Mohon tunggu...
muhamad faqih adzkia
muhamad faqih adzkia Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswa

nama saya muhamad faqih adzkia bisa di panggil faqih, saya anak ke 3 dari 4 bersaudara, terimkasih

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Psikologi dalam Pembentukan Jiwa Agama Remaja

31 Januari 2024   09:40 Diperbarui: 31 Januari 2024   09:43 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kesemuanya itu, menurut Zakiyah Darajat, didasarkan pada kesadaran dan pengalaman beragama (religius experience). Aspek agama yang dikaitkan dengan kesadaran adalah bagian agama yang terungkap (terasa) dalam penglihatan, yang merupakan refleksi mental dari aktivitas keagamaan. Pengalaman agama, sebagaimana yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliyah), adalah unsur perasaan dalam beragam kesadarana. Akibatnya, psikologi agama tidak mencakup pokok keyakinan suatu agama, terhadap salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama. Kajian psikologi agama hanya melihat fungsi-fungsi manusia yang bermakna dan mencerminkan perjalanan individu dalam kaitannya dengan spiritualitas dan penderitaan manusia. Selain itu, isinya tidak memuat sub pokok bahasan keyakinan itu berisi informasi abstrak (gaib), seperti informasi tentang Tuhan, surga dan neraka, hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, kitab suci, dan hal-hal lain yang sulit dibuktikan kebenarannya secara empiris.[4]

 

Oleh karena itu, psikologi agama adalah studi tentang keyakinan agama pada individu yang berdampak pada kehidupan dan perilakunya sehari-hari. Dalam psikologi agama, persoalan pokok mengacu pada studi tentang keyakinan dan ketaatan beragama.

 

Pembahasan

 

  • Jiwa Agama Remaja
  •           Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan anugerah Allah SWT yang unik dan mencakup banyak tanda dan gejala peringatan, terutama pada masa kehamilan. Menurut para ahli psikologi, terdapat perbedaan pendapat dalam hal melahirkan, antara lain:
  • Sebuah studi yang membagi tahapan kehidupan menjadi tiga kategori: masa kanak-kanak, remaja, dan remaja. Dalam bahasa Indonesia, hal ini biasa disebut dengan masa pubertas atau remaja.
  •  
  • Asal usul atau terjemahan harfiah dari istilah ini adalah:
  •  
  •  a. Pubertas (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa Latin pubertas.
  •  
  • b. remaja berasal dari kata latin adulescentia yang berarti "adolescere = dewasa = menjadi dewasa" atau "dalam perkembangan menjadi dewasa."[5]
  •  
  •           Al-Qur'an dan Sunnah tidak mencantumkan referensi eksplisit apa pun tentang periode pernikahan kembali ini. Namun ketika membahas hukum, Rasulullah telah menyatakan bahwa setelah seseorang terbebas dari kewajibannya, maka ia harus memulai syari'atnya. Hal ini terjadi setelah mereka menginjak usia dewasa dan dinyatakan ihtilam (), yaitu wajib mengenakan pakaian jima dan tidak menyentuh laki-laki serta haid terhadap wanita. Sebelas hadis Nabi tersebut di atas sejalan dengan keyakinan psikologis remaja awal.
  •  
  •           Anak yang telah mencapai usia dewasa atau disebut juga dengan fase "baligh" dalam hal ini dianggap mempunyai rasa harga diri yang kuat, sehingga menimbulkan rasa moralitas yang kuat, khususnya moralitas dalam konteks agama dan sosial. Menurut Ikhwan al-Shafa, masa ini disebut masa transisi kedua, dimana masyarakat dihimbau untuk mengupdate pembelajaran dari masa transisi pertama atau alam arwah. Al-Ghazali menggambarkan fase ini sebagai "aqil", dimana kapasitas intelektual seseorang berada pada puncaknya dalam keadaan puncak, memungkinkannya mengambil keputusan yang jujur, jujur, dan benar.[6]
  •  
  • Menurut psikologi, ada dua jenis pertumbuhan yaitu fisik dan psikologis. Pertumbuhan fisik dicirikan oleh kemampuan tubuh untuk mempertahankan bentuk dan fungsinya secara umum, yang dicapai dengan tubuh memperbaiki dirinya menjadi bentuk murni dan komponen fungsionalnya terus berfungsi secara murni.
  •  
  •           Namun, seperti yang bisa kita lihat di atas, para psikolog berbeda-beda dalam kemampuannya menentukan apakah seseorang telah memasuki kondisi menikah lagi. Menurut Kartini Kartono, usia remaja ditetapkan antara usia 13 dan 19 tahun, sedangkan Aristoteles, Simanjuntak, Hurlock, dan F.J. Monte semuanya didirikan antara usia 14 dan 21 tahun, 12 dan 22 tahun, dan Singgih Gursana antara 14 dan 21 tahun.
  •  
  • Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa usia pernikahan kembali berada pada rentang usia 12 hingga 21 tahun untuk perempuan dan 13 hingga 22 tahun untuk pria.
  •  
  • Kehidupan setiap remaja mengalami perubahan seiring dengan berbagai fungsi kejiwaan yang berubah secara menyeluruh, yakni berubah melalui kemauan, ingatan, pengamatan, pikiran, dan nafsu. Percepatan ini, dengan kemiringan yang cepat atau landai, dapat diterapkan pada faktor pendidikan sebanyak-banyaknya dan berfungsi dengan sebaik-baiknya. Gaya hidup remaja merupakan hasil dari reformasi pendidikan yang telah dilaksanakan Pada masa kanak-kanak, anak juga memasukkan implikasi psikologis yang terlihat pada tahap kehidupan remaja dan puber, yang memerlukan pertimbangan dan perhatian khusus.[7]
  •  
  • Dalam perjalanannya remaja akan menjumpai beberapa hal yang dijelaskan oleh ajaran agama tersebut di atas. Hal ini akan memperkuat ikatan antara pengetahuan dan pengalaman masyarakat di sekitarnya.[8]
  •  
  • Setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi dengan sangat cepat pada masa remaja menimbulkan kecemasan remaja yang selanjutnya menyebabkan terjadinya disforia emosional, kecemasan, dan kekhawatiran. Ia mengalami kegoncangan karena ia kecewa terhadap dirinya sendiri, juga kepercayaan pada agama yang sudah tumbuh pada umur sebelumnya. Ibadahnya, kadang-kadang rajin dan kadang-kadang malas, terlihat dari kepercayaan remaja kepada Tuhan. Namun, kadang-kadang menjadi ragu dan berkurang. Cara Tuhan diperlakukan tergantung pada perubahan emosi yang dialami saat ini. Sesekali dia merasa sangat kekurangan Tuhan, apalagi saat mereka tinggal bersama dan harus mengurus pekerjaan rumah tangga atau keracunan makanan. Tapi Ia kadang-kadang kurang membutuhkan Tuhan, ketika mereka sedang lengkap, riang, dan gembira.
  •  
  • Karakter Jiwa Agama Remaja
  •  
  •           Menurut teori tersebut, perempuan sangat membutuhkan agama dalam kesehariannya, terutama dalam menghadapi permasalahan keluarga yang timbul karena berbagai faktor, termasuk penuaan dan kondisi lain yang harus disikapi dengan cara yang sering dibicarakan dengan berbagai pihak. Namun tidak semua remaja mempunyai kesempatan berdiskusi tentang agama dengan jalan yang baik dan sesuai dengan pertumbuhan jiwan yang telah dituntaskan sejak masa kanak-kanak; Bahkan, bisa jadi mereka tidak mendapat kesempatan untuk sering berdiskusi tentang agama karena sikap orang lain dan agama yang tidak simpatik atau pengertian. Pengalaman sejarah yang dilaluinya sejak kecil terhadap sikap remaja terhadap agama. Secara lugas mengenai agama, di antaranya adalah:
  •  
    • Percaya turut-turatan
  •  
    • Percaya dengan kesadaran
  •  
    • Sikap ambivalensi terhadap agama
  •  
    • Tidak percaya kepada Tuhan
  •   

    Peran Psikologi Agama dalam Pembentukan Jiwa Agama Remaja 

              Agama, sering disebut agama, adalah salah satu aspek terpenting remaja. Kebanyakan orang beranggapan bahwa moralitas dan agama dapat mempengaruhi perilaku anak yang tidak sesuai dengan kelompok usianya, sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat atau bertentangan dengan norma agama. Di sisi lain, rendahnya moralitas dan agama sering disebut-sebut sebagai penyebab maraknya pernikahan kembali di masyarakat. 

              Ada banyak perbedaan individu mengenai kisah kebangkitan tubuh, terutama yang berkaitan dengan Tuhan; Namun ada satu hal yang mereka tidak sependapat, yaitu mereka telah membahas kisah-kisah kehidupan dan personifikasi Allah dan lebih banyak membicarakan kisah-kisah spiritual daripada kisah-kisah tubuh dan aktivitasnya. Hal ini mempengaruhi semua kasus pernikahan kembali, kecuali kasus yang melibatkan kecerdasan.           Di sini, hubungan antara simbol agama dan perkembangan seksualitas perempuan sangat kuat perasaan remaja Mengenai Tuhan, apakah itu perasaan menyakitkan atau lucu yang disampaikan melalui ekspresi wajah, bahasa tubuh, atau keduanya, ini adalah proses kompleks yang terdiri dari unit-unit individu yang saling berinteraksi dan bekerja sama. Salah satu jiwa tertentu yang paling menonjol pada remaja adalah perasaan beriman maju mundur. Hal ini mengarah pada ketaatan beragama yang intens dan sama setiap hari. Pernikahan kembali secara agama tidak sama bagi pasangan yang sudah menikah atau bagi anak kecil. 

    •                Perasaan remaja terhadap Tuhan bukan sekedar sentimental; sebaliknya, itu adalah semacam sentimentalitas yang mendukung perubahan emosi yang sangat cepat. Selama sesama manusia hidup tertib dan damai, kebutuhan Tuhan tidak akan terlalu besar. Sebaliknya Tuhan juga akan sangat diperlukan apabila dalam diri remaja terdapat perasaan goncang dan gelisah, takut atau karena perasaan berdosa dalam dirinya. Di sinilah keterlibatan remaja dalam melakukan kegiatan keagamaan dapat membantu memitigasi kerugian tersebut. Dengan kata lain, ciri yang paling menonjol dari rasa keagamaan adalah kemampuannya untuk digunakan sebagai alat dan mencegah kegoncangan jiwa yang pada akhirnya akan terjadi.
    •  
    • Percaya kepada Tuhan pada masa itu bukan sekedar tanda hormat; melainkan kebutuhan anggota keluarga.[9]
    •  
    •                Berdasarkan psikologi agama, hambatan psikologis yang sehat disebabkan oleh faktor internal atau akibat degradasi lingkungan yang menyebabkan kerutan pada kulit Hal ini dapat berdampak buruk pada sikap seseorang terhadap agama. tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak.
    •  
      •                William James menyatakan bahwa ada hubungan antara perilaku laku keagamaan seseorang dengan pengalaman keagamaannya. Yang dapat diringkas menjadi dua adalah sebagai berikut:
    •  
      • Tipe orang yang sakit jiwa (the sick soul)
    •  

      Ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami sakit dan kelainan jiwa umumnya cenderung menampilkan sikap: 

      • Pesimis
    •  
      • Introvert
    •  
      • Menyenangi paham ortodoks
    •  
      • Mengalami proses keagamaan secara non graduasi
    •  
      • Tipe orang yang sehat jiwa (healthy minded ness)
    •  

      HALAMAN :
      1. 1
      2. 2
      3. 3
      4. 4
      5. 5
      6. 6
      Mohon tunggu...

      Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
      Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
      Beri Komentar
      Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

      Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun