Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sibuknya Sang Maha Menteri, Mulai Minyak Sampai Candi

12 Juni 2022   09:53 Diperbarui: 12 Juni 2022   09:56 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedemikian tidak becusnyakah Menteri yang seharusnya menangani masalahnya sendiri hingga harus dialihkan ke tangan Menteri Marves Luhut?

Beberapa waktu lalu publik Indonesia dikejutkan dengan penunjukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan oleh Presiden Jokowi untuk mengurusi minyak goreng. Hingga kemudian publik kembali tersentak dengan keinginan sang menteri untuk menaikkan tiket masuk ke candi Borobudur, dari yang semula Rp.50.000,- (lima puluh ribu tupiah menjadi Rp.750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), yang tentu saja tidak ada kaitannya dengan urusan perminyakgorengan.

Masyarakat Indonesia kerap geleng-geleng kepala dengan penugasan yang kerap dipercayakan Jokowi kepada Luhut. Memberi kesan kuat sepertinya menteri-menteri yang lain kurang becus, kurang pintar, gagal maning, dan terbukti saat tugas dialihkan ke tangan Luhut, segalanya beres.

Entah apakah benar anggapan tersebut, namun kesan mendalam yang ditangkap masyarakat adalah hal itu. Sedemikian tidak becusnya menteri yang seharusnya menangani hal tersebut, hingga harus dialihkan ke tangan Luhut.

Hal kontroversial terbaru adalah permintaan kenaikan anggaran yang fantastis dari Luhut untuk menangani tugas baru yang diembannya, yang menurutnya tidak etis jika memakai anggaran pribadi. Dan publik pun gaduh tak karuan, apabila biasanya  melakukan kegiatan pribadi memakai anggaran negara tak etis, maka kini terbalik, jika memakai anggaran pribadi demi kepentingan negara tak elok.

Akibatnya publik juga menginginkan hal sama juga terjadi  pada rakyat kecil. Diperlakukan sama dalam hak dan kewajibannnya, misal tergusur karena proyek pemerintah, berarti sungguh tak elok demi kepentingan negara harus mengalah memberikan hak pribadi. Jika sudah demikian, maka barulah kehidupan terasa adil, sebab negara tidak berbuat lalim terhadap warganya hanya demi kepentingan  negara.

Seabrek tugas Luhut dan rumor TKA China saat pandemi

Pemberian tugas terbaru di 2022 oleh Jokowi kepada Luhut adalah memastikan ketersediaan minyak goreng utamanya di wilayah Jawa dan Bali. Jika merujuk pada tugas kementerian yang terkordinasi, masalah minyak goreng sebenarnya bukanlah kewenangan Menteri Marves, sebab ada Menteri koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang lebih berwenang melakukannya, karena Kementerian Perdagangan berada di bawah wewenangnya.

Sesuai Perpres Nomor 37 Tahun 2020 pasal 4, Menko Perekonomian mengoordinasikan 9 instansi, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Instansi lain yang dianggap perlu.

Tapi entahlah mengapa tugas mendadak yang dipercayakan Jokowi kepada Luhut terkesan loncat-loncat dan tidak sesuai dengan koridor kewenangan koordinasi masing-masing kementerian.

Seperti saat pandemi Covid-19 tahun 2020, Menteri perhubungan Budi Karya Sumadi terpapar virus corona, hingga harus dirawat dan diisolasi di rumah sakit, maka Luhut dipercaya Jokowi untuk menggantikannya. 

Kala itu, Luhut ditunjuk Jokowi sebagai Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN). Sehingga Luhut turut aktif dalam setiap kebijakan penanganan Covid-19 termasuk penentuan kebijakan pembatasan sosial yang diterapkan untuk menekan laju penularan.

Saat Luhut ditunjuk menjadi Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) banyak rumor beredar, sebab karena penunjukan tersebut Luhut menjadi aktif dalam setiap kebijakan penanganan Covid-19. Apalagi bila dikaitkan dengan kewenangannnya memasukan tenaga kerja asing (TKA) China ke wilayah negara kita. Dengan wewenang menentukan mengunci suatu daerah melalui PPKM, maka TKA leluasa masuk tanpa harus dipantau masyarakat umum karena adanya PPKM.

Entah rumor ini benar atau tidak, namun yang pasti, selama terjadinya pandemi, banyak TKA China masuk ke Indonesia lepas dari pengamatan publik sepenuhnya, hingga masyarakat baru mengetahui setelah beredarnya video viral yang menunjukkan kelakuan-kelakuan negatif TKA tersebut. Seperti beberapa waktu llau memakai seragam tentara negaranya saat tugas jaga di perusahaan tempat mereka bekerja. Hal hal seperti itulah yang kemudian luput dari pemgamatan publik karena mereka terkunci keadaan PPKM. Namun hal tersebut mungkin memang menjadi kewenangan Luhut, sebab memang dia mengkoordinasi kementerian investasi di bawahnya.

Sebelumnya di Agustus 2016, Luhut ditunjuk Presiden menjadi Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) karena Archanda Tahar diberhentikan dengan hormat akibat polemik status kewarganegaraan.

Kemudian pada Oktober 2021, Luhut mendapat tugas tambahan menyelesaikan salah satu proyek penting di era Jokowi, yakni Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Hingga 17 Maret 2022, Luhut kembali ditunjuk sebagai perwakilan pemerintah untuk melobi Uni Eropa terkait rencana penghapusan minyak kelapa sawit untuk bahan dasar biodiesel pada 2021. Yang menghasilkan penundaan keputusan rencana larangan impor CPO hingga 2030.

Penunjukan lisan, tindakan tidak profesional dan melanggar hukum?

Beberapa waktu lalu Pedagang angkringan Jakarta Barat pernah menggugat  penunjukan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Koordinator PPKM saat pandemi Covid-19 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebab hanya dilakukan secara lisan, yang dinilai sebagai tindakan tidak profesional dan melanggar hukum.

Meski kadang publik dibuat bingung dengan keputusan Jokowi yang kerap membingungkan dengan penunjukan Luhut secara dadakan, toh masyarakat tak bisa berbuat apa apa, selain mengambil kesimpulan sendiri, bahwa kabinet dan pembantu presiden kurang koordinasi akibatnya salah kaprah dalam melaksanakan tugas, kurang  profesional, hingga akhirnya harus selalu ditangani oleh Luhut dan Luhut.

Berbagai julukan tersemat pada Luhut karena tugas dadakan yang diberikan Jokowi, mulai dari The Lord, Menteri segala menteri, Menteri segala urusan, Menteri Super Power, terkesan bahwa Luhut yang mampu segalanya, menteri lain tak mampu menandinginya.

Masalah Covid terkesan Menteri Kesehatan tidak mampu menangani, masalah minyak goreng memberi kesan Menteri Perdagangan tidak becus, hingga masalah tiket masuk ke Candi Borobudur yang diusulkan naik, seakan membei kesan Menteri Pariwisata tidak pernah berpikir bahwa candi bisa mengalami kerusakan jika terlampau banyak pengunjung, sehingga dicari jalan pemecahan dengan menaikkan harga tiket. 

Memang dalam hal tiket Candi Borobudur, Menko Marves memiliki hak untuk turut campur, sebab sesuai pasal 4 Perpres Nomor 92 Tahun 2019 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berada dibawah kewenangannya. Namun benarkah Menteri Pariwisata tidak pernah memikirkan hal-hal krusial seperti keselamatan Candi Borobudur hingga Luhut terpaksa harus turun tangan?

Penunjukkan Luhut oleh Jokowi kerap dicibir banyak pihak sebagai upaya Luhut mencari muka dan selalu menang dengan cara yang dipilihnya, hingga akhirnya berbuah dengan keputusan Jokowi selalu menunjuk dan menunjuknya lagi.

Namun yakinkah dengan cara selalu menunjuk orang pilihan akan menghasilkan kekompakan dalam kabinet, sebab mayoritas publik justru menilai terjadi perpecahan dalam kabinet, terjadi persaingan antar menteri yang selalu dimenangkan Luhut. Ibarat dalam sebuah keluarga, Jokowi yang berperan sebagai ayah selalu menunjuk anak tertentu untuk menyelesaikan berbagai pemasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh anak-anak yang lain.

Ibarat peran ayah, Jokowi tidak ingin melukai perasaan anak lainnya dengan menyebut tidak becus, namun ia selalu menunjuk anak yang dirasa cepat menyelesaikan masalah untuk segera membereskannya. Sebagai sosok ayah, banyak hal lain yang harus dikerjakannya, dan akan sangat membuang waktu jika hanya melihat pekerjaan anak yang tidak becus menyelesaikan. Sehingga ditunjuklah anak pilihan, yang tentu saja sebagai seorang ayah akan sangat bangga karena anak yang ditunjuknya selalu berhasil menyelesaikan berbagai masalah yang tidak sanggup ditangani anak lain.

Namun hal di atas adalah perumpamaan dalam kehidupan keluarga, akan sangat jauh berbeda dengan kehidupan kenegaraan. Terkadang dalam kehidupan keluarga, perhatian khusus pada anak tertentu dapat menimbulkan luka verbal berupa iri dan kecemburuan di hati anak yang lain. Memang sang ayah tidak melakukan luka fisik meskipun anak tidak becus menangani masalah, namun dengan cara terus menerus menunjuk anak tertentu, yakinkah tidak ada luka verbal dari anak yang lain? Apalagi jika hal tersebut menimbulkan sikap adigang adigung adiguna dari anak yang selalu terpilih. Mungkin tidak menjadi masalah besar jika hanya dalam ranah keluarga, namun jika dalam dalam ranah negara yang lebih luas, hal ini ditonton rakyat banyak, yang tentunya dapat membuat menteri yang dianggao tidak becus merasa dilangkahi dan dipermalukan.

Seperti apapun rumitnya permasalahan suatu negara, toh masalah tunjuk-menunjuk adalah hak prerogatif presiden sebagai kepala negara, namun publik tampaknya menginginkan segala sesuatu sesuai prosedur hukum, seperti adanya surat keputusan resmi tentang penunjukan tersebut, tidak hanya lesan semata. Sebab meskipun suara rakyat telah diwakili di gedung DPR, toh mereka adalah tetap penonton setia yang akan menilai dan mengomentari segala yang diperbuat para petinggi pemerintah sebagai apresiasi perwujudan rakyat.

Setelah Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan menangani Covid-19, minyak goreng, dan tiket Borobudur, masyarakat kembali 'deg-deg plas' menunggu penunjukan berikutnya. Apakah kampanye politik Ganjar Pranowo? Atau mungkin Puan Maharani? Jangan-jangan Anies Baswedan? Wait and see.

Dan, wong cilik kembali tertawa berguling-guling.

Sumber: kompas.com, detik.com, tempo.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun