"Kau kira aku tidak ingin membuatnya bahagia?"
Aku bengong dihadapkan dalam situasi yang tidak kupahami. Karena dari penampilannya ia tidak memiliki aura kekejaman. Yang ada hanyalah sosok lelaki renta yang didera kepedihan dan keputusasaan. Amat jauh dari gambaran masyarakat selama ini. Ia membuatku kehabisan kata-kata.
"Apapun yang terjadi aku akan menikahi putrimu!" Kataku setelah keheningan diantara kami berlangsung beberapa menit.
"Aku berjanji akan merawatnya dengan baik." Kuserahkan sisa daya untuk meyakinkannya.
"Kalau begitu akan kuajak engkau mengetahui rahasia terkelam keluarga kami."
Ia bangkit. Mengajakku mengikutinya.
                                   ***
Ayah Kencana mengajakku pergi mengunjungi vila di atas bukit, tempat ia mengasingkan diri bertahun-tahun tanpa seorang pun tahu apa yang ia lakukan di sana. Termasuk Kencana.
Kami menyusuri jalan setapak berlandaskan bebatuan gunung. Sela-selanya tumbuh rerumputan liar yang tak pernah dibersihkan sehingga nyaris menutupi permukaan jalan. Aku mengikuti langkahnya sambil menyibak rumput yang tingginya hampir sepinggang dan daun-daunnya yang tajam bisa mengiris betis dengan hati-hati.
Lelaki tua itu sengaja membiarkan kondisi jalan seperti itu guna menghalau siapapun yang mencoba mengunjungi tempat peristirahatannya.
Setelah menempuh jalan hutan yang terus menanjak hampir sejauh satu km dan membuat napasku tersengal-sengal akhirnya kami sampai di bawah bangunan misterius yang bertengger di dinding gunung. Untuk mencapainya kami harus melangkahi anak-anak tangga yang jumlahnya ratusan. Jalan masuk dibatasi sebuah pintu besi yang dipasangi rantai dan terkunci. Mirip penjara.