Namun respon yang Kuterima sungguh mengecewakan. Dengan alasan kasus itu sudah terlalu lama sang Kepala Desa justru mengatakan "Tidak berniat membicarakan masalah tersebut lebih lanjut". Â Ia bahkan mengancam akan mengusir ku dari desanya bila terus menerus mengusik ketenangan hidup masyarakat serta keluarga Kencana.
Di desa ini rupanya yang gila bukan hanya keluarga Kencana!
Belum putus asa aku pergi ke kantor Polsek guna melaporkan kasus pembunuhan dan penghilangan jenazah ibu Kencana.
Aku diterima petugas yang sedang piket. Ia membuka berkas-berkas lama sebelum menyimpulkan kasus itu tidak pernah dilaporkan dan tidak pernah tercatat di situ.
"Jangan-jangan bapak termakan gosip masa lalu," kata sang petugas sambil menyengir sinis. "Kami hanya mengurusi peristiwa kriminal dan pengaduan yang berdasarkan fakta!" Lantas ia memandangku tajam sambil menekankan kalimat menjengkelkan. "Bukan berdasar gosip para emak-emak!"
Aku kembali ke rumah dengan lunglai. Namun masalah belum surut. Bahkan kini menghadangku.
Lelaki tua itu berjalan mondar-mandir di halaman rumah dengan gelisah. Kuamati dari jauh dirinya guna mengukur kekuatan fisiknya. Kusimpulkan dengan tubuhnya yang renta dan tak terawat tidak mudah baginya untuk mencelakaiku. Lebih-lebih tatkala aku sedang dalam kondisi siaga.
Jadi ia kusambut sambil berkecak pinggang. Siap tempur.
"Boleh aku masuk?" Tanyanya dengan suara parau yang mengeluarkan bau busuk.
Ia mencoba merangkul bahuku, tapi kukibas kan dengan kasar. Kugerakkan kepalaku memberi kode agar ia mengikutiku masuk ke rumah.
Tertatih-tatih ia mengikutiku. Duduk di ruang tamu tanpa berhasil menyembunyikan kegelisahannya.