Mohon tunggu...
muhamad faqih adzkia
muhamad faqih adzkia Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswa

nama saya muhamad faqih adzkia bisa di panggil faqih, saya anak ke 3 dari 4 bersaudara, terimkasih

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Psikologi dalam Pembentukan Jiwa Agama Remaja

31 Januari 2024   09:40 Diperbarui: 31 Januari 2024   09:43 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak: Psikologi Agama Dalam Pembentukan Jiwa Agama Remaja Manusia adalah makhluk homoreligius yang merupakan fitrah dari Tuhan Yang Maha Esa, untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama serta menjadikan agama sebagai acuan dan rujukan dari sikap dan perilakunya. Perkembangan hidup beragama seseorang sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, terutama pada remaja yang dikenal sebagai masa usia rawan, penuh konflik dan mempunyai karakteristik khusus sehingga perlu pembinaan dan bimbingan, dalam rangka memperoleh kesadaran beragama yang kemudian akan menjadi kukuatan penggerak dan pegangan dalam proses pembentukan jiwa religius yang mapan. Maka dengan demikian secara psikologi agama mempunyai peran yang sangat besar dalam proses pembentukan jiwa agama remaja, agama mempunyaia daya preventif dalam mengatasi problema-problema dan konflik yang terjadi pada remaja dengan psikoterapi keagamaan. Dukungan, binaan dan bimbingan dari orang tua dan lingkungan baik lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat sangat berperan dalam pembentukan jiwa keberagamaan remaja, sehingga ia dapat melalui masa remajanya dengan wajar dan tidak sia-sia, untuk menuju kedewasaan yang mapan jiwa dan agamanya.

Kata Kunci: Psikologi, Agama, Jiwa, Remaja

Pendahuluan

            Secara umum psikologi mempelajari pola perilaku manusia yang berkaitan dengan persepsi (kognisi), emosi (perasaan), dan niat (conasi). Gejala-gejala di atas umumnya mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan manusia normal, beradab, dan lanjut usia. Dengan cara ini, keempat gejala utama dapat dikenali melalui ucapan dan perilaku manusia. Namun, terkadang ada pernyataan-pernyataan yang dibuat dalam latihan yang sepertinya ada hubungannya dengan campuran gejala, oleh karena itu ahli mengartikannya sebagai milik empat gejala campuran utama yang dipelajari dalam psikologi: pikiran, perasaan, kemauan, dan campuran gejala.

            Psikologi dipahami sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan alam, dan para sarjana mencatat bahwa psikologi memiliki hubungan erat dengan pengalaman manusia yang paling mendasar, yaitu agama. Selanjutnya, departemen psikologi diawali dengan kajian yang berfokus pada hubungan antara keyakinan beragama dan kecenderungan beragama.

            Dalam salah satu fase kajian psikologi agama, pertimbangan diberikan pada pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan istilah "psikologi" dan "agama". Kedua istilah ini digunakan dengan arti yang berbeda-beda, namun bukan berarti ada kendal yang tidak jeli dalam memahami kedua istilah ini dengan jelas.[1]Teori psikologi sering digunakan untuk memahami sifat manusia dan keterbatasan manusia. Sebaliknya, penggunaan terminologi agama sering kali memicu kontroversi yang lebih penting daripada signifikansi permasalahannya. Beberapa definisi di antaranya menyatakan bahwa agama adalah sarana transendensi diri, sistem kepercayaan, dan semacam emosi tertentu.[2] Pendidikan psikologi agama lebih menitikberatkan pada pemahaman bahaya agama dengan menerapkan prinsip-prinsip psikologi yang bersumber dari pendidikan agama non agama.[3]

 

Islam mengakui adanya ruh-Nya dalam fitrah manusia, dengan tujuan agar umat manusia mempunyai hubungan yang erat dengan pencipta alam itu, Allah SWT. Menurut psikologi Islam, ada empat dimensi yang terdapat dalam fitrah manusia, yaitu: ruh-ragawi (biologi), kejiwaan (psikologi), lingkungan (sosiologi budaya), dan ruhani (spiritual).

 

Sebagai suatu disiplin ilmu yang bersifat otonom, psikologia agama mempunyai kerangka pembelajaran yang unik dan berbeda dengan disiplin ilmu lain yang mempelajari isu-isu terkait agama lainnya. Psikologi agama mempengaruhi cara sekelompok orang atau masyarakat tertentu menghayati agamanya. Fokus kajiannya adalah pada pemahaman perilaku keagamaan tersebut di atas dengan menggunakan metode penelitian psikologi (Robert H. Thouless: 25).

 

Lebih lanjut Zakiyah Darajat menyatakan bahwa hasil penelitian psikologi agama dapat menghambat proses perkawinan, perceraian, dan Pengaruh dan akibat-akibat yang diasakan sebagai hasil dari keyakinan (terhadap suatu agama yang dianut) kesadaran beragama. Kerangka yang menjadi dasar penelitian psikologi agama meliputi penelitian tentang:

 

1. Berbagai emosi yang muncul di luar kelas yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari setiap orang (umum).

 

2. Bagaimana persepsi dan reaksi individu seseorang terhadap Tuhannya?

 

3. Mempelajari, menyelidiki, dan mengkaji dampak kepercayaan terhadap kehidupan sehari-hari sebagaimana adanya.

 

4. Menganalisis dan mengkaji pengalaman masyarakat terhadap masalah kepercayaan terkait hiu dan nerka, serta makanan dan minuman yang dapat berdampak negatif terhadap kemampuan makan dan minum seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

 

5. Menelaah dan memahami bagaimana perilaku seseorang mempengaruhi ayat-ayat suci yang berujung pada kematian seekor kelelawar.

 

Kesemuanya itu, menurut Zakiyah Darajat, didasarkan pada kesadaran dan pengalaman beragama (religius experience). Aspek agama yang dikaitkan dengan kesadaran adalah bagian agama yang terungkap (terasa) dalam penglihatan, yang merupakan refleksi mental dari aktivitas keagamaan. Pengalaman agama, sebagaimana yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliyah), adalah unsur perasaan dalam beragam kesadarana. Akibatnya, psikologi agama tidak mencakup pokok keyakinan suatu agama, terhadap salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama. Kajian psikologi agama hanya melihat fungsi-fungsi manusia yang bermakna dan mencerminkan perjalanan individu dalam kaitannya dengan spiritualitas dan penderitaan manusia. Selain itu, isinya tidak memuat sub pokok bahasan keyakinan itu berisi informasi abstrak (gaib), seperti informasi tentang Tuhan, surga dan neraka, hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, kitab suci, dan hal-hal lain yang sulit dibuktikan kebenarannya secara empiris.[4]

 

Oleh karena itu, psikologi agama adalah studi tentang keyakinan agama pada individu yang berdampak pada kehidupan dan perilakunya sehari-hari. Dalam psikologi agama, persoalan pokok mengacu pada studi tentang keyakinan dan ketaatan beragama.

 

Pembahasan

 

  • Jiwa Agama Remaja
  •           Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan anugerah Allah SWT yang unik dan mencakup banyak tanda dan gejala peringatan, terutama pada masa kehamilan. Menurut para ahli psikologi, terdapat perbedaan pendapat dalam hal melahirkan, antara lain:
  • Sebuah studi yang membagi tahapan kehidupan menjadi tiga kategori: masa kanak-kanak, remaja, dan remaja. Dalam bahasa Indonesia, hal ini biasa disebut dengan masa pubertas atau remaja.
  •  
  • Asal usul atau terjemahan harfiah dari istilah ini adalah:
  •  
  •  a. Pubertas (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa Latin pubertas.
  •  
  • b. remaja berasal dari kata latin adulescentia yang berarti "adolescere = dewasa = menjadi dewasa" atau "dalam perkembangan menjadi dewasa."[5]
  •  
  •           Al-Qur'an dan Sunnah tidak mencantumkan referensi eksplisit apa pun tentang periode pernikahan kembali ini. Namun ketika membahas hukum, Rasulullah telah menyatakan bahwa setelah seseorang terbebas dari kewajibannya, maka ia harus memulai syari'atnya. Hal ini terjadi setelah mereka menginjak usia dewasa dan dinyatakan ihtilam (), yaitu wajib mengenakan pakaian jima dan tidak menyentuh laki-laki serta haid terhadap wanita. Sebelas hadis Nabi tersebut di atas sejalan dengan keyakinan psikologis remaja awal.
  •  
  •           Anak yang telah mencapai usia dewasa atau disebut juga dengan fase "baligh" dalam hal ini dianggap mempunyai rasa harga diri yang kuat, sehingga menimbulkan rasa moralitas yang kuat, khususnya moralitas dalam konteks agama dan sosial. Menurut Ikhwan al-Shafa, masa ini disebut masa transisi kedua, dimana masyarakat dihimbau untuk mengupdate pembelajaran dari masa transisi pertama atau alam arwah. Al-Ghazali menggambarkan fase ini sebagai "aqil", dimana kapasitas intelektual seseorang berada pada puncaknya dalam keadaan puncak, memungkinkannya mengambil keputusan yang jujur, jujur, dan benar.[6]
  •  
  • Menurut psikologi, ada dua jenis pertumbuhan yaitu fisik dan psikologis. Pertumbuhan fisik dicirikan oleh kemampuan tubuh untuk mempertahankan bentuk dan fungsinya secara umum, yang dicapai dengan tubuh memperbaiki dirinya menjadi bentuk murni dan komponen fungsionalnya terus berfungsi secara murni.
  •  
  •           Namun, seperti yang bisa kita lihat di atas, para psikolog berbeda-beda dalam kemampuannya menentukan apakah seseorang telah memasuki kondisi menikah lagi. Menurut Kartini Kartono, usia remaja ditetapkan antara usia 13 dan 19 tahun, sedangkan Aristoteles, Simanjuntak, Hurlock, dan F.J. Monte semuanya didirikan antara usia 14 dan 21 tahun, 12 dan 22 tahun, dan Singgih Gursana antara 14 dan 21 tahun.
  •  
  • Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa usia pernikahan kembali berada pada rentang usia 12 hingga 21 tahun untuk perempuan dan 13 hingga 22 tahun untuk pria.
  •  
  • Kehidupan setiap remaja mengalami perubahan seiring dengan berbagai fungsi kejiwaan yang berubah secara menyeluruh, yakni berubah melalui kemauan, ingatan, pengamatan, pikiran, dan nafsu. Percepatan ini, dengan kemiringan yang cepat atau landai, dapat diterapkan pada faktor pendidikan sebanyak-banyaknya dan berfungsi dengan sebaik-baiknya. Gaya hidup remaja merupakan hasil dari reformasi pendidikan yang telah dilaksanakan Pada masa kanak-kanak, anak juga memasukkan implikasi psikologis yang terlihat pada tahap kehidupan remaja dan puber, yang memerlukan pertimbangan dan perhatian khusus.[7]
  •  
  • Dalam perjalanannya remaja akan menjumpai beberapa hal yang dijelaskan oleh ajaran agama tersebut di atas. Hal ini akan memperkuat ikatan antara pengetahuan dan pengalaman masyarakat di sekitarnya.[8]
  •  
  • Setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi dengan sangat cepat pada masa remaja menimbulkan kecemasan remaja yang selanjutnya menyebabkan terjadinya disforia emosional, kecemasan, dan kekhawatiran. Ia mengalami kegoncangan karena ia kecewa terhadap dirinya sendiri, juga kepercayaan pada agama yang sudah tumbuh pada umur sebelumnya. Ibadahnya, kadang-kadang rajin dan kadang-kadang malas, terlihat dari kepercayaan remaja kepada Tuhan. Namun, kadang-kadang menjadi ragu dan berkurang. Cara Tuhan diperlakukan tergantung pada perubahan emosi yang dialami saat ini. Sesekali dia merasa sangat kekurangan Tuhan, apalagi saat mereka tinggal bersama dan harus mengurus pekerjaan rumah tangga atau keracunan makanan. Tapi Ia kadang-kadang kurang membutuhkan Tuhan, ketika mereka sedang lengkap, riang, dan gembira.
  •  
  • Karakter Jiwa Agama Remaja
  •  
  •           Menurut teori tersebut, perempuan sangat membutuhkan agama dalam kesehariannya, terutama dalam menghadapi permasalahan keluarga yang timbul karena berbagai faktor, termasuk penuaan dan kondisi lain yang harus disikapi dengan cara yang sering dibicarakan dengan berbagai pihak. Namun tidak semua remaja mempunyai kesempatan berdiskusi tentang agama dengan jalan yang baik dan sesuai dengan pertumbuhan jiwan yang telah dituntaskan sejak masa kanak-kanak; Bahkan, bisa jadi mereka tidak mendapat kesempatan untuk sering berdiskusi tentang agama karena sikap orang lain dan agama yang tidak simpatik atau pengertian. Pengalaman sejarah yang dilaluinya sejak kecil terhadap sikap remaja terhadap agama. Secara lugas mengenai agama, di antaranya adalah:
  •  
    • Percaya turut-turatan
  •  
    • Percaya dengan kesadaran
  •  
    • Sikap ambivalensi terhadap agama
  •  
    • Tidak percaya kepada Tuhan
  •   

    Peran Psikologi Agama dalam Pembentukan Jiwa Agama Remaja 

              Agama, sering disebut agama, adalah salah satu aspek terpenting remaja. Kebanyakan orang beranggapan bahwa moralitas dan agama dapat mempengaruhi perilaku anak yang tidak sesuai dengan kelompok usianya, sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat atau bertentangan dengan norma agama. Di sisi lain, rendahnya moralitas dan agama sering disebut-sebut sebagai penyebab maraknya pernikahan kembali di masyarakat. 

              Ada banyak perbedaan individu mengenai kisah kebangkitan tubuh, terutama yang berkaitan dengan Tuhan; Namun ada satu hal yang mereka tidak sependapat, yaitu mereka telah membahas kisah-kisah kehidupan dan personifikasi Allah dan lebih banyak membicarakan kisah-kisah spiritual daripada kisah-kisah tubuh dan aktivitasnya. Hal ini mempengaruhi semua kasus pernikahan kembali, kecuali kasus yang melibatkan kecerdasan.           Di sini, hubungan antara simbol agama dan perkembangan seksualitas perempuan sangat kuat perasaan remaja Mengenai Tuhan, apakah itu perasaan menyakitkan atau lucu yang disampaikan melalui ekspresi wajah, bahasa tubuh, atau keduanya, ini adalah proses kompleks yang terdiri dari unit-unit individu yang saling berinteraksi dan bekerja sama. Salah satu jiwa tertentu yang paling menonjol pada remaja adalah perasaan beriman maju mundur. Hal ini mengarah pada ketaatan beragama yang intens dan sama setiap hari. Pernikahan kembali secara agama tidak sama bagi pasangan yang sudah menikah atau bagi anak kecil. 

    •                Perasaan remaja terhadap Tuhan bukan sekedar sentimental; sebaliknya, itu adalah semacam sentimentalitas yang mendukung perubahan emosi yang sangat cepat. Selama sesama manusia hidup tertib dan damai, kebutuhan Tuhan tidak akan terlalu besar. Sebaliknya Tuhan juga akan sangat diperlukan apabila dalam diri remaja terdapat perasaan goncang dan gelisah, takut atau karena perasaan berdosa dalam dirinya. Di sinilah keterlibatan remaja dalam melakukan kegiatan keagamaan dapat membantu memitigasi kerugian tersebut. Dengan kata lain, ciri yang paling menonjol dari rasa keagamaan adalah kemampuannya untuk digunakan sebagai alat dan mencegah kegoncangan jiwa yang pada akhirnya akan terjadi.
    •  
    • Percaya kepada Tuhan pada masa itu bukan sekedar tanda hormat; melainkan kebutuhan anggota keluarga.[9]
    •  
    •                Berdasarkan psikologi agama, hambatan psikologis yang sehat disebabkan oleh faktor internal atau akibat degradasi lingkungan yang menyebabkan kerutan pada kulit Hal ini dapat berdampak buruk pada sikap seseorang terhadap agama. tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak.
    •  
      •                William James menyatakan bahwa ada hubungan antara perilaku laku keagamaan seseorang dengan pengalaman keagamaannya. Yang dapat diringkas menjadi dua adalah sebagai berikut:
    •  
      • Tipe orang yang sakit jiwa (the sick soul)
    •  

      Ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami sakit dan kelainan jiwa umumnya cenderung menampilkan sikap: 

      • Pesimis
    •  
      • Introvert
    •  
      • Menyenangi paham ortodoks
    •  
      • Mengalami proses keagamaan secara non graduasi
    •  
      • Tipe orang yang sehat jiwa (healthy minded ness)
    •  

      Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa pada umumnya menampilkan sikap: 

      • Optimis dan gembira
    •  
      • Ekstrovert dan tak mendalam
    •  
      • Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal.[10]
    •  
    •                Psikologi agama merupakan salah satu bidang studi utama, khususnya bagi para psikolog yang mempelajari peranan agama dalam kehidupan manusia.
    •  
    •                Bukti empiris menunjukkan bagaimana agama berfungsi sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gangguan psikologis.[11] Agama sama sekali bukan produk keberadaan manusia; Sikap negatif umat manusia terhadap agama sebagian besar disebabkan oleh beberapa faktor baik yang muncul baik dari faktor pribadi maupun lingkungan. Rasanya sulit untuk makan atau bahkan menyebutkan dorongan-dorongan dan perasaan keagamaan. Manusia memiliki rasa haus yang tidak dapat diatasi sehingga terus-menerus membutuhkan makanan untuk memuaskan rasa haus yang lebih hebat. Ini adalah bagian dari faktor internal manusia yang dikenal sebagai "diri" atau "hati nurani" (kesadaran manusia).
    •  
    •                Hubungan antara iman dan jiwa berkaitan dengan hubungan antara agama dan jiwa sebagai sarana perlindungan dan kesejahteraan, yang ditunjukkan dalam skapulir dan penyerahannya Perspektif seseorang terhadap suatu permasalahan yang sangat penting. Perpaduan kedua amalan ini akan membuat seseorang semakin optimis dan mengarah pada pemikiran positif tentang Tuhan. Sikap-sikap tersebut di atas merupakan bagian dari kebutuhan manusia sebagai sumber pangan yang sehat. Dalam keadaan manusia seperti yang ada sekarang, sesuai dengan keadaan alamiahnya, sehat dan bahagia.[12]
    •  
      •                Dalam bidang kesehatan jiwa, agama mempunyai peranan yang sangat penting karena agama dapat membatasi atau menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan kejiwaan, atau dengan kata lain agama mempunyai hari preventif terhadap gangguan kejiwaan. Agama juga dapat membantu dalam proses menghilangkan gangguan kejiwaan, atau agama dengan wujud yang tegas dan final.
    •  
    •                Secara serius, peran agama dalam meningkatkan kesehatan para janda biasanya dikaitkan dengan mereka yang sakit karena kecewa, gelisah, cemas, dan lain-lain. Pengalaman-pengalaman yang disebutkan di atas sering kali menimbulkan gejala kejiwaan yang lebih parah; Hal ini dapat diatasi apabila individu mempunyai berbagai keterampilan dan mampu memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari.[13]
    •  
      • Pentingnya mendapat pengertian dan perhatian orang dewasa, terutama orang tua dan guru, adalah usia remaja. Usia remaja ini penuh dengan berbagai permasalahan dan masalah-masalah yang, jika tidak terselesaikan selama mereka, akan menyebabkan mereka memasuki usia dewasa dengan berbagai kesukaran dan kegoncangan, yang mungkin saja tidak akan terselesaikan.
    •  

                     Berbagai kasus kejiwaan yang sering datang terhadap remaja salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sosial- ekonomi, lingkungan agama dan adat. 

      Di antara suasana keluarga, keluarga yang hidup jauh dari agama tidak mungkin memberikan pelatihan jiwa agama pada anak-anaknya, karena keyakinan akan beragamnya keluarga yang hidup jauh dari agama. Dalam bidang studi agama, masyarakat pada umumnya sangat peka terhadap kenyataan bahwa agama pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengasuhan anak, berinteraksi dengan semua kerabat yang diterima anak melalui kesulitan sejak masa kanak-kanak. Jika agama ini hanya dipelajari kemudian melalui pendidikan biasa, maka akan diakui namun tidak benar-benar dipahami dalam kehidupan sehari-hari. 

      Lingkungan sosial-ekonomi masa remaja merupakan puncak dari segala kekuatan dan perhatian terhadap masalah sosial ekonomi yang sangat besar. 

                            Dalam masyarakat yang keadaan dalam sosial ekonominya menunjukkan banyak kepincangan akan sering timbul tindakan-tindakan remaja yang kadang- kadang menyimpang dari nilai moral, bahkan tidak jarang terjadi peledakan perasaan yang tertekan dalam bentuk serangan yang biasanya ditujukan kepada orang-orang yang mereka sangka, bertanggung jawab dalam hal tersebut. Dengan demikian dapat dilihat bahwa perhatian remaja terhadap masyarakat lingkungannya sangat besar, dan pengaruh sosial ekonomi juga sangat mempengaruhi keadaan jiwanya dan menentukan pula sikap dan tindakannya dalam hidup jiwa muda yang penuh harapan dan kecemasan, menimbulkan kegoncangan-kegoncangan ekonomi yang kadang sukar mengatasinya. 

      Lingkungan agama dan adat secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut: kehidupan masyarakat yang lebih menganut agama dan adat dibandingkan dengan yang tidak menganut agama dan adat pada umumnya lebih bahagia. Kemalangan ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan mereka menerima perubahan eksternal yang terjadi, yang bertentangan dengan agama atau kepercayaan mereka. 

           Oleh karena itu, perempuan yang tinggal di komunitas yang beragam, secara umum, akan lebih puas dibandingkan mereka yang tinggal di komunitas yang terus berubah. Dalam masyarakat yang beragam ini, nilai-nilai ditetapkan secara kaku dan sulit diubah. Hasilnya, remaja akan menemukan nilai-nilai yang pasti dan diterapkan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan bentuk contoh yang akan diteladaninya selain itu tidak sukar pula untuk menekankan perhatian masyarakat terhadap sikap, tindakan, dan kelakuannya. 

           Remaja mengunggu, bahwa apa yang mempunyai pelanggaran terhadap ketentuan agama, di samping itu akan dihukum oleh Tuhan juga akan dikutuki oleh masyarakat, karena perbuatan dosa tersebut. Mendorong perempuan untuk secara aktif menciptakan komunitas yang kohesif, teguh dalam upayanya, dan jangan biarkan tindakan Anda disalah artikan dilakukan oleh orang-orang yang memahami dan menghormatinya melalui berbagai bentuk kerjasama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa agama dan cara hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi sikap dan tindakan serta pernikahan kembali dalam masyarakat tersebut.[14] 

           Pada masa remaja, penting untuk memperhatikan dan belajar dari orang yang lebih tua, terutama guru dan siswa. Pada masa ini, mereka lebih banyak direpotkan oleh permasalahan dan permasalahan pendidikan agama yang sudah ada sejak masa kanak-kanak, sehingga mengakibatkan keyakinan agama orang lanjut usia menjadi semakin kaku dan tidak memuaskan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat membantu remaja menghadapi kesukaran, kekecewaan, dan kegoncangan yang muncul di tahun-tahun awal mereka. 

           Dari sudut pandang psikologis, pendidikan agama merupakan sarana yang sangat ampuh bagi generasi muda. Pada jiwa remaja, agama yang ditanam dan ditanam secara wajar akan digunakan untuk mengendalikan dorongan-dorongan yang kurang baik serta membantu sangat ampuh untuk remaja. Remaja agama yang ditanam dan tumbuh secara wajar akan diutilisasi untuk mengendalisasi dorongan-dorongan yang kurang baik, serta membantu dalam menghadapi berbagai problemi kehidupan. Dengan hidup dan segarnya keyakinan agama dalam diri remaja, akhlaknya akan segera baik, karena kontrolnya datang dari dalam bukan dari luar. Di sisi lain, agama memberi ketenangan bagi jiwa, sehingga tidak akan mudah goncang, meski banyak kesukaran yang ditujukan padanya, ia dapat berdo'a, mengeluh dan bersidang langsung dengan Tuhan. 

      Solusi kejiwaan dan ketentraman batin banyak ditemukan dalam pendidikan Islam. Pengobatan ini sulit untuk ditelan jika diberikan dengan cara yang tidak konsisten 

      jenis perkembnagan seseorang. 

      Oleh karena itu, agama dapat menjadi alat bagi sikap pengontrol, pengontrol perbuatan, dan kesalehan individu, yang dapat menjadikan masyarakat lebih berhati-hati dan tidak impulsif. Apabila dalam kepribadiannya terdapat pendidikan agama sebagai salah satu unsur yang membentuk kepribadiannya, maka keyakinan agama tersebut akan semakin terasa dan merugikan kehidupan orang yang mengamalkannya. 

      Hal penting yang harus diberikan kepada anak perempuan adalah pendidikan agama dan moral, serta keterampilan sosial yang sangat penting bagi perkembangan masa depan mereka sebagai perempuan. Sesuai dengan fase pengajaran, esensi pendidikan agama adalah mengikat segi-segi kepribadiannya dengan akidah dan ajaran-ajaran spiritual, memperkuat fondasi bersama Allah SWT. Selain menembus hati nuraninya dan mengembangkan semangat keagamaannya.[15]  

      Kesimpulan  

      Jiwa agama remaja merupakan fitrah dari Tuhan yang perlu dibimbing dan dibina dengan baik agar tumbuh dengan sehat. Remaja berada pada masa pencarian jati diri dan rawan masalah, sehingga membutuhkan bimbingan agama yang tepat, karakter jiwa agama remaja antara lain percaya turut-turutan, percaya kesadaran, sikap ambivalen, dan tidak percaya kepada Tuhan. Perasaan keagamaan remaja cenderung naik turun. Psikologi agama berperan penting dalam membentuk jiwa agama remaja yang sehat. Agama berfungsi preventif dalam mengatasi problema remaja dan memberikan psikoterapi. Dukungan dari orangtua dan lingkungan sangat dibutuhkan remaja dalam pembentukan jiwa keberagamaan. Pendidikan agama yang tepat akan membantu remaja mengendalikan dorongan negatif dan menemukan ketenangan batin. Dengan pembinaan jiwa agama yang baik, remaja diharapkan dapat melewati masa remaja dengan wajar dan siap menuju kedewasaan. 
       

        

      • DAFTAR PUSTAKA
    •  

      A. Tafsir et al. "Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam" (Bandung: Mimbar Pustaka, 2004), Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo 

      Persada, 2002), Bastaman, Integrasi, Darajat, Remaja 

      Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Jakarta: Erlangga, 1980). 

      Elvi Yuliani Rohmah, Psikologi Perkembangan (Ponorogo: Ponorogo Pers, 2005), 

      H. M. Arifin M. Ed, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1998) 

      Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam (Yogyakarta: Insan Kamil, 1995) 

      Hasan Basri, Remaja Berkualitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), 

      Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar (Bandung: Mizan-Media Utama, 2003) 

      Jalaluddin, Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 1998) Jalaluddin. Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) 

      M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1998) 

      Nico Syakur Dister, Pengalaman dan Motifasi Beragama (Sindang Laga: LAPPENAS, 1981) Panut Panuju, Ida Umami, Psikologi Remaja (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999) 

      Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000) Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim (Jakarta: Pustaka 

      Kautsar, 2001) 

      Syamsu Yusuf I. N, Psikologi Belajar Agama (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004) Syamsu       Yusuf LN,                Psikologi   Perkembangan   Anak   dan   Remaja   (Bandung:                Remaja 

      Rosdakarya, 2004), 

      Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), Zakiyah Darajat, Pembinaan Remaja (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) Zulkifli L, Psikologi Perkembangan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun