Selama sekian waktu setelah kita merdeka, negara kita menerapkan beragam kurikulum yang kesemuanya berusaha tampil sebaik-baiknya menunjukkan keunggulannya, ibarat jualan kecap semua mengklaim nomor satu.Â
Namun seiring perkembangan zaman, saat berganti menteri, maka kurikulum pun berganti satu persatu sebab dianggap kurang sesuai lagi dengan situasi nasional, dan tidak dapat membuat negara ini mengalami peningkatan mutu pendidikan di kancah internasional.
Hingga akhirnya, lahirlah kurikulum terbaru  besutan Mendikbudristek Nadiem Makarim. Sebagai kurikulum paling terbaru diantara yang lain, yang tentu saja membawa formula tersendiri dengan klaim mampu membawa perubahan kemajuan bagi dunia pendidikan Indonesia.
Kurikulum besutan Nadiem pada awalnya dinamai Kurikulum Prototipe, kemudian berganti nama menjadi Kurikulum Merdeka.Â
Dengan menilik namanya yang merdeka, tentu saja adalah seperti sebuah angin segar yang menawarkan kemerdekaan berpikir bagi pendidik ataupun terdidik.
Banyak hal positif yang dapat dipetik dari Kurikulum Merdeka, diantaranya adalah dihapusnya Ujian Nasional yang selama ini dianggap sebagai teori hapalan yang justru membuat siswa berada dalam sistem penjajahan pola berpikir yang hanya terpusat pada teori, bukan praktek.
Kurikulum Merdeka sebagai sebuah kemerdekaan mengajar dan belajar, terpusat pada siswa. Sebagaimana pada awalnya bersumber dari filosofi Ki Hajar Dewantara, Menteri Pendidikan Indonesia di era kemerdekaan, seorang bangsawan yang merakyat.
Dengan filosofi Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tutwuri Handayani, bahwa seorang guru sudah selayaknya bila di depan siswa memberi contoh, di tengah-tengah mereka memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan semangat dan kesadaran.
Ketika disebut merdeka, tentu saja pendidik dan terdidik tidak terjajah. Bila pada kurikulum sebelumnya penekanan hanya pada metode hapalan, maka pada kurikulum merdeka, siswa diberi kesempatan untuk memerdekakan dirinya dengan mengemukan pemikirannya tanpa harus terjajah teori.
Sebab dari pengalaman kurikulum sebelumnya, terlalu banyaknya siswa dicekoki teori, mengakibatkan prakteknya amburadul. Siswa tampak galau saat di lapangan, tampak kikuk, dan bahkan tak berdaya apa-apa saat harus menerapkan ilmunya.
Dalam Kurikulum Merdeka sudah seharusnya guru saat melakukan proses pendidikan dan pembelajaran berpusat pada siswa. Sehingga saat berada di depan siswa, guru memberi contoh, saat di tengah, guru memberi semangat kebaikan, dan saat di belakang memberi dorongan siswa untuk maju ke arah lebih baik.Â