Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengapa Harus Perjanjian Pranikah?

19 Agustus 2022   16:13 Diperbarui: 19 Agustus 2022   16:30 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesiapan berkomitmen menjalani pernikahan namun masih diliputi keraguan pada pasangan maka tak ada salahnya melakukan perjanjian pranikah tetapi tetap harus hati-hati dan cermat sebab bila tidak justru akan terjebak dalam peliknya melayani keinginan pihak lain

Perjanjian pranikah bukan hanya penting bagi yang berlimpah kekayaan, namun juga penting bagi yang memiliki kedaruratan dalam pernikahan yang akan dijalani. Sebab selain sangat bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan rumah tangga yang dikehendaki, lebih-lebih lagi bagi pihak yang membawa banyak modal dalam biduk rumahtangga.

Bagi pihak yang menginginkan adanya perjanjian pranikah memang sepintas  terkesan pelit dan tak berperasaan, karena sekilas terbaca ketakutan teramat dalam jika pasangan hidupnya kelak mengambil harta atau mengusik kehendaknya.

Perjanjian pranikah di belahan negara barat sudah menjadi hal yang mafhum karena pola pikir individualis yang terfokus pada kepentingan diri sendiri. Namun kerap dilakukan sebab di sisi lain adalah demi meminimalisir risiko kemungkinan terburuk yang terjadi dalam pernikahan, terutama yang berkaitan dengan harta pribadi.

Perjanjian pranikah dalam Islam

Secara sepintas memang terlihat bahwa perjanjian pranikah adalah seperti kepentingan antar manusia saja, yang dibuat-buat dengan tanpa berpihak pada hukum Tuhan. Padahal setelah ditelusuri, ternyata dalam hukum agama ternyata terdapat juga perjanjian pranikah.

Perjanjian pranikah dalam Islam sering disebut sebagai taklik talak, yaitu ikrar perjanjian yang membolehkan istri mengajukan gugatan cerai apabila suaminya tidak memberi nafkah wajib selama tiga bulan, menyakiti badan atau jasmani istri, meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut, ataupun tidak mempedulikan selama enam bulan atau lebih. 

Hal tersebut telah termaktub dalam Al-Quran, yang menunjukkan bahwa sebetulnya wanita sangat diperhatikan  haknya sebelum pernikahan berjalan, meski terkadang banyak orang salah kaprah terhadap Islam.

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 45-52 disebutkan bahwa pasangan suami-istri dapat memuat taklik talak serta perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam di dalam perjanjian pranikah.

Kekhawatiran sebelum menjalani pernikahan wajar saja, sebab banyak kenyataan dalam pernikahan yang terjadi, seringkali ada pihak yang sengaja melakukan pernikahan demi niatan tertentu, seperti agar dapat menggerogoti harta pasangannya. 

Sehingga terkadang perjanjian pranikah membuat si tukang porot harta diuntungkan akibat kecerdikan atau boleh disebut kelicikannya dalam mengolah kalimat,  yang kemudian tidak disadari oleh pasangannya yang kurang teliti.

Banyak wanita yang diuntungkan dalam perjanjian pranikah, bila sebelum menikah dia sama sekali tak memiliki harta sedikitpun, namun setelah menjalani pernikahan hingga berakhir perceraian, tiba tiba mendapat rezeki nomplok melalui harta gono gini.

Perjanjian pranikah dalam aturan hukum dan UU

Perjanjian pranikah juga diatur dalam pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal ini menyatakan bahwa kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan dapat membuat perjanjian tertulis khusus yang dicatat oleh petugas pencatat perkawinan selama isi perjanjian tersebut tidak melanggar norma hukum, agama, dan kemanusiaan.

Sebelum keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015, Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreemen) hanya bisa dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, dan berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. tidak dapat diubah selama perkawinan berlangsung, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga. 

Tetapi setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015, Perjanjian Perkawinan dapat dibuat sebelum atau setelah dilangsungkannya perkawinan, yang disahkan  oleh pegawai  pencatat  perkawinan atau notaris. 

Selain itu, Perjanjian Perkawinan bisa dibuat tidak hanya oleh kedua calon yang akan melangsungkan perkawinan, tapi juga oleh pasangan suami istri yang masih terikat dalam sebuah hubungan perkawinan (Postnuptial Agreement).

Siapa sih yang tidak ingin bahagia dalam pernikahan? Pasti setiap orang menginginkan hal tersebut, sehingga tidak salah bila saat menggapai pernikahan, segala hal indah dan sempurna tampak di mata. 

Namun kenyataan kadang tak seindah dalam bayangan, pernikahan yang diimpikan sebagai seia-sekata sehidup-semati hancur berantakan di tengah jalan. 

Aturan tentang pembuatan perjanjian pranikah juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 139, menyebutkan bahwa para calon suami isteri dengan perjanjian perkawinan, dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik, tata tertib umum, dan sejumlah ketentuan yang berlaku.

Harta bersama yang dapat dikesampingkan diatur pada Pasal 35 UU Perkawinan, meliputi dua hal, yaitu harta bersama atau harta benda yang diperoleh selama perkawinan dan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri, serta harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain (dalam sebuah perjanjian).

Hal-hal pokok dalam perjanjian pranikah

Kenyataan segala yang manis dan indah di awal perkenalan hingga berakhir pernikahan tak seperti yang dibayangkan. Pasangan yang semula tampak baik, manis, dan baik-baik saja ternyata adalah seseorang dengan perangai buruk yang berperangai kasar, matrealistis, bahkan tukang porot harta. 

Akibat kenyataan tak seindah impian membuat orang memikirkan segala cara, agar cinta dapat berjalan dengan indah namun harta benda juga aman. 

Kalau begitu, hal-hal pokok apa saja yang biasanya diatur dalam perjanjian pranikah? diantaranya adalah:

Perjanjian pembagian harta

Pasangan suami-istri dapat membuat perjanjian pembagian harta apa saja yang termasuk ke dalam harta pribadi, harta bersama selama menikah, serta hadiah. Terkait dengan harta, pasangan suami-istri juga dapat membuat kesepakatan mengenai tanggung jawab membayar utang jika salah satu pihak meninggal dunia.

Perjanjian penyatuan pendapatan

Pasangan suami-istri boleh bersepakat untuk memperlakukan harta pribadinya sebagai harta bersama, jika ada ketugian maka resiko tanggung sendiri.

Pernyataan menggantungkan talak. 

Dalam perjanjian pranikah, pasangan suami-istri juga dapat mengajukan perjanjian khusus yang harus dipenuhi masing-masing selama menikah, contohnya dapat berupa perjanjian untuk tidak menikah lagi selama pernikahan masih berlangsung. Jika perjanjian tersebut dilanggar, salah satu pihak berhak mengajukan/meminta talak ataupun cerai.

Dalam menjalani perjanjian pranikah, sebetulnya bukan hanya keamanan harta benda saja yang dijamin, tapi juga keselamatan diri atau orang-orang yang dicintai, seperti orangtua, atau anak bawaan, bahkan kadang hewan piaraan juga bisa ditambahkan dalam perjanjian pranikah.

Seberapa pentingnya perjanjian pranikah?

Banyak orang beranggapan bahwa perjanjian pranikah dapat menyelamatkan harta bendanya kelak, namun kenyataannya terkadang semua tak berjalan sesuai yang diharapkan. 

Beberapa contoh kasus menunjukkan ada orang-orang tertentu yang harus kehilangan hampir seluruh hartanya saat perceraian karena ketidakcermatan dalam membuat perjanjian pranikah. 

Seperti perceraian beberapa pesohor di negara Paman Sam, atau juga selebritas di negeri ini, yang sangat dimabuk cinta hingga menikahi wanita impiannya, namun perjalanan cinta kandas di tengah jalan hingga berakhir pada perceraian, namun saat sidang perceraian malah mengalami kekalahan dalam perjanjian pranikah, akibatnya harus memberikan hampir seluruh harta kekayaan hasil jerih payahnya sendiri pada wanita impiannya. 

Bila yang sudah membuat perjanjian pranikah saja keadaan hartanya berantakan, bagaimana pula yang tanpa perjanjian pranikah? Meskipun memang ada juga mereka yang kehidupannya normal-normal saja tanpa perjanjian pranikah.

Dus, seberapa pentingnya sih perjanjian pranikah?

Sebagaimana dikutip dari Jurnal Dinamika Hukum Vol.8 Haedah Faradz, disebutkan bahwa perjanjian pranikah sangat diperlukan bila calon pasangan suami istri menghadapi kondisi seperti: 

  1. Adanya sejumlah harta kekayaan yang lebih besar pada salah satu pihak.
  2. Apabila keduanya memiliki pemasukan yang cukup besar.
  3. Masing-masing pihak memiliki usaha sendiri, perjanjian dibuat agar pihak lain tidak tersangkut apabila pihak lainnya pailit.
  4. Salah satu atau kedua pihak memiliki utang sebelum kawin dan hendak bertanggung jawab sendiri.

Alasan orang melakukan perjanjian pranikah

Perjanjian pranikah dimaksudkan sebagai alat perlindungan diri, semacam asuransi bagi orang yang memiliki kekhawatiran  terhadap masa depan. 

Banyak orang beranggapan bahwa perjanjian pranikah adalah isyarat ketidakpercayaan pada pasangan, memang pada kenyataannya memang seperti itu, sebab manusia tidak dapat memprediksi pernikahannya di masa datang, apakah langgeng atau kandas di tengah jalan.

Beberapa alasan yang membuat orang melakukan perjanjian pranikah:

Ketidakmampuan memprediksi masa depan

Karena merasa tidak tahu apa yang akan terjadi kelak di masa datang, sehingga melahirkan beragam ketakutan dan kekhawatiran terhadap kehidupan pernikahan, akibatnya ditempuh cara mudah membuat perjanjian pranikah.

Ketidakpercayaan pada pasangan

Banyak pasangan yang melakukan perjanjian pranikah menolak apa yang dilakukannya sebagai bentuk ketidakpercayaan pada pasangan, namun kenyataan di lapangan memang hal tersebut dilakukan karena memang tidak mempercayai pasangan sepenuhnya.

Praktis menjalani hidup

Banyak orang tak menginginkan hidup yang terlalu rumit, sehingga dalam menjalani pernikahan pun ditempuh dengan perjanjian pranikah, demi menjaga segala sesuatu yang akan menyulitkan hidupnya.

Saat seseorang telah jatuh cinta dan siap berkomitmen, maka ia tetap menginginkan keutuhan cinta, sementara dia juga tidak mau kehilangan harta yang biasanya terjadi di luar prediksi, sehingga dia berusaha mengatasi masalahnya sejak awal, sehingga terhindar dari hal yang rumit.

Menghindari hak-hal yang tidak diinginkan

Bagi pasangan yang telah cukup matang untuk melakukan komitmen pernikahan, pastinya ingin segala seduatu yang telah dimilikinya tetap terjaga tanpa harus kehilangan. Demikian juga dengan kekasih yang dimiliki, namun terkadang terjadi hal yang tidka diinginkan, sehingga membuat seseorang bertindak rasionil untuk menghindari hal tersebut.

Beberapa alasan yang telah disebutkan di atas biasanya membuat seseorang bertekat melakukan perjanjian pranikah dahulu sebelum menjalani biduk pernikahan. 

Walau terkadang hal tersebut sepintas bertentangan dengan budaya timur yang menjaga etika dan perasaan calon pasangan, namun kenyataan di lapangan yang sering terjadi, disertai pola pikir masyarakat yang cenderung kebarat-baratan dan rasionalistis, keinginan untuk melakukan perjanjian pranikah memang tak selamanya bisa disalahkan.

Demi menjaga perasaan pasangan saat membuat perjanjian pranikah, tampaknya beberapa hal ini perlu dipertimbangkan dalam pembuatan perjanjian pranikah, sebagaimana dikutip dari Mike Rini (dalam Faradz, 2008: 251) yaitu:

Keterbukaan 

Kedua belah pihak harus terbuka tentang jumlah harta sebelum atau sesudah pernikahan kelak. Keterbukaan yang dimaksud adalah berapa jumlah harta bawaan masing-masing dan potensi harta mengalami pertambahan saat bersama. Tidak luput juga soal utang bawaan masing-masing. 

Terkait utang, penting untuk dibahas siapa yang kelak akan bertanggung jawab menanggung utang tersebut. Keterbukaan dimaksudkan agar kelak tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Kerelaan 

Dalam penulisan isi dan segala hal menyangkut perjanjian pranikah, kedua pihak haruslah saling rela menyetujui isinya dan mau menandatanganinya tanpa paksaan. Apabila dibuat dengan paksaan, perjanjian ini dapat terancam batal.

Bantuan pihak obyektif 

Mintalah bantuan pada pihak berwenang dengan reputasi yang baik dan bisa menjaga objektivitas perjanjian yang dibuat sehingga isinya dibuat adil bagi kedua belah pihak.

Dibuat oleh notaris

Walaupun perjanjian pranikah dapat hanya dibuat dengan tangan sendiri, tapi untuk memiliki kekuatan hukum, maka harus dicatatkan pada notaris. Selain itu juga harus dicatatkan atau disahkan pula oleh pegawai KUA dan catatan sipil.

Hal-hal yang dilarang dalam perjanjian pranikah

Meskipun isi perjanjian pranikah tidak diatur secara spesifik, tetapi ada beberapa hal yang dilarang dalam sebuah perjanjian pranikah sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

  1. Tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum

Pasal 139 KUH Perdata menyatakan bahwa para calon suami isteri dengan perjanjian perkawinan dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik, tata tertib umum, dan sejumlah ketentuan yang berlaku.

  1. Tidak boleh mengurangi hak suami

Pasal 140 KUH Perdata menyebutkan, perkawinan tidak boleh mengurangi hak-hak suami, baik sebagai suami, sebagai ayah, sebagai kepala rumah tangga, dan hak-hak lain sebagaimana diatur dalam undang-undang.

  1. Tidak boleh mengatur warisan

Berdasar Pasal 141 KUH Perdata mneyebutkan bahwa para calon suami istri dalam perjanjian tersebut tidak boleh melepaskan hak atas warisan keturunan mereka pun tidak boleh mengatur warisan itu.

  1. Tidak boleh berat sebelah dalam hal utang

Pasal 142 KUH Perdata menyatakan bahwa para calon suami istri tidak boleh membuat perjanjian yang membuat salah satu pihak mempunyai kewajiban utang lebih besar daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.

  1. Tidak boleh menggunakan hukum "asing" sebagai dasar hukum perkawinan

Pasal 143 KUH Perdata menyebutkan bahwa para calon suami istri tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas, bahwa ikatan perkawinan akan diatur oleh undang-undang , kirab undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan, undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.

Ketika Anda telah siap berkomitmen menjalani sebuah biduk pernikahan namun masih diliputi sejuta keraguan tentang pasangan, maka tak ada salahnya melakukan perjanjian pranikah, tetapi tetap harus hati-hati dan cermat. Sebab bila tidak demikian, maka Anda dapat terjebak dalam peliknya perjanjian pranikah yang justru  menjerat Anda melayani keinginan pihak lain. Salam!

Sumber:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015

Misaelanandpartner.com

Hukumonline.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun