Mohon tunggu...
Fanni Carmila
Fanni Carmila Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumahtanga. Mantan wartawan. Wiraswasta. Hobi mengarang

Asyik kalau bisa berkomunikasi dengan orang yang punya hobi sama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Gadis Padang Hijau (2)

20 Desember 2021   02:35 Diperbarui: 20 Desember 2021   05:55 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun respon yang Kuterima sungguh mengecewakan. Dengan alasan kasus itu sudah terlalu lama sang Kepala Desa justru mengatakan "Tidak berniat membicarakan masalah tersebut lebih lanjut".  Ia bahkan mengancam akan mengusir ku dari desanya bila terus menerus mengusik ketenangan hidup masyarakat serta keluarga Kencana.

Di desa ini rupanya yang gila bukan hanya keluarga Kencana!

Belum putus asa aku pergi ke kantor Polsek guna melaporkan kasus pembunuhan dan penghilangan jenazah ibu Kencana.

Aku diterima petugas yang sedang piket. Ia membuka berkas-berkas lama sebelum menyimpulkan kasus itu tidak pernah dilaporkan dan tidak pernah tercatat di situ.

"Jangan-jangan bapak termakan gosip masa lalu," kata sang petugas sambil menyengir sinis. "Kami hanya mengurusi peristiwa kriminal dan pengaduan yang berdasarkan fakta!" Lantas ia memandangku tajam sambil menekankan kalimat menjengkelkan. "Bukan berdasar gosip para emak-emak!"

Aku kembali ke rumah dengan lunglai. Namun masalah belum surut. Bahkan kini menghadangku.

Lelaki tua itu berjalan mondar-mandir di halaman rumah dengan gelisah. Kuamati dari jauh dirinya guna mengukur kekuatan fisiknya. Kusimpulkan dengan tubuhnya yang renta dan tak terawat tidak mudah baginya untuk mencelakaiku. Lebih-lebih tatkala aku sedang dalam kondisi siaga.

Jadi ia kusambut sambil berkecak pinggang. Siap tempur.

"Boleh aku masuk?" Tanyanya dengan suara parau yang mengeluarkan bau busuk.

Ia mencoba merangkul bahuku, tapi kukibas kan dengan kasar. Kugerakkan kepalaku memberi kode agar ia mengikutiku masuk ke rumah.

Tertatih-tatih ia mengikutiku. Duduk di ruang tamu tanpa berhasil menyembunyikan kegelisahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun