Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Menerapkan Kurikulum Merdeka tapi Guru Masih Sibuk Merazia Rambut Siswa, Kok Bisa?

24 November 2022   11:58 Diperbarui: 7 September 2023   18:30 2038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak trauma, trauma pada anak karena terjaring razia rambut di sekolah.(Shutterstock via kompas.com)

Kata final "titik" jelas menunjukkan sebuah pengerdilan kemerdekaan berpikir. Siswa tidak dibangun kesadarannya tentang sebuah peraturan, hanya sekedar tahu dan jalankan, sehingga siswa tidak ada rasa memiliki terhadap sebuah peraturan. Akibat pola pemaksaan berpikir seperti ini, maka akan tertanam kuat dalam pemikiran siswa bahwa dia tidak boleh membantah. 

Dengan pola pikir yang demikian, ditambah belum stabilnya emosi siswa, maka kelak mereka juga akan menanamkan pola pikir pemaksaan yang sama terhadap teman-temannya yang lemah ataupun adik-adik kelasnya. 

Sehingga wajarlah bila kemudian terjadi perundungan ataupun tawuran antar sekolah, sebab pola pikir terbiasa memaksakan kehendak. Maka hal yang bisa dia lakukan adalah menjajah sebagaimana dia mendapat contoh seperti itu, siapa yang kuat itulah yang menang.

Akan berbeda situasinya ketika sebuah sekolah telah berhasil menanamkan sebuah pola pikir kemerdekaan, bukan penjajahan. Maka siswa akan berpikir terbuka, berani mengemukakan pendapat, belajar berpikir untung rugi, serta resiko perbuatan ke depannya.

Sebagai makhluk dewasa yang lebih berpengalaman dalam asam garam kehidupan, sudah selayaknya pendidik memberi suri tauladan tentang sebuah peraturan sebagai wujud perilaku.

Apalagi usia anak-anak sekolah menengah adalah usia rentan yang sedang dalam proses mencari identitas diri. Ketika mereka tumbuh dan berkembang dalam pola didik yang merdeka, maka mereka akan menjadi jiwa-jiwa merdeka yang menghormati kemerdekaan sesamanya juga. 

Namun bila mereka telah terbiasa dalam pola didik penjajahan, maka dapat dibayangkan yang terjadi, mereka juga tidak akan menghargai kemerdekaan berpikir di sekitarnya, apalagi pemikiran yang berbeda darinya. Mereka akan memaksakan pendapat, sama persis seperti mereka juga dipaksakan menerima pendapat dan harus menerimanya meski dengan keterpaksaan.

Ketika pendidik berhasil menanamkan karakter kemerdekaan berpikir pada siswa, maka akan tertanam kesadaran langsung dari hati nurani siswa, sehingga akan lebih efektif dalam membentuk karakter siswa. 

Ing Ngarso Sung Tulodho Ing Madyo Mangun Karso Tutwuri Handayani

Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, memiliki filosofi pendidikan yang menjadi cikal bakal kurikulum merdeka, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tutwuri Handayani. 

Tentunya beliau akan malu bila melihat guru yang mengejar-ngejar siswanya dengan menghunus gunting demi merazia rambut. Mengapa guru sebagai sosok yang patut digugu dan ditiru telah gagal menanamkan pola pikir tentang pentingnya sebuah peraturan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun