat mendirikan tenda ditempat ini untuk bermalam.Pos bulak peperangan berada di ketinggian 2.861 mdpl.Pos 5 ini dinamai dengan bulak peperangan bukan tanpa sebab,namun ada sejarah dibaliknya.

Menurut masyarakat setempat adanya kisah tentang pertempuran antara pasukan dari Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Brawijaya V dengan pasukan dari Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah.

Bahkan konon menurut penuturan dari warga setempat hingga sekarang masih sering terdengar suara riuh pertempuran di bulak peperangan namun hal tersebut hanya dapat diketahui dan didengar oleh orang-orang tertentu saja.

Terlepas dari cerita mistisnya,sabana di bulak peperangan tentu meninggalkan kesan tersendiri bagi para pendaki,mereka tidak ingin kehilangan setiap momen indah yang sudah dilalui sehingga banyak yang mengabadikan momen tersebut dengan berfoto ria bersama.

Pos 6 ( Gupak Menjangan )

Selanjutnya menuju ke Gupak Menjangan yang berada diketinggian 2.952 mdpl dan ditempuh sekitar 451 meter dengan trek jalannya yang tidak terlalu terjal.Gupak Menjangan didominasi dengan sabananya yang luas dan memiliki spot foto yang indah.Di sana bisa dijadikan sebagai tempat camping ground karena areanya yang terbilang cukup luas.

Pos 7 ( Pasar Dieng )

Jarak yang ditempuh dari gupak menjangan sampai ke pasar dieng kurang lebih sekitar 712 meter dengan ketinggian 3.104 mdpl.Trek jalannya tidak terlalu menanjak sehingga para pendaki bisa menikmati suasana sekitar.Pasar Dieng  kental dengan cerita mistis karena disebut-sebut sebagai pasar setannya Gunung Lawu.Di Pasar Dieng ini dipenuhi dengan bebatuan yang tersusun rapi bahkan ada beberapa batu yang tampak seolah memang sengaja dibangun.

  Hargo Dalem

Kemudian perjalanan dari Pasar Dieng menuju ke Hargo Dalem berjarak sekitar 382 meter dengan ketinggian sudah mencapai 3.142 mdpl.Jalannya sedikit lebih menanjak.Hargo Dalem menjadi tempat yang disucikan dan disakralkan oleh warga setempat karena diyakini Hargo Dalem ini sebagai tempat moksanya Raja terakhir dari Kerajaan Majapahit yaitu Prabu Brawijaya V ( 1468 -- 1478 ).

Moksa sendiri dalam konsep ajaran agama Buddha dan Hindhu adalah terlepasnya jiwa dari ikatan keduniawian dan adanya perputaran reinkarnasi.Di Hargo Dalem terdapat warung pecel legendaris yaitu Warung milik Mbok Yem yang biasanya oleh para pendaki sering disebut sebagai warung negeri di atas awan.

Hargo Dumilah

Selanjutnya menuju puncak tertinggi Gunung Lawu yakni Hargo Dumilah. Jarak dari Hargo Dalem sampai ke Hargo Dumilah berkisar 260 meter dan membutuhkan perjuangan bagi para pendaki karena harus melewati medan dengan jalan yang cukup menanjak dan terjal.Namun,rasa lelah selama pendakian akan terbayar dengan pemandangan indah yang dapat disaksikan dari atas puncak gunung.

Beberapa pantangan yang tidak tertulis pada pendakian ke Gunung Lawu yaitu :

  • Mendaki dengan membawa niatan yang baik.
  •      Niat yang baik ini bukan hanya berlaku saat melakukan pendakian ke Gunung Lawu saja namun hendaknya ada disetiap aktivitas kehidupan kita.

  • Menjaga ucapan

Saat pendakian harus bisa menjaga ucapan atau perkataan jangan sompral dan jangan berlebihan dalam bercanda,hal itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan,mengingat bahwa Gunung Lawu ini masih sering digunakan untuk kegiatan spiritual,utamanya di tanggal 1 Suro yang ramai dikunjungi oleh para peziarah maupun dari kalangan spiritual yang akan melakukan pertapaan,lelaku prihatin dan ritual lainnya.

Kemudian yang harus kita ingat bersama bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidaklah baik.

Di larang membuang sampah sembarangan

     Para pendaki dilarang membuang sampah sembarangan karena dapat merusak keindahan dan pemandangan sekitar dan juga akan merusak struktur ekosistem tanah,hewan dan sumber mata air di gunung.Jika banyak sampah yang berserakan,maka hal itu,juga akan menganggu kenyamanan bagi para pendaki lainnya.

     Oleh karena itu jadilah sebagai pendaki yang bijak dan cinta  alam dengan cara selalu menjaga kebersihan lingkungan saat berada di gunung dan dimanapun tempat kita berada.Biasakan jika ingin mendaki itu, persiapkan terlebih dahulu kantong plastik/trashbag didalam carrier untuk membawa turun kembali sampah,yang nantinya dibuang ketempat sampah yang sudah disediakan oleh pihak yang bersangkutan disana.

Jangan mudah mengeluh

     Saat melakukan pendakian memang akan terasa lelah,panas,dingin dan lain sebagainya,Nikmati saja segala rasa yang ada,simpan keluh kesah didalam hati tidak perlu menggerutu lewat perkataan.Jika lelah maka beristirahatlah sejenak,jika kedinginan maka hangatkanlah badan dengan api unggun atau membuat makanan dan minuman yang hangat.

Jangan sampai nantinya terjadi hipotermia karena hal tersebut akan berbahaya jika tidak segera diberi pertolongan pertama,selain bisa merusak syaraf tubuh yang lebih parahnya lagi dapat mengakibatkan kematian pada korbannya.

Di Hargo Dalem ada pantangan bagi pendaki perempuan yang sedang berhalangan atau sedang datang bulan maka tidak diperkenankan untuk masuk ke Hargo Dalem.

Memperhatikan pakaian yang dikenakan

      Pantangan yang selanjutnya adalah para pendaki dilarang mengenakan atribut pakaian dengan warna hijau dan baju yang terdapat motif mrutu sewunya.Karena warna hijau itu akan terlihat samar saat berada diantara semak belukar dan pepohonan yang ada di gunung.Hal tersebut juga akan membuat kesulitan bagi tim pencari jika ada pendaki yang terlepas dari rombongan atau ada pendaki yang hilang.

Adanya mitos yang hingga kini masih dipercaya oleh masyarakat di daerah  Gunung Lawu bahwa keturunan dari Adipati Cepu atau orang yang berasal dari daerah Cepu di Blora dan Bojonegoro tidak diperbolehkan naik ke Gunung Lawu karena akan berdampak buruk pada orang tersebut jika berani melanggarnya.

Konon,hal ini dilatar belakangi oleh sumpah yang diucapkan oleh Prabu Brawijaya V yang mana isi sumpahnya yaitu jika ada keturunan dari Adipati Cepu atau orang-orang yang berasal dari daerah Cepu yang berani naik ke Gunung Lawu maka akan celaka.Karena sumpah itulah banyak masyarakat dari daerah Cepu yang tidak berani naik ke Gunung Lawu.

Menurut cerita,beliau Prabu Brawijaya V beserta pasukannya mengasingkan diri ke Gunung Lawu karena akibat kejaran dari pasukan yang dipimpin oleh Adipati Cepu.

Etika dalam mendaki gunung

Sebelum melakukan pendakian bawalah perlengkapan yang savety/aman  karena saat berada di alam itu kita tidak mengetahui hal apa saja yang kemungkinan akan terjadi.Alam menjadi sesuatu yang sulit untuk diprediksi keadaannya.

Jangan merusak pipa-pipa paralon air yang ada dijalur pendakian karena paralon itu selain untuk kebutuhan pendaki seperti misalnya untuk isi ulang air.Pipa paralon tersebut juga digunakan untuk kebutuhan warga sekitar disana.

