Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Petani Tua dan Sang Petugas Pajak

31 Desember 2015   12:43 Diperbarui: 31 Desember 2015   16:55 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang petugas gusar. Dia menduga-duga harga kulit mentah dari seekor buaya hanya sekitar separuh penghasilan resminya. Petugas pajak mendapatkan gaji tertinggi di antara semua pejabat negeri. "Ini konyol. Saya pikir kamu menemukan tambang emas atau yang lain."

"Bagi kami ini adalah tambang emas."

"Ini tak sebanding. Kamu pasti berbohong. Kamu pasti masih menyembunyikan sesuatu. Kamu akan saya laporkan ke bendahara negeri. Rumah dan sawahmu akan diambil oleh kerajaan."

Pak tua mengangkat tangannya seperti berusaha mencegah sang petugas bergerak. "Baiklah, Tuan, saya mengaku. Saya tak hanya menjual kulit buaya. Sebenarnya saya pernah menemukan benda tak ternilai."

Langkah sang petugas tertahan. "Benda apa?"

"Permata mutu manikam."

"Di mana?"

"Di kening buaya yang saya tangkap."

"Bohong!"

"Buaya di sini memang istimewa. Di lipatan kulit di antara kedua mata buaya ada seperti mata ketiga. Ternyata itu adalah permata."

"Mana permata itu ?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun