Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tony dan Cincin di Jari Manisku

6 Juli 2024   23:45 Diperbarui: 7 Juli 2024   00:06 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, kembali aku membuka lembaran demi lembaran brosur travel pariwisata. Bukan hal aneh bila aku ingin kembali berpetualang sebab telah lama vacum.

Kegilaanku travelling keliling dunia kandas setahun yang lalu. Saat aku putus dengan Alan. Mungkin lebih tepatnya aku yang memutus. Bagaimana tidak, aku tak bisa menjalin kasih dengan pria yang terlalu mendominasi hidupku.

Mungkin terdengar egois, tapi bukan itu. Dominasi yang kumaksudkan adalah segenap keinginan pria keturunan Jerman itu mengontrol hidupku sepenuhnya. Namun di sisi lain, ia sendiri tak mau dikontrol.

*********

Masih kuat dalam ingatanku. Bagaimana Alan selalu melarangku bertemu dengan teman-teman priaku, meski hanya untuk mendiskusikan tugas kampus. Bahkan pernah suatu hari, aku terpergok Alan berbincang dwngan Yudi di mal. Saat itu kami sedang mendiskusikan acara menggelar pesta wisuda akhir tahun.

Tiba-tiba Alan muncul di hadapanku. Dengan gerakan kasar, dia menyeret tanganku pergi dari tempat itu. Tanpa ba-bi-bu, meninggalkan Yudi yang tersentak kaget.

Dan kejadian itu bukan yang pertama kali. Sebab terus terjadi dan terjadi. Bahkan dengan dosenku yang sudah paruh baya pun, Alan tak pandang bulu. Saat aku sibuk membicarakan tugas akhir di kampusku, mendadak Alan muncul dan melayangkan bogem mentahnya ke wajah Pak Suparjo, hingga kacamatanya pecah berantakan.

Setelah beragam kejadian yang selalu berakhir dengan permintaan maaf Alan atas sikapnya. Tampaknya aku sudah mulai jengah, bosan dengan sikap posesifnya. Meski  wajahnya perpaduan Richard Gere dan Pierce Brosnan, tapi percaya dirinya sangat minus. Sejak hari itu, aku mengajaknya putus.

*********

Putus dengan Alan membuatku tak percaya lagi dengan lelaki. Sebab aku takut ujung-ujungnya akan mengebiri kebebasanku dalam menyiapkan masa depan. Untuk apa bercinta kalau hanya berujung pada pengekangan dan kecemburuan tak beralasan.

Aku memutuskan untuk menyendiri. Meski pun aku cantik dan banyak menjadi rebutan di kampusku, namun tampaknya "Jomblo is the best" merupakan pilihan tepat bagiku. 

Tapi hal itu tak berlaku bagi Alan. Seakan dendam kesumat dengan keputusanku, ia berkali kali gonta-ganti cewek dan seakan sengaja dipamerkan di depan mataku. Saat melewati kampusku, melewati depan rumahku, sembari membunyikan klakson mobilnya nyaring. Ia membonceng Tini teman sebangkuku, mereka tertawa cekikikan, namun aku tak peduli sedikit pun.

Genap setahun dalam kesendirianku semenjak putus dengan Alan. Dan genap juga ia selalu menterorku dengan chath dan telpon ancaman untuk mengajak aku CLBK. Tapi, aku tak sudi lagi!

*********

Tepat jam 9 pagi. Aku telah siap memulai penerbanganku ke New Zealand. Sebuah rencana besar memulai petualanganku kembali keliling dunia dengan pergi kesana. Jika dahulu aku selalu memilih ke London, New York, Irlandia, dan Jerman. Kini saatnya aku memulai perjalananku ke sebuah negara yang tidak terlalu jauh dari Indonesia.

Setelah transit di Singapura, perjalanan dilanjutkan ke Australia. Barulah kemudian berganti pesawat menuju penerbangan di New Zealand. Selama penerbangan aku memilih untuk lebih banyak tidur, berharap saat sampai di New Zealand aku telah fresh kembali.

Tak terasa telah sepekan aku berwisata di negara dengan penduduk asli Maori itu. Mengunjungi seluruh kawasan, menikmati menu seafood ala penduduk lokal, hingga terbang dengan helikopter ke pegunungan salju ang mirip pegunubgan di Swiss. Aku mulai bosan, karena tak ada lagi yang menarik untuk ditelusuri.

*********

Malam menjelang. Udara dingin menyeruak ke dalam tulang tulangku, aku tak peduli. Keluar dari hotel, kupacu mobil tanpa ditemani guide. Aku ingin menikmati kebebasanku.

Hampir tiga puluh menit aku berkeliling keliling kota hingga kemudian jenuh. Kembali memacu mobil, kali ini menuju perbukitan sepi di ujung kota. Ditemani terang bulan purnama, aku terus memacu mobilku dalam kecepatan tinggi.

Dari kejauhan, tampak sebuah bangunan tinggi dengan lampu-lampu temaram, sungguh indah. Aku penasaran dan mengarahkan mobilku ke sana. Namun jalan menuju bangunan di atas bukit itu tak semulus yang kubayangkan. Setelah sebelumnya menempuh perjalanan dengan terang lampu jalanan, tapi kemudian berubah menjadi jalanan kerikil berbatu gelap gulita. Aku tak peduli, makin tertantang oleh penasaranku dengan bangunan di atas bukit.

Sesampai di depan bangunan itu tiba tiba hujan turun dengan lebatnya. Mendadak, sangat mendadak, disertai petir yang menyambar-nyambar. Aku cuma bengong dalam mobil, mematikan mesinnya perlahan. Dalam diam mengamati bangunan yang membuatku penasaran tadi.

Ternyata bangunan kastil. Mirip istana-istana kuno kerajaan inggris. Lampu temaram di atas menaranya. Sementara pintunya setinggi awan. Bangunan kastil yang sangat megah dan mewah, membuatku terpana dan terkagum-kagum. Tidak menduga akan ada istana megah di tengah kegelapan malam New Zealand.

*********

Hujan reda sesaat, aku manfaatkan momen itu untuk keluar dari mobil. Setelah menguncinya, aku bergegas berjalan ke arah kastil itu. Kurapatkan sweater dan syal di leherku, udara dingin sangat menusuk.

Sampai di depan pintu kastil, aku cuma bengong. Meski sekilas seperti bangunan tua, namun pintunya terlihat kokoh dan kuat. Suasana sepi, seperti tak ada tanda-tanda kehidupan, sunyi senyap. "Dok.. dok....dok!" Kuketokkan bulatan besi yang menempel di pintu untuk mengetuk. Tak ada sahutan apa pun.

Hingga tiga kali aku mengetuk, tak ada yang menjawab. Hingga aku yakin itu sebuah kastil kosong tak berpenghuni, aku berbalik kembali ke mobil. Namun belum sempat aku melangkah, tiba tiba pintu kastil terbuka. Cahaya lampu temaram terlihat dari dalam. Sesosok pria muncul dengan lilin dalam genggamannya.

Aku tersentak kaget. Terlintas cerita film-film horor di layar kaca. Tapi tampaknya kali ini berbeda. Sebab wajah yang diterangi cahaya lilin di depanku bukanlah wajah menyeramkan. Sesosok pria kulit putih dengan wajah tampan, berpenampilan seperti pangeran dari kerajaan barat, yang biasanya aku tonton di film-film Hollywood.

Pria itu tersenyum manis. Dengan ramah ia mempersilahkan aku masuk ke dalam. Ingatanku langsung melayang ke film-film horor yang pernah kutonton. .Pangeran tampan yang kemudian berubah menjadi drakula dengan gigi menyeringai, itu sangat mengerikan!

Lebih baik aku secepatnya pergi dari situ.Tapi tiba-tiba suara petir mengejutkanku. Semenjak kecil aku paling takut dengan suara petir. Sontak aku memeluk tubuh yang ada di depanku, tak peduli ia benar-benar pangeran atau drakula. Aku tak peduli lagi!

Tak kuduga, pria itu tertawa lirih melihat ketakutanku pada gemuruh petir, dan ia memelukku erat seakan ingin melindungiku. Aroma wangi tubuhnya menyadarkanku bahwa ia orang asing bagiku. Segera kulepaskan rengkuhannya, melangkah pergi meninggalkannya. Tapi tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya, seakan tercurah dari langit. Pria itu cepat menggamit tanganku, menariknya ke dalam kastil agar tak basah oleh hujan. 

*********

Pria itu menuntunku ke dalam. Sebuah ruangan luas yang mirip istana dalam dunia fantasi. Sebuah tangga mengular ke atas setinggi air terjun.

Ia mempersilahkanku duduk di sebuah sofa besar,  ia sangat ramah dan santun. Sepanjang malam kami berbincang akrab di sofa itu. Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Tony. Ia memanjakanku dengan banyak pelayan-pelayan yang datang silih berganti membawakan beragam hidangan.

Hingga kemudian, ia mengajakku makan malam ke sebuah ruangan. Sebuah ruang makan luas yang terisi dua puluh kursi memanjang. Kami duduk berhadapan dengan diterangi cahaya temaram lilin. Pelayan sibuk membawakan beragam hidangan makanan. Lobster bakar, ayam panggang, dan beragam makanan lezat lainnya.  Namun mereka melayani dalam diam, wajah mereka tanpa ekspresi, tak ada sepatah kata pun yang terdengar.

Hujan turun kian lebat, membuatku tak bisa meninggalkan kastil itu. Tak terasa jam di tanganku menunjukkan pukul dua belas malam. Dentang lonceng kastil terdengar menyeramkan, tak beda jauh dengan dentang lonceng jam kuno zaman dahulu. Meski baru mengenal Tony beberapa jam yang lalu, tapi keramahan pria itu membuat suasana mencair penuh canda tawa. 

Dentang lonceng  menunjukkan jam satu malam. Namun hujan tak juga reda. Aku dan Tony terus bercengkerama sepanjang malam. Aksen Irlandianya yang kental membuatku tertawa tergelak-gelak. Ia bukan pria pemalu, selera humornya yang tinggi tampaknya bersambut gayung dengan gaya bicaraku, sehingga kami seakan telah mengenal sekian lama satu sama lain.

Pukul dua malam. Mataku mulai terasa berat, aku menguap. Kulirik Tony, ia terlihat masih sagat bersemangat, tampak tertawa lepas tanpa ada kantuk di pupil biru matanya. 

Suhu dinginya akibat hujan lebat diluar kian menambah katukku. Sesaat aku tiba-tiba terjaga saat mendadak ia melayangkan ciuman di bibirku. Antara marah dan terkejut, sebab aku baru mengenalnya, dan ia pun tak menyatakan cinta tapi berani menciumku,  sungguh pria kurang ajar!

Tanganku bersiap menampar pipinya. Namun kuurungkan saat ia mengiba meminta maaf dengan mata berkaca-kaca. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam kantong celananya. Dibukanya perlahan, tampak sebuah cincin bertahtakan berlian di dalmnya.Malam itu, Tony menyatakan cinta dan mengutarakan keinginannya menikahiku.

Aku terkejut, secepat itu? Kami baru mengenal hanya dalam hitungan jam, namun tiba tiba ia melamarku. Ini hal gila yang tidak pernah aku bayangkan. Apalagi aku sedang tidak di negaraku sendiri.Namun ketulusan yang terpancar dari sinar matanya membuatku luluh. Ia memasangkan cincin itu di jemariku, kemudian memelukku sangat erat seakan tak ingin berpisah lagi.

Kantukku kian meggelayut. Antara sadar dan tidak, samar-samar kulihat wajah rupawan dengan bibir tipis kemerahan itu mencium pipiku. Ia memeluk tubuhku erat, sangat erat. Dan setelah itu, aku tak ingat apa-apa lagi karena tertidur lelap.

*********

Suara kicauan burung dan sinar matahari pagi membangunkanku. Aku terjaga di antara reruntuhan bangunan tua. Aku sangat terkejut, aku ingat betul saat kemarin malam tertidur lelap di sebuah kastil indah bersama seorang pria tampan bernama Tony. Namun pagi itu ia tak ada lagi, begitu juga kastil indahnya. Berganti reruntuhan bangunan tua yang berserakan di sana sini, puing-puing bekas kastil kosong yang kotor dan mengerikan.

Aku tersentak. Melihat kian kemari, tak ada lagi beragam makanan lezat yang tadi malam dihidangkan padaku.Tak ada pelayan, tak ada Tony, tak ada siapa pun. Kupacu tubuhku segera berlari ke luar dari bangunan tua itu. Berlari cepat menuju mobilku yang masih terparkir tanpa kerusakan di luar sana.

Sesampai di dalam mobil, aku maish tercenung mengamati reruntuhan bangunan kastil di depan mataku Tak ada siapapun di situ, tak ada tanda kehidupan, suasana sunyi senyap, hanya bunyi kicauan burung di atas pepohonan di sekitar kastil. Secepat kilat kunyalakan mesin mobilku menjauhi tempat itu. Buku kudukku berdiri, mungkinkah aku berrcinta dengan arwah gentayangan tadi malam?

Aku terus memacu mobilku dengan kecepatan tinggi. Keinginanku hanya satu, menjauhi tempat itu, kembali ke hotel dan terbang kembali ke Indonesia. Tapi tiba-tiba mataku tertumbuk pada jemari tanganku yang sedang memutar kemudi mobil, cincin bermata berlian itu masih menenmpel di jari manisku!    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun