Mengulas kaitan staycation dengan freeseks, faktor penyebab terjadinya staycation, mengapa freeseks berkembang pesat dan risiko-risiko yang membayanginya
Staycation menjadi berita besar beberapa waktu belakangan ini, meski sebetulnya tak beda jauh dari prostitusi online, Open BO, atau apa pun istilahnya, yang tentu saja berhubungan erat dengan freeseks. Namun masyarakat merasa staycation sebagai cara keji atasan menyandera tubuh karyawan dengan kontrak kerja.
Fenomena maraknya freeseksi memang sangat memprihatinkan, sebab berkaitan erat dengan masa depan negeri ini. Ketika mental perempuan sudah bobrok, maka dapat dibayangkan betapa mirisnya saat kelak ia akan mendidik anak-anaknya. Lalu apakah kesalahan ini hanya dapat ditimpakan pada perempuan, apakah lelaki tidak?
Lelaki memang juga tidak terlepas dari kesalahan tersebut, namun kunci utama  pengendali hawa nafsu terletak pada perempuan dengan segala daya tarik yang dikaruniakan Tuhan. Itulah kenapa banyak lelaki yang salah jalan merubah dirinya menjadi perempuan. Namun dalam tulisan kali ini, kita tidak khusus membahas hal tersebut, namun lebih terfokus pada sosok cantik asli dari awal diciptakan Tuhan, yakni perempuan.
Peran penting perempuan
Tak dapat dipungkiri, pendidikan awal seorang anak adalah dari ibunya, yang tentu saja seorang perempuan. Kalau hanya sekedar melahirkan dan merawat anak, mungkin menjadi hal paling mudah, sebab dapat dilakukan meski pun si perempuan yang memerankan sosok ibu berperilaku kurang baik, melanggar norma-norma, serta memberi makan anak anaknya dari hasil perilakunya tersebut.Â
Namun dalam hal mendidik anak, tentu saja si ibu harus memberi contoh budi pekerti luhur demi melahirkan generasi penerus negeri yang tangguh. Bukan hanya tangguh dalam kecerdasan intelligence quotient (IQ), intelligence emotional (IE), tapi juga kecerdasan-kecerdasan lainnya.
Mungkin karena hal tersebut, yang membuat Megawati, Ketua umum PDI Perjuangan, berusaha mengingatkan peran utama perempuan negeri ini, terutama yang memerankan sosok ibu. Tapi karena fokus sasaran mengingatkan terlalu sempit, akibatnya menimbulkan kesalahpahaman pada masyarakat.
Pesan penting Megawati agar para perempuan yang berperan sebagai ibu, tidak melupakan tugas menjaga dan membimbing anak-anaknya agar tak terabaikan. Sebab bila terabaikan, maka dapat mengakibatkan sang anak terjerumus ke perbuatan-perbuatan negatif, seperti tawuran, narkoba, dan sebagainya.Â
Tetapi pesan menohok Megawati salah tembak hanya pada ibu-ibu yang sibuk pengajian. Sehingga menimbulkan salah tafsir, bahwa penyebab generasi muda terabaikan hingga melakukan tawuran dan lainnya, gara-gara ibunya sibuk ikut pengajian. Akibatnya, ketua umum partai berlambang banteng ini dinilai mendiskreditkan agama.
Padahal seandainya pola sasaran tembak Megawati menyeluruh ke semua perempuan, tidak hanya mengarah pada ibu-ibu pengajian, tapi juga ibu-ibu yang  hanya sibuk ngerumpie, mengurusi tetangga melulu, shoping melulu, maka sudah pasti masyarakat tidak akan salah paham.
Sasaran tembak Megawati yang hanya terfokus pada ibu-ibu pengajian jelas terkesan diskriminatif, apalagi pengajian bertujuan positif. Lalu bagaimana dengan emak-emak rumpie dan hobi keluyuran yang lebih tidak mempedulikan anak-anaknya?
Kesalahpahaman di atas tidak akan mudah dipahami masyarakat awam, sebab yang mereka tahu adalah apa yang keluar dari mulut petinggi negeri ini. Itu ya itu, tanpa mampu berpikir spesifik tentang yang tersurat dan tersirat.
Kini kita memahami betapa pentingnya peran perempuan dalam mendidik dan melanjutkan keberlangsungan peradaban negeri ini melalui generasi yang dilahirkannya.Â
Itulah mengapa sebuah sebuah pesan moral menggarisbawahi, bahwa apabila dalam sebuah negara, perilaku moral perempuannya baik, maka negaranya pun akan baik, namun apabila perempuannya rusak, maka rusaklah negeri tersebut. Hal ini menunjukkan betapa urgennya peran perempuan dalam sebuah negara.
Penyebab freeseks terlihat menarik
Ketika sebuah negara memiliki tingkat kebebasan seksual tinggi, pada awalnya dipandang sebagai cara terindah menjalani kehidupan. Namun pada akhirnya akan ada dampak negatif yang mengikuti di belakangnya, entah penyakit menular, atau pun dibuangnya bayi-bayi yang tidak diinginkan.
Penyakit menular seksual sering dibantah sebagai akibat perilaku seksual bebas. Sebab kadang, perempuan yang terkena biasanya telah memiliki suami, dan hanya tinggal di rumah saja tanpa berganti-ganti pasangan. Tapi mereka lupa, di balik wanita yang baik-baik di rumah saja, ada para suami yang doyan "jajan" di luar, sebab prostitusi tidak dianggap ilegal. Bahkan mungkin saja para suami tidak suka jajan, namun bergaul bebas dengan para teman wanitanya, yang mengidap penyakit seksual menular. Akibatnya si suami kemudian menularkan penyakit tersebut pada istri serta janinnya di rumah.
Terdapat efek domino dari sebuah perilaku seksual bebas dan semaunya, sebab kenikmatan sesaat tidak mungkin tanpa resiko. Apalagi saat ini beragam alasan seperti faktor ekonomi, hedonisme dan lunturnya nilai-nilai terutama norma keagamaan membuat freeseks dianggap kebutuhan biologis wajar yang harus disalurkan dan menjadi hak asasi seseorang.
Freeseks terlihat menarik hingga berkembang dengan cepat dan pesat akibat:
Desakan ekonomi
Kini makin banyak orang melakukan hal tersebut demi memperoleh uang. Sulitnya mencari pekerjaan, sementara prostitusi sedemikian mudah menjanjikan gepokan uang hanya bermodal tubuh. Tanpa harus berpikir, tanpa harus lelah bekeja keras.Â
Memang sangat mudah, namun sebagian pelakunya lupa resiko yang harus dihadapi, mungkin menjadi sasaran pembunuhan oleh pelanggan, atau tertular pemyakit menular seksual, seperti kencing darah, nanah, yang berdampak ke human immunodeficiency virus (HIV), hingga titik nadir, yakni acquired immunodeficiency syndrome (AIDS.)
Sebuah resiko yang tidak main-main, sebab uang gepokan yang dihasilkan tidak dapat menutupi biaya bila telah terkena penyakit pada titik nadir. Sehingga bukan hal mengherankan, saat mereka rupawan, disanjung dan dipuja-puja oleh pelanggannya. Namun ketika telah terpuruk pada titik nadir, mereka tergolek lemah sendiri di ujung kematiannya tanpa seorang pun sudi menemani.
Pengaruh public figure
Semenjak tahun 70-an, bioskop di negara ini mengalami kemunduran, hingga kemudian booming kembali setelah industri film nasional memproduksi film esek-esek, yang mengalami kejayaannya hingga era 80-an. Tapi kemudian kembali redup oleh titik jenuh penonton.
Film-film tanpa sensor, sedikit banyak mempengaruhi perilaku penonton untuk melakukan freeseks, sebab ada contoh instant dari film bersangkutan. Perilaku amoral dipoles sedemikian rupa sehingga terkesan menggairahkan dan menggoda, tanpa penonton tahu efek negaif di belakangnya.
Tak beda jauh dengan kondisi saat ini. Perilaku para public figure yang sedemikian terbuka membuka rahasia kehidupan seksualitasnya. Ataupun sosok mereka saat memerankan adegan tontonan publik, seperti sinema, film layar lebar, dan tayangan streaming lainnya. Sedikit banyak pastilah mempengaruhi perilaku moral penonton, terutama generasi muda yang masih bingung mencari identitas.
Sehingga tidak kaget lagi saat membuka tayangan televisi berlangganan, akan banyak dijumpai judul-judul sinema yang tak jauh dari kegiatan esek-esek, seperti Open BO, dan beragam judul lainnya yang tak jauh dari propaganda freeseks.
Mudahnya memperoleh alat kontrasepsi
Bila dahulu, hanya pasangan suami istri dengan menunjukkan buku nikah, baru dapat  membeli alat kontrasepsi atau memperoleh pelayanan keluarga berencana. Namun perhatikan saat ini, siapa pun dapat memperoleh alat-alat kontrasepsi tersebut dengan bebasnya tanpa harus sudah menikah. Bahkan iklannya sedemikian bebas merajalela di jaringan streaming, mungkin dianggap privat, padahal anak kecil pun dapat leluasa mengaksesnya.
Terkesan di negara ini aman-aman saja, sebab memang tak ada iklan yang seperti itu di televisi-televisi nasional, namun di jaringan streaming, jangan ditanya banyaknya iklan tentang alat kontrasepsi, dan hal ini bukan rahasia lagi.
Pemikiran bisnis memicu sikap sekularisme menyuburkan propaganda freeseks terselubung. Bahkan telah banyak generasi muda menganggap dirinya gaul dan modern bila berhasil meniru dan melakukannya, tanpa mereka sadar, bahwa mereka justru adalah korban.
Saat seks dianggap sebagai sebuah kebutuhan, cinta dicampuradukkan dengan nafsu, membuang jauh rambu-rambu agama, maka ia akan berkelindan liar, yang justru akan merusak peradaban umat manusia.
Â
Bisa kita bayangkan, saat freeseks dilakukan, kemudian hamil tanpa tahu siapa ayah biologisnya. Lalu kelak si bayi yang telah tumbuh dewasa, bertemu dengan bayi lain yang juga hasil pergaulan bebas namun ayah biologis sama, maka akan kacau balaulah garis DNA, yang berujung pada cacat genetik umat manusia.
Sehingga tidak mengherankan dalam perkara krimilnal beberapa waktu lalu yang melibatkan anak seorang Dirjen Pajak. Menganiaya dengan membabi buta, kalap, yang setelah ditelusuri akibat pengaruh seksualitas, sehingga bertindak tanpa nalar. Pacar si anak Dirjen dengan mudah mengadu domba karena daya tarik seksualitas, padahal masih dinyatakan di bawah umur, namun telah melakukan kebebasan seksual berkali-kali.
Freeseks tidak akan terjadi, bila mengingat resiko kehamilan di luar nikah. Namun dengan kemudahan memperoleh alat kontrasepsi, membuat perilaku generasi negeri ini kian menjadi-jadi. Ketika semua norma telah dibuang jauh-jauh, sementara resiko kehamilan tak akan ada, apalagi yang akan dilakukan kalau tidak menikmati masa muda sebebas-bebasnya? Tapi sayang mereka lupa faktor risiko dari perzinaan yang dilakukan.
Risiko yang dilupakan begitu saja karena kenikmatan sesaat, itulah yang membuat pemikiran cekak. Pemakaian alat kontrasepsi tak seaman yang mereka bayangkan, berbagai resiko penyakit berbahaya mengintai, seperti tumor hingga kanker. Bahkan freeseks juga mustahil tanpa risiko menularkan penyakit kelamin berbahaya seperti kencing darah, nanah, yang ujung ujungnya kembali ke pelaku sendiri yang menanggungnya, sementara pasangannya mungkin sudah kabur jauh mencari gebetan baru lagi.
Risiko duniawi sangat nyata. Bahkan seandainya pun lepas dari hal tersebut, yakinkah tidak ada kehidupan setelah mati? Mungkinkah manusia dilahirkan tanpa pertanggungjawaban? enak banget dong! Lahir, kemudian dewasa lalu berbuat semaunya, setelah mati, usai begitu saja tanpa perhitungan. Sungguh sesuatu hal yang tidak mncerminkan keadilan.
Sangat tidak masuk akal bila tidak ada yang menciptakan manusia pada awalnya. Diciptakan berarti harus siap dengan pertanggungjawaban umur terhadap Sang Maha Pencipta. Bila manusia diciptakan tanpa ada pertanggungjawaban, maka sudah pasti setelah dewasa akan bisa berbuat semaunya. Merampok, membunuh, pergaulan bebas, hidup ala binatang bagai raja rimba, memakai hukum rimba, toh tidak akan ada pertanggungjawaban. Tapi masuk akalkah hal seperti ini?
Seperti permainan game, tidak akan menarik bila tak ada yang win or lose. Tanpa ada pemenang, mending tidak usah main game sebab buang-buang waktu, tidak ada gregetnya!
Faktor pemicu terjadinya Staycation
Sempat merebak kabar staycation, ajakan tidur dari atasan kepada karyawan bila ingin kontrak kerjanya diperpanjang. Ini adalah salah satu contoh freeseks, yang tentu saja dengan mengabaikan segala kaidah norma.Â
Seandainya masih menaati norma agama, maka terbuka  alam kesadaran tentang pelanggaran norma ynag ditabrak, bahkan secara hati nurani pun pastilah menolaknya. Namun apabila norma agama telah terabaikan, rasa malu pun tak ada, hati nurani tumpul mendadak, bahkan norma hukum pun terabaikan. Sebab yang penting "tahu sama tahu" antara atasan dan karyawan. Sehingga kemungkinan praktek ini telah berjalan sekian waktu, namun baru-baru ini saja menjadi viral saat ada karyawati yang berani terang-terangan menolaknya.
Tanpa bertujuan membenarkan perilaku atasan yang tak elok, namun seandainya karyawan menolak ajakan staycation, maka hal tak tidak senonoh tak akan terjadi. Namun karena bak buah simalakama, karyawan ketakutan diputus kontraknya karena faktor ekonomi. Tuhan sebagai Sang Maha Pemberi rezeki dianggap angin lalu, sehingga tertawalah atasan yang lalim menikmati angkara murkanya. Membuang norma agama, mengabaikan norma kesopanan dan kesusilaan,menginjak-injak norma hukum, akibatnya putuslah urat malu karena dikuasai hawa nafsu.
Hawa nafsu selangkangan atasan berimbas pada ketakutan bawahan bila diputus kontrak. Takut rezekinya hilang, lupa bahwa Tuhanlah Sang pemberi rezeki, mengakibatkan staycation menjadi rahasia umum yang tidak bisa dicegah lagi.Â
Pencegahan dapat dilakukan ketika masih ada yang memiliki hati nurani, kesadaran baik buruk, ketaatan pada norma. Bila tidak? Maka yang terjadi adalah "tahu sama tahu."
Disini menunjukkan pentingnya sebuah negara memiliki perempuan-perempuan yang tangguh berpegang ketaatan norma norma. Bila tidak, maka generasi yang dilahirkan hanya akan menjadi perusak tatanan dan peradaban.
Ketika norma-norma telah terabaikan, pelanggaran terhadap norma dianggap biasa, maka tidak mengherankan ketika bocah-bocah perempuan dengan mudahnya menawarkan diri melalui prostitusi online, bahkan berani memasukkan lelaki hidung belang ke dalam kamar tidurnya. Apalagi alat-alat kontrasepsi pun sedemikian mudah didapatkan.Â
Bahkan yang lebih gila lagi, bukan hanya bocah-bocah perempuan atau PSK yang menjual diri dengan mudahnya. Terkadang wanita-wanita yang dalam ikatan perkawinan pun melakukan hal yang demikian. Anda pasti tak lupa peristiwa pembunuhan seorang wanita di Kalimantan beberapa waktu lalu, yang menurut suaminya, sang istri berpamitan membeli susu untuk anaknya. Tapi kemudian terungkap, ternyata sang istri Open BO, si hidung belang bersedia membelikan susu untuk anak si wanita, namun entah bagaimana kejadiannya hingga kemudian justru menggorok leher si wanita di rumah kosong hingga tewas.
Â
Kebebasan dan kemudahan memperoleh alat kontrasepsi, memicu freseks dimana-mana, bahkan perselingkuhan bukan hal baru lagi. Intinya apa? Seks Bebas!
Hingga kebebasan itu melahirkan kejenuhan serta kebosananan, lalu melahirkan beragam cara demi kepuasan sesaat. Seks dianggap wisata kuliner, sehingga lahir istilah three some, skeeweer, dan sebagainya. Padahal intinya hanya satu, freeseks alias perzinahan.
Perzinahan atau seks bebas bukan tanpa resiko, yang bila kita runut akan mengakibatkan:Â
Hamil di luar nikah
Ketika hal ini terjadi pada remaja belum cukup umur, siapkah mereka menanggung risikonya? Ketidaksiapan yang dihadapi, maka akan berujung pada pengguguran kandungan, bahkan pembunuhan bayi-bayi tak berdosa saat dilahirkan.Â
Bahkan meski pun ditutupi dengan sebuah pernikahan, maka tetap akan berisiko pada penganiayaan bayi-bayi setelah lahir, yang dapat berujung kematian. Semua diakibatkan oleh ketidaksiapan menerima kenyataan hidup. Kenikmatan sesaat yang berakhir dengan penderitaan panjang.
Anak berbeda ayah biologis
Ketika wanita bersuami juga melakukan freeseks, tentu saja berisiko hamil tanpa tahu ayah biologis sang bayi. Mirisnya, sang suami tak tahu menahu kegiatan istrinya selama ia bekerja, harus menanggung risiko membiayai kehidupan bayi, yang belum tentu darah dagingnya sendiri. Jelas freeseks melahirkan pengkhianatan.
Keturunan tidak jelas
Ketika freeseks dianggap hal wajar, sementara prostitusi dianggap hal legal dan sudah selayaknya. Maka bisa saja terjadi, seorang ayah berzina dengan pekerja seks komersial, yang kemudian diikuti oleh anak lelakinya. apabila kemudian terjadi kehamilan, maka kacau balaulah sebuah garis keturunan. Hal inilah yang dapat menghancurkan harkat dan martabat sebuah keluarga.
Hanya pelampiasan
Sebagian besar wanita yang menjajajakan diri atau pun melakukan freeseks, beranggapan dirinya sebagai bunga yang sedang diperebutkan, sehingga selalu dalam posisi nyaman dan dimanjakan. Padahal kenyataannya, ia sesungguhnya hanya sebagai pelampiasan dari hawa nafsu pria hidung belang.
Memang saat masih cantik molek ia akan dipuja bak permata. Namun ketika semua telah hlang, ia meredup, pucat pasi serta layu akankah ia tetap memperoleh perlakuan manis tersebut?
Ternyata semua hanya fatamorgana, keindahan sesaat, yang hanya berlaku sepuluh, dua puluh atau bahkan tiga puluh tahun saja. Sebab setelah itu, segalanya menjadi layu dan meredup.
Penyakit menular
Beragam resiko pahit dibalik freeseks yang dijalani, diantaranya adalah penyakit menular. Seakan sengaja, penyakit ini justru ngendon di organ yang selama ini mnjadi modal utama freeseks.
Ketika nikmat itu telah dicabut oleh Sang Pemberinya, maka apa lagi yang dapat dinikmati? Kehidupan menjadi pudar warnanya, sebab freeseks sebagai penyemangat hidup tak dapat dinikmati lagi.
Penyakit menular seksual terjadi tidak di awal mula freeseks, namun beberapa orang mengalaminya di fase awal. Terjadinya perlahan seiring waktu, hal ini menunjukkan bahwa Tuhan seakan tahu dan membiarkan manusia menikmati kedurhakaannya, untuk kemudian menikmati juga pil pahit resikonya.
Ketika freeseks antar lawan jenis memiliki resiko tinggi, lebih-lebih lagi antara sesama jenis. Masih ingat bagaimana vokalis band musik Queen, Freddy Merkuri, yang sedemikian menikmati kehidupan seksualnya yang bebas? Bukan hanya dengan lawan jenis, bahkan kemudian ia lebih memilih antar sesama jenis, hingga menceraikan istrinya.
Ia pernah sadar sesaat dengan hal tersebut. Hingga ia gambarkan dalam lagu ciptaannya "Bohemian Rhapsody," namun kesadaran itu hanya sekedar kesadaran sesaat. Sebab untuk selanjutnya ia makin tenggelam dalam kehidupan seksualnya yang liar dan menggila dengan mengadakan pesta seks sesama jenis semalam suntuk.Â
Waktu kian berjalan, kesadaran itu datang terlambat, saat tubuh Freddy Mercuri kian kurus digerogoti AiDS. Hingga di akhir ajalnya, ia hanya ditemani wanita yang diceraikannya akibat nafsu sesaatnya, sang mantan istri setia di ujung ranjang.Â
Meregang nyawa tanpa teman-teman penikmat freeseks yang biasanya setia semalam suntuk. Mati sendirian, tak ada lagi kenikmatan duniawi di ujung selangkangan, semua semu semata, terkalahkan sakitnya ruh saat dicabut sang malaikat maut.
Freeseks atau apa pun itu, apa pun bentuk dan wujudnya, freeseks tetaplah freeseks. Meskipun berkamuflase menjadi Open BO, perselingkuhan, prostitusi online, prostitusi legal, threesome dan lainnya.Â
Perzinaan tetap perzinaan, freeseks tetap freeseks, tentu saja memiliki risiko yang akan kembali pada pelakunya. Sebab ternyata.... segala sesuatu ada sisi pertanggungjawabannya pada Sang Maha Pencipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H