"Aku membangun vila ini untuknya. Karena tidak ingin mengirimnya ke rumahsakit jiwa. Aku bertekad merawatnya sendiri."
Ia melemparkan tatapannya yang menyayat terhadapku.
"Suatu ketika aku pernah dicegah menikahinya oleh ayahnya. Karena gadis yang kucintai akan menjadi gila begitu ia menjalani proses melahirkan. Sampai saat ini penyakit ini belum bisa disembuhkan"
Ayah Kencana berusaha merapikan rambut istrinya dengan lembut.
"Namun aku terlalu mencintainya sehingga memutuskan membawa lari gadisku. Kami baru kembali ke sini tatkala istriku hampir melahirkan."
Wanita itu tidak menunjukkan reaksi apa-apa terhadap kehadiran kami. Ia seperti terbungkus dalam wadah kaca yang meskipun tembus pandang namun kedap terhadap segala yang ada diluar dunianya yang gelap.
"Aku terpaksa menjauhkan Kencana darinya semenjak lahir. Karena ia tidak mampu mengenali anaknya sendiri. Berulang kali berusaha mencekik atau membanting bayinya yang dianggapnya boneka."
Lelaki itu duduk di tangan kursi tempat istrinya bersender dengan tubuh kaku. Kudengar tangis lirih lelaki malang itu. Sejenak kemudian ia bangkit dengan ekspresi getir.
" tinggalkan Kencana," ratapnya sambil bangkit mendekatiku.
Aku belum pernah menyaksikan seorang lelaki sehancur itu.
"Aku tidak ingin engkau terjebak oleh cinta semacam itu." Ia memohon dengan amat sangat. "Kau tidak mungkin sanggup menjalaninya."