Jangan mencemari sumber mata air yang ada dan gunakan secukupnya saja.

Tetap harus berhati-hati saat musim hujan karena vegetasi tanah di jalur pendakian akan cukup licin.

Jangan merasa panik saat salah jalur tetap tenang dan berusaha untuk mencari jalan keluarnya.Karena jika kondisi pikiran sudah panik maka akan mengaburkan kejernihan hati dan akal untuk menentukan hal apa yang akan dilakukan selanjutnya dan itu tentu akan merugikan diri sendiri nantinya.

Gunung Lawu masih identik sebagai tempat bersejarah dan spiritual maka hendaknya kita harus bisa menjaga sikap dan perkataan selama pendakian.

Jagalah kelestarian dan keindahan alam yang ada di gunung dengan tidak melakukan vandalisme dan membawa lagi turun sampahnya.

Jika kita menyewa jasa porter dalam perjalanan pendakian,maka perlakukanlah beliau dengan cara yang baik.Ajaklah juga beliau untuk  makan,minum dan mengobrol bersama dengan rekan-rekan sependakian kita yang lainnya. Karena hanya tenaga dan usahannya saja yang dapat engkau bayar namun,rasanya tidak bisa engkau bayar.

Saat kita berada dialam terbuka seperti di gunung misalnya dan ditempat yang lainnya,jika ada keinginan untuk membuang hajat ditengah perjalanan,maka ucapkanlah permisi terlebih dahulu dan permohonan maaf untuk meminjam tempat tersebut lalu bersihkan dan rapikan kembali tempat yang kita gunakan itu karena pada hakikatnya kita hidup didunia ini bersebelahan dengan yang tak kasat mata dan mereka juga memiliki rasa yang sama seperti kita sebagaimana manusia.


Pelajaran yang bisa diambil dari mendaki gunung :

  • Dengan mendaki gunung seseorang dapat mengetahui dan mengenali sifat asli diri sendiri dan sifat seseorang baik itu dari segi sisi positifnya maupun dari segi sisi negatifnya,hal ini dikarenakan faktor medan yang sulit dan jarak yang jauh.Hobi naik gunung juga bisa membuat pribadi menjadi terlatih dalam memilih teman yang baik,dapat memperlakukan orang lain,teman,saudara dan keluarga dengan cara yang baik pula.
  • Dapat menjadi pribadi yang bisa memahami makna kehidupan karena jika kita analogikan seperti ini,medan yang dilalui oleh para pendaki untuk mencapai puncak itu bermacam-macam mulai dari jalannya yang landai,sedikit menanjak,terjal,lurus,belok kanan belok kiri dan lain-lain,hal tersebut dapat diibaratkan dalam kehidupan kita yang mana tidak selamanya hidup itu terus lurus namun terdapat lika-likunya.Dalam menghadapi berbagai persoalan pun terkadang harus berbalik arah dan bisa sampai terjatuh pula.Ada masanya kita berada dibawah dan ada kalanya juga kita berada diatas puncak kesuksesan.Itulah siklus kehidupan yang akan dilalui oleh setiap insan.Hidup itu sama halnya seperti roda yang terus berputar melewati jalan yang tidak selalu nyaman atau lurus kedepan dan itu membutuhkan seni dalam mengarungi bahtera kehidupan.Semua itu dapat menjadi pelajaran bagi diri sendiri untuk lebih bersabar lagi,optimis saat dihadapkan dengan berbagai persoalan yang ada dan memiliki jiwa yang pantang menyerah dalam melakukan segala hal dan dapat menghargai hal-hal kecil yang terkadang dianggap sepele serta menjadikan pribadi yang lebih bersemangat dan mempunyai tekad untuk bekerja keras.
  •  Menjadi individu yang teliti,penuh persiapan,mau bekerja sama antar anggota kelompok,tidak tergesa-gesa dalam mengambil setiap keputusan,dan patuh terhadap perintah dari pemimpin.Hal ini dikarenakan dalam pendakian gunung tentunya harus mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari perlengkapan yang harus savety/aman,menyusun rencana atau strategi jalur pendakian yang akan ditempuh,lalu ada mempersiapkan logistik yang akan dibawa selama pendakian.Dalam kehidupan pun juga harus mempunyai persiapan dan perencanaan yang matang dan terstruktur untuk mencapai kesuksesan.Mendaki gunung melatih menjadi pribadi yang patuh terhadap setiap instruksi  dari ketua rombongan,saat ketua memberikan perintah untuk istirahat misalnya,maka anggota yang berada dibelakangnya akan mengikuti perintah tersebut.Dalam hidup-pun,saat menjadi pelajar,mahasiswa ataupun santri haruslah patuh dengan perintah dari sang guru, dosen dan kyai kita.Begitu juga saat berada didunia kerja, kita dituntut untuk memiliki sikap patuh dan loyal kepada pimpinan.Dalam perjalanan mendaki,kita diajarkan untuk setia kawan,tidak meninggalkan dan saling membantu teman saat sedang membutuhkan pertolongan,dan saling menjaga satu sama lainnya.Dalam hidup pun juga sama,hendaknya kita menanamkan sikap saling tolong menolong antar sesama tanpa membeda-bedakan agama,ras,suku dan budayanya.
  • Menjadi individu yang mudah bersyukur,tawadhu'dan tidak merasa sombong,Ketika sudah sampai diatas puncak maka segala penat,dahaga,lapar,lelah akan terbayar dengan pesona keindahan yang disuguhkan oleh alam yang bisa kita nikmati bersama.Saat berada di puncak kita bisa melihat pemandangan ciptaan dari Sang Maha Kuasa,Alloh Swt begitu sangat menakjubkan.Mendaki gunung bisa melatih pribadi untuk bersikap tawadhu' dan tidak sombong atau besar kepala,walaupun kita sudah berada diatas gunung dengan tingkat ketinggian yang bermacam-macam itu ternyata masih ada  yang lebih tinggi yaitu langit dan dilangit juga masih ada berlapis-lapis lagi tingkatan diatasnya.hal tersebut mengajarkan kepada manusia bahwa dalam menjalani hidup itu janganlah merasa sombong karena diatas langit-masih ada langit.
  • Ada kata bijak yang bisa dijadikan perenungan untuk kita bersama yaitu langit tidak pernah merasa dirinya itu tinggi dan bumi tidak akan pernah merasa tersakiti ataupun marah saat diinjak-injak oleh manusia,karenanya bersikap sewajarnya saja dalam menghadapi pujian,cacian,hinaan dari orang lain entah itu yang datangnya dari teman,saudara atau bahkan dari keluarga kita sendiri.Karena kita juga tidak tahu dengan keadaan hati seseorang,yang mana hati itu sifatnya yang selalu berbolak-balik atau tidak stabil dan dapat berubah sewaktu-waktu.

Dimana pun tempat bukan hanya di gunung saja  hendaknya kita harus bisa mentaati peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya.Memang setiap manusia memiliki perspektif yang berbeda dalam memandang segala persoalan yang ada dan tentu memiliki hak untuk percaya ataupun memilih tidak untuk mempercayainya.

Namun,seyogyanya sebagai seorang yang bijak hendaknya kita bisa menghormati kebudayaan atau kearifan lokal masyarakat setempat.Hargai dan hormatilah adat istiadat tersebut dan jangan melanggar segala pantangan yang sudah ditentukan.

Sebagai generasi muda maka sudah sepantasnya untuk ikut serta melestarikan,mengembangkan dan menjaga keanekaragaman budaya di Indonesia.Jadilah pribadi yang dapat menjaga dan melindungi alam sekitarnya,karena alam pun akan selalu memberikan apa yang kita inginkan walaupun terkadang manusia tidak berlaku adil padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